Aku nggak kuat menahan semua ini sendirian
Aku nggak bisa setegar itu Mas
Happy Reading
Sepandai apapun tupai melompat, ada kalanya dia terjatuh. Seperti bangkai yang cepat atau lambat akan tercium juga baunya. Begitupula sekuat apapun kita menyembunyikan sesuatu, pasti suatu saat akan terbongkar.
Sepertinya sudah cukup aku menyembunyikan masalah ini. Sudah terlalu lama aku memendamnya sendirian. Sudah cukup aku berusaha terlihat tegar meski setiap sujudku diiringi oleh tangisan yang tak mampu aku perlihatkan ke banyak orang.
Sudah cukup aku mendengar cacian dan omongan tak mengenakkan dari orang-orang sekitarku. Aku hamil dan punya suami, tapi kenapa seolah aku hamil di luar nikah karena suamiku tak pernah ada di rumah selama aku hamil?
Ya Allah kenapa ujian-Mu sungguh luar biasa? Kuatkan dan tabahkan hamba menerima semua ini dengan ikhlas. Karena aku yakin akan ada rencana Allah yang jauh lebih indah daripada rencanaku.
"Mbak, jadwal check up kapan?" tanya Alma.
"Besok, kenapa?" tanyaku balik.
Entah apa tujuan Alma menanyakan hal itu.
"Aku antar yaa. Aku juga pengen lihat perkembangan calon keponakanku," balasnya.
Aku tahu Alma pasti mempunyai tujuan tertentu karena check up bulan lalu saja dia cuma menanyakan perkembangan calon anakku tanpa repot-repot ikut ke rumah sakit.
"Mbak? Kok malah bengong?" panggilnya membuyarkan lamunanku.
"Ehhh iyaa, ya kalau kamu nggak sibuk silahkan ikut. Emang besok free?" ujarku.
"Free kok, aku besok jatah libur magangnya," jawabnya.
Yaaa kalau sudah begini mana bisa aku menolaknya karena jika aku menolak ditemani, pasti Alma akan tanya lebih jauh lagi dan aku tak mau keceplosan lagi seperti dua bulan yang lalu saat aku tengah menerima telepon dari Mas Rendra.
***
"Usia kandungannya sudah menginjak tujuh bulan ya Bu. Pola makannya lebih dijaga lagi, olahraga yang rutin supaya waktu melahirkan nanti bisa normal," ujar dokter.
Alma langsung terkejut mendengar penuturan dokter itu tentang usia kandunganku. Sepertinya aku harus segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi daripada berbohong terus menerus tapi aku takut kalau Mas Rendra tahu aku menceritakan semuanya ke Alma. Aku benar-benar pasrah kali ini. Tidak mungkin juga aku menyembunyikan hal sebesar ini selamanya.
Sesampainya di rumah, "Mbak, cerita sama aku sebenarnya Mbak Reyn sama Mas Rendra itu kenapa?" ujarnya.
Aku berusaha baik-baik saja, "Nggak ada apa-apa dek. Emang kenapa sih?"
"Mbak Reyn itu nggak bisa bohong sama aku. Aku tahu Mbak lagi menyembunyikan sesuatu. Kenapa usia kandungan sama usia pernikahan selisih banyak? Iya, aku tahu ada cara perhitungan menurut medis tapi buat kasus Mbak ini nggak masuk akal aja," balasnya.
Aku menghela nafas dalam-dalam, "Sebenarnya Mbak sama Masmu udah melakukan hubungan "itu" sebelum menikah,"
"Apa??"
Bukan Alma yang berteriak seperti itu, tetapi tiba-tiba Mama Rani sudah ada di depan pintu kamar. Sejak kapan Mama mertuaku itu datang?
"Mama?" panggilku dan Alma berbarengan.
"Semua itu benar Reyn?" tanya Mama yang langsung masuk kamar.
Mau tak mau aku mengangguk. Apa aku juga harus menjelaskan penyebabnya? Apa aku sanggup menceritakan kronologi yang ingin aku lupakan.
Namun dugaanku salah, Mama Rani malah tersenyum dan memelukku. Nahh ini Mama kenapa sih? Kok kayaknya malah bahagia banget?
"Jadi nggak lama lagi dong Mama mau nimang cucu?" tanyanya. Aku mengangguk saja karena masih syok.
Harusnya yang syok itu Mama dong karena aku dan anaknya ketahuam berhubungan badan sebelum menikah, lah kok ini malah aku yang syok melihat euforia Mama.
"Benar-benar ya Mbak Reyn. Jadi Mas Rendra nyuruh menyembunyikan semua ini ya cuma gara-gara kalian udah "berhubungan sebelum nikah". Mana udah tujuh bulan lagi," omel Alma. Lagi-lagi aku hanya tersenyum dan mulutku masih terkunci rapat.
"Kalau gitu kita persiapan mitoni ya sayang. Mama akan suruh Rendra pulang biar bisa melakukan semua prosesinya bersama," ujar Mama.
Waduhhh kok bawa-bawa Mas Rendra? Aku harus gimana sekarang?
"Ehhh Ma, biar aku aja yang telepon Mas Rendra," cegahku saat tahu Mama Rani sudah mengeluarkan handphone.
"Udah Mama aja yang telepon. Bentar ya, Mama keluar dulu. Di depan ada Papa, kalian temui sana," balas Mama.
Aku dan Alma keluar dan ngobrol dengan Papa Alfian, Papa mertuaku.
***
Tok tok tok
Siapa ya pagi-pagi sudah bertamu?
"Biar Alma aja yang buka," ujar Alma. Pagi itu aku, Alma, dan kedua mertuaku sedang sarapan.
Ternyata........
"Ini nih Ma biang keroknya," ujar Alma sambil menggandeng seorang laki-laki yang sangat aku rindukan. Tapi kok......
"Ya ampunn anak Mama kok kurus sih? Di Kalimantan emang makannya dibatasi?" ujar Mama sambil memeluk anak laki-lakinya.
Ya, orang yang datang itu adalah suamiku, Narendra Alra Sakti Pradana alias Mas Rendra.
Mas Rendra menyalami Mama dan Papa. Karena tak mau menimbulkan curiga, aku juga ikut berdiri dan menyalaminya. Beruntung dia mau menyambut tanganku. Setelahnya kami sarapan dan ngobrol banyak hal mengenai prosesi mitoni. Mitoni adalah prosesi adat Jawa untuk ibu hamil yang usia kandungannya sudah menginjak tujuh bulan.
"Mama kok tahu kamu mau mitoni?" tanya Mas Rendra saat kami berada di kamar. Sebenarnya semua itu kami lakukan hanya tak mau orangtua curiga.
"Aku keceplosan sama Alma dan Mama dengar. Cuma tentang usia kandungan kok. Bukan yang lain," jawabku.
"Alma masih curiga?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk, "Aku nggak kuat Mas. Aku nggak kuat menahan semua ini sendirian. Sudah tujuh bulan, apa Mas Rendra masih marah? Aku nggak bisa setegar itu Mas. Aku capek," ujarku sambil menangis.
"Salah sendiri berani berbuat tapi takut bertanggungjawab. Makanya kalau mau selingkuh itu jangan kebablasan sampai hamil. Repot sendiri kan jadinya," balasnya dan langsung keluar kamar.
Jujur kalimat yang dikeluarkan dari mulut Mas Rendra selalu saja berhasil membuatku down. Apapun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan lagi-lagi aku hanya bisa menangis pilu.
***
Semua prosesi mitoni sudah dilaksanakan dan sekarang tinggal pengajian syukuran tujuh bulan kehamilanku. Rasanya bahagia banget bisa melakukan semua itu bersama Mas Rendra meski aku tahu dia melakukan semua ini hanya demi orangtuanya.
"Rendra, kamu ajak istrimu istirahat ya. Kasihan seharian udah acara terus," ujar Papa Alfian. Papa mertuaku memang sesayang itu kepadaku.
Kali ini orangtua yang hadir hanya Mama Rani dan Papa Alfian, sedangkan Ayah dan Mamaku sendiri berhalangan hadir karena sedang keluar kota mengurus bisnis percetakannya. Memang kedua orangtuaku itu suka banget dengan yang namanya bisnis.
Mas Rendra langsung tidur di kasur sedangkan aku ke kamar mandi dahulu.
"Lahhh kok kasurnya dikuasai dia. Terus aku tidur dimana?" ujarku pelan saat melihatnya sudah tertidur di kasur.
Aku mengambil salah satu bantal dan beralih ke sofa yang ada di kamar. Aku hanya berharap bisa tidur dengan nyenyak karena aku tak mau anakku kelelahan.
"Nak, malam ini kita tidur disini dulu ya. Jangan rewel ya sayang," ujarku sambil mengelus perutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyren (Completed)
ChickLitCinta, Kepercayaan, dan Pengorbanan Orang kalau sudah cinta dan percaya kepada pasangannya, akan melakukan pengorbanan apapun itu tanpa peduli kalau hal itu bisa saja menyakiti dirinya sendiri. Cinta, kepercayaan, dan pengorbanan adalah suatu hal...