Happy Reading
Langitku kini kembali cerah meski tak secerah beberapa bulan yang lalu. Tapi tak apa, langit tidak selalu menampakkan seluruh kecerahannya karena ia akan menyimpannya untuk esok hari. Dulu aku pernah bilang suka senja, tapi sekarang aku lebih suka langit karena selalu ada untukku. Aku berharap suamiku juga seperti langit itu, selalu ada meski tak selalu cerah.
Perlakuannya kepadaku tiga hari ini sangat berefek besar untukku dan juga calon buah hati kami. Meski masih ada kalimat yang levelnya melebihi pedasnya ayam geprek Mbak Lili, tapi ada perhatian-perhatian kecil yang ia tunjukkan. Aku tahu Mas Rendra melakukan ini bukan sepenuhnya dari hati tapi aku tetap bersyukur calon anakku diperhatikan sama papanya meski kita tidak tahu kedepannya bagaimana.
"Sayang, kamu mau apa?" tanyanya.
Entah mengapa aku sangat menyukai panggilan itu. Rasanya aku benar-benar menjadi istri seutuhnya buat Mas Rendra.
"Cieee perhatian banget sih anak Mama ini," ujar Mama Rani.
Mama Rani memang masih disini dan beliau bilang mau menemaniku sampai lahiran nanti, sedangkan Papa Alfian tadi pagi sudah balik ke Solo.
"Lagi pengen masakan buatan kamu Mas," jawabku. Biar saja mumpung dia menawari. Itung-itung itu pembalasanku karena Mas Rendra nggak pernah ada saat aku ngidam dulu.
"Masakan aku? Aku kan nggak bisa masak yang," ujarnya selembut mungkin.
"Yaa apapun yang kamu masak, aku pasti makan kok. Ini yang minta anakmu lho Mas. Kamu nggak mau menurutinya?" balasku dengan nada sedih.
Kalau ada penghargaan akting, sepertinya aku dan Mas Rendra yang akan menang karena tingkah laku kami saat ini pun hanya sebatas akting untuk menyenangkan Mama Rani.
"Hmmm yaudah deh, aku masakin dulu yaa," ujarnya yang kemudian masuk ke dapur. Entah apa yang akan dilakukannya nanti. Kayaknya ngerjain suami enak yaa hahahahaha.
"Reyn, kamu harus sering-sering kayak gitu sama Rendra. Dia kan nggak setiap hari ada di rumah," ujar Mama Rani.
Aku tersenyum, "Iya Ma,"
Setelah menunggu setengah jam, akhirnya Mas Rendra membawa semangkuk bubur.
"Maaf yaa aku cuma bisa buat ini. Mana ini agak gosong lagi," ujarnya.
Aku masih berusaha tersenyum, "Aku kan udah bilang apapun yang kamu masak pasti aku makan," balasku sambil menerima bubur yang dari tampilannya saja sudah tidak meyakinkan.
Aku mencoba sedikit bubur itu dan astagfirullah ini berapa kilo garam yang dimasukkan? Rasanya asin banget. Tapi untuk menghargai usahanya, aku tetap memakannya.
"Enak Reyn?" tanya Mama Rani.
Aku tersenyum, "Enak banget Ma,"
"Mama jadi pengen. Minta dikit dong sayang," ujar Mama.
"Ehhhh nggak boleh Ma. Ini kan spesial buat Reyna dari suami tercinta. Jadi Reyna mau habisin sendiri," cegahku.
Aku melirik Mas Rendra sedang menahan ketawa. Okee, ini memang disengaja. Awas aja ya Mas nanti aku balas.
***
Hueekkk hueeekkkk
Perutku jadi mual setelah menghabiskan bubur teraneh itu. Tubuhku benar-benar lemas. Aku keluar kamar mandi dan ternyata Mas Rendra sedang menerima telepon.
Aku mendekat dan dia menoleh.
"Enak banget ya buburnya sampai kamu habiskan tadi?" tanyanya.
Aku berusaha tenang, "Maksud kamu apa Mas? Kamu tahu nggak kalau ibu hamil itu nggak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam? Bisa nggak, kamu melakukan sesuatu yang nggak bahaya buat anakku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyren (Completed)
Genç Kız EdebiyatıCinta, Kepercayaan, dan Pengorbanan Orang kalau sudah cinta dan percaya kepada pasangannya, akan melakukan pengorbanan apapun itu tanpa peduli kalau hal itu bisa saja menyakiti dirinya sendiri. Cinta, kepercayaan, dan pengorbanan adalah suatu hal...