4. Komunikasi Itu Penting

255 12 0
                                    

Emang komunikasi itu penting dan kita harus memprioritaskan itu

~Calon Imamnya Reyna~


Happy Reading

Semenjak aku bekerja di tempat yang sama dengan calon suamiku, eaaa calon suami wkwkwk, aku jadi sering diantar jemput oleh Mas Rendra. Duhh bahagianya sebentar lagi aku bakal menyandang status sebagai istri Mas Rendra. Hehehehehe

Tapi sepertinya cobaan demi cobaan masih menghantui kami berdua. Memang perjalanan menuju halal itu banyak sekali halangan dan cobaannya. Dan aku hanya berdoa kami bisa melaluinya.

"Reyn, kenapa kamu terima dia sih? Udah tahu aku nggak pernah suka sama gelagatnya," ujar Mas Rendra.

Aku menghelas nafas, "Mas, bukan aku yang menentukan siapa saja yang akan diterima di perusahaan ini. Semua keputusan ada di tangan Pak Adit," jelasku.

Nahhh contohnya seperti ini. Mas Rendra terus salah paham denganku hanya gara-gara aku memberi saran untuk menerima seseorang yang melamar pekerjaan di perushahaan. Aku menempati posisi sebagai staf HRD dan karena analisisku dalam menerima pelamar kerja bagus, jadinya aku terus dimintai pendapat oleh atasanku yang bernama Pak Adit.

"Ya kamu bisa dong menolak. Dia itu ancaman buat hubungan kita," keukeuh Mas Rendra.

"Mas Rendra, kalau aku menolak dia berarti aku nggak profesional. Padahal Panji memenuhi kriteria perusahaan. Kamu tenang aja, dia nggak akan menjadi penghalang hubungan kita. Yang penting apapun kita komunikasikan dulu," jelasku lagi.

Ya, orang yang baru saja diterima adalah Panji. Sedangkan Mas Rendra tidak pernah suka dengan perangai Panji. Menyebut namanya saja terlalu malas. Padahal dia juga tahu kalau aku tak pernah merespon apapun usaha Panji untuk mendekatiku.

"Ahh terserah kamu lah Reyn," ujar Mas Rendra sambil berlalu.

"Yaudah terserah aku toh aku kerja profesional," balasku tak kalah sengit.

Jujur aku sebal kalau urusan kerjaan dicampur adukan sama urusan pribadi. Kesannya aku tak profesional kalau terus menerus mengikuti keinginan hati.

***

"Reyn," panggil seseorang. Dia adalah Panji. Huffttt ngapain lagi sih?

"Apa?" tanyaku malas.

"Kita sekarang kan jadi partner, harusnya kita bisa dong bangun chemistry," ujarnya.

"Harus banget ya? Kita nggak lagi main film kan? Cukup bersikap profesional saja," balasku.

Memang ini risiko kalau aku bekerja bersama Panji. Dia terlalu agresif kalau menurutku. Pantas saja Mas Rendra tak pernah suka dengannya.

"Iya dong, ya kita bisa jadi teman. Nanti makan siang bareng yuk," ajaknya.

Tuhh kan makin ngelunjak.

"Terserah.......," ucapanku terpotong saat melihat penampakan Mas Rendra di depan pintu ruanganku.

Dia terdiam dan mematung sambil terus melihatku, lebih tepatnya seperti mengintimidasi.

"Yess, oke nanti di cafe depan kantor aja ya," ujar Panji yang tak ku gubris.

Aku tak mau salah paham dengan Mas Rendra. Langsung aku berdiri untuk mengejar Mas Rendra tapi langsung dicegah oleh Panji.

"Reyn, kerjaan kamu belum selesai lho. Kamu mau profesional kan?" tanyanya.

Mau tak mau aku menurut karena kerjaanku juga masih banyak dan harus selesai sebelum jam makan siang. Sedangkan Mas Rendra sudah berlalu pergi. Sepertinya bakal terjadi perang dunia lagi nih. Dan aku harus menyiapkan kata-kata untuk berdebat lagi dengan calon suamiku itu.

Reyren (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang