31. Sabar Ya Mas Suami

379 14 0
                                    

Katanya terima tantangan.
Yaudah cari aja solusinya sendiri




Happy Reading

Setelah hujan akan ada pelangi, namun setelah perdebatan akankah muncul baikan? Atau lanjut dengan perdebatan-perdebatan yang lain?

Setelah ucapan yang tak sepenuhnya salah kemarin, Mas Rendra tidak menampakkan wujudnya lagi di rumah sakit. Apa dia tersinggung dengan ucapanku kemarin? Apa dia merasa aku benar-benar akan memisahkannya dengan Ajeng? Padahal aku tak benar-benar ingin ada perpisahan di antara kami. Aku ingin merawat Ajeng bersama-sama dengannya tapi aku masih terlalu kecewa dengannya. Lantas aku harus bagaimana?

"Assalamualaikum," sapa seseorang dari luar. Ternyata Papa dan Mama mertuaku.

"Waalaikumsalam, Pa, Ma," jawabku sambil menyalami keduanya.

"Kamu sendirian Reyn?" tanya Papa. Aku mengangguk karena dari pagi tadi aku memang sendirian.

"Rendra kemana? Bukannya dia yang jaga kamu dari malam sampai pagi?" tanya Mama Rani.

Ohhh jadi mereka udah sepakat bagi jam jaga aku? Pantas saja semalam udah aku usir pun dia nggak mau pergi. Aku pikir dengan ucapanku yang nyelekit itu bisa membuatnya pergi tapi sepertinya tidak berefek apapun untuknya.

"Tadi pagi pas aku bangun dia udah pergi Ma. Memang semalam dia tidur disini. Kata suster tadi juga dia perginya buru-buru," jawabku.

"Keterlaluan anak itu. Udah diberi kesempatan dan tanggung jawab malah kabur gitu aja," omel Papa.

Aku tersenyum, "Udah nggak apa-apa Pa. Alhamdulillah Reyna udah lebih sehat dari kemarin. Besok juga udah boleh pulang," ujarku.

Mama Rani memelukku, "Maafin Mama kemarin ya sayang.....Mama main pergi gitu aja. Harusnya kan Mama ngertiin posisi kamu. Rendra memang salah dan dia pantas mendapat hukuman itu," ujar Mama.

Ku balas pelukan Mama, "Reyna yang harusnya minta maaf sama Mama. Nggak seharusnya Reyna bicara kayak gitu,".

"Udah maaf-maafannya. Sekarang kamu makan Reyn, biar cepat pulih. Papa boleh gendong Ajeng?" ujar Papa.

Aku tersenyum dan mengangguk, "Boleh dong Pa. Ajeng pasti senang digendong sama kakeknya," jawabku.

Mama Rani membuka kotak makannya. Aku memang meminta dibuatkan masakan beliau. Aku rindu masakan Mama Rani.

"Kapan Papanya boleh gendong?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari luar kamar.

Kami semua menoleh dan ternyata yang datang Mas Rendra.

"Apa sihh nggak jelas banget," celetuk Papa. Aku tahu Papa memang masih marah sama suamiku itu. Untung saja Papa cuma mode cuek, kalau tidak bisa-bisa Mas Rendra habis di tempat. Hehehehe.

"Ya kan aku juga pengen gendong anakku Pa," ujarnya.

"Emang yakin ini anak kamu? Bukannya kamu nggak mau mengakui dia?" tanya Papa sengit. Sedangkan aku dan Mama Rani hanya menonton perdebatan dua generasi yang berbeda itu.

Mas Rendra terdiam.

"Nihhh kamu gendong anaknya Reyna," ujar Papa sambil menyerahkan Ajeng ke gendongan Mas Rendra.

"Pa.....Papa nggak lupa kan sama permintaanku?" panggilku.

Papa tersenyum, "Biarin aja Reyn. Biar dia tahu rasanya membersihkan pup dan pipis anaknya,".

Mas Rendra terlihat terkejut dan langsung menyentuh pantat Ajeng. Mau nggak mau aku tertawa melihat tingkah konyol Papa mertuaku. Kasihan juga melihat ekspresi kagetnya Mas Rendra. Haahahahahaha.

Reyren (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang