18. Hancur Berkeping-Keping

436 15 0
                                    

Aku nggak takut kehilangan kamu. Tapi selama aku masih bernafas, aku akan tetap mempertahankan anak ini


Happy Reading

Sakit yang paling menyakitkan bukan hanya tentang kekerasan fisik, melainkan ucapan orang yang amat kita cinta juga bisa menjadi alasan mengapa sakit hati itu ada.

Hancurnya perasaan menjadi kepingan tak beraturan, layaknya kaca yang dipecahkan dengan sengaja dan serpihan kaca itu langsung mengenai kaki atau tangan kita. Sungguh sakit bukan?

Luka akibat pecahan kaca saja kita merasakan betapa sakitnya itu, apalagi perasaan yang berkali-kali dihancurkan oleh orang yang sama.

"Aku akan memaafkanmu tetapi gugurkan kandunganmu itu,"

Kalimat yang tak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang tak lama lagi menjadi Ayah. Apa tidak ada sedikitpun ikatan batinnya? Apa perasaannya sudah mati sehingga dia tidak bisa merasakan kehadiran calon buah hatinya? Baiklah kalau dia tidak mau mengakui keberadaan anak ini, tapi apa pantas bicara seperti itu? Seolah dia menolak rejeki luar biasa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa? Di luar sana ada banyak wanita yang menginginkan momongan tetapi belum juga mendapatkannya, dan sekarang dengan teganya laki-laki itu mengatakan hal yang akan ia sesali nantinya.

"Apa kamu bilang? Tolong ulangi sekali lagi," ujarku tak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.

"Aku akan memaafkanmu tetapi gugurkan kandunganmu itu," ulangnya.

Aku masih terus terisak, "Tolong katakan itu sambil menatap mataku,"

Mas Rendra menangis dan menatap mataku dengan lekat, "AKU MAU KAMU MENGGUGURKAN ANAK ITU," ujarnya penuh tekanan per kalimat.

Runtuh sudah pertahananku. Tubuhku yang lemas langsung merosot ke lantai. Air mata yang semakin deras mengalir di kedua pipiku.

"Tega kamu Mas. Kamu akan menyesal sudah berbicara seperti itu," ujarku lemas.

"Aku nggak akan menyesal karena itu bukan darah dagingku. Minta pertanggungjawaban sama pelakunya sana," balasnya semakin meruntuhkam benteng pertahananku.

Aku berusaha berdiri dan menghapus air mata yang sebenarnya itu sia-sia saja karena air mata ini terus menerus mengalir.

"Kalau aku mau mempertahankan anakku, kamu mau apa? Minta pisah? Baik, setelah anak ini lahir dan kamu tes DNA, tanpa pikir panjang aku akan datang langsung ke pengadilan agama," ujarku.

Mas Rendra sepertinya terkejut mendengar perkataanku yang terkesan spontan itu.

"Aku nggak takut kehilangan kamu. Tapi selama aku masih bernafas, aku akan tetap mempertahankan anak ini. Dia yang akan ku jaga dengan jiwa dan ragaku. Apapun yang akan terjadi, Insyaa Allah aku sudah siap sekalipun kita harus mengakhiri pernikahan seumur jagunh ini," lanjutku.

Terlihat suamiku masih mematung di depan pintu kamar sedangkan aku langsung berlari ke kamar lain. Aku tak sanggup satu kamar dengan orang yang sudah meragukan anak dan istrinya sendiri. Ku kunci kamar itu dan aku menangis sejadi-jadinya.

"Ya Allah sakitttt bangetttt," ujarku sambil memukul-mukul dadaku sendiri, berharap rasa sakit itu berkurang.

Aku terus menangis semalaman hingga tak terasa aku tertidur. Terbangun saat sepertiga malam terakhir, aku memutuskan untuk bangun dan shalat tahajud.

"Mukena ku ada di kamar sebelah," ujarku seorang diri.

Dengan tertatih, aku memasuki kamar utama, kamarku dengan suami yang saat ini entah kemana. Kamar ini kosong, lalu dimana laki-laki itu? Aku memutuskan untuk wudhu di kamar mandi dan satu pemandangan mengejutkanku.

Reyren (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang