Sungguh ini pembicaraan yang sangat absurd
Happy Reading
Keyakinan dalam menjalani pernikahan itu sangat penting. Mungkin menurut orang, aku ini bodoh karena kembali pada laki-laki yang sudah "membuangku". Bukan tanpa alasan aku mau kembali bersama Mas Rendra. Semua itu sudah aku pikirkan dengan matang.
Keraguan mungkin sempat ada di hatiku. Keputusan yang aku buat mungkin bertolak belakang dengan pemikiran rasional. Tapi lagi-lagi aku mempertimbangkan semua itu bukan hanya dengan otak tetapi juga hati.
"Kamu yakin mau pulang lusa?" tanyaku.
Sudah tiga bulan aku berada di Solo. Mas Rendra sudah sembuh total. Tulang rusuknya yang sempat patah pun sudah kembali merekat. Hanya saja dokter menyarankannya tidak melakukan pekerjaan yang terlalu berat. Hal itu sekarang yang menjadi pantangannya selama satu tahun kedepan. Takutnya kalau bekerja berat, akan bahaya untuk tulang rusuknya.
"Kenapa? Kamu nggak mau? Yaudah nggak apa-apa kalau kamu mau menetap disini. Nanti biar aku yang beresin barang-barang kita," balasnya.
"Lohh kok kamu ngomong kayak gitu? Aku cuma tanya kamu yakin mau pulang lusa? Apalagi kamu mau nyetir sendiri kan?" ujarku tersulut emosi.
Mas Rendra masih bersikap tenang. Entah mengapa selama kita tinggal di Solo, dia yang sering mengalah kalau aku sudah mulai emosi.
"Kamu belum dikasih tahu Papa ya?" tanyanya.
Aku mengernyit, "Apaan?"
Mas Rendra menghela nafas, "Tanya sendiri sana. Aku mau main sama putri kesayanganku," jawabnya yang kemudian menguyel-uyel Ajeng.
"Yaudah sih kalau nggak mau kasih tahu. Awas aja nanti malam nggak dapat jatah pelukan," ancamku.
Selama disini pula, Mas Rendra selalu tidur dalam pelukanku. Aku belum berani melakukan hal yang lebih dari itu karena kesehatan Mas Rendra juga yang belum sepenuhnya pulih. Terlebih juga karena mentalku yang masih trauma.
"Hilihhh cuma pelukan doang. Padahal aku maunya yang lain," balasnya.
Ku cubit lengannya, "Salah sendiri kesini nggak bilang dulu, alhasil tiga bulan harus berurusan sama dokter kan? Kalau aja kamu dulu bilang sama aku kalau mau jemput, pasti sekarang udah ada adiknya Ajeng," celetukku asal.
Mas Rendra tertawa dan menarikku dalam pangkuannya, "Yakin udah jadi adiknya Ajeng?" tanyanya.
Aku tahu dia bercanda tapi kenapa jadi salah tingkah ya? Hahahahah.
"Minggir Mas, aku mau beresin barang-barang kita," elakku.
Lagi-lagi dia tertawa, "Kalau gitu kita buatnya nanti malam mau?" tanyanya sengaja menggodaku.
Ku tatap matanya, "Boleh....," jawabku berbohong. Padahal hari ini adalah hari pertama aku haid. Enak nih ngejailin suami.
"Bener lho ya....awas aja nggak jadi," ancamnya.
Aku hanya mengendikkan bahu dan berdiri.
***
Malam telah tiba, dan saatnya aku melancarkan aksiku. Hahahaha.
"Reyn, Ajeng udah tidur?" tanya Mas Rendra yang tiba-tiba masuk kamar.
Aku mengangguk, "Baru aja. Kenapa?" tanyaku.
Dia terlihat gelisah, "Nggak apa-apa. Aku mau cari angin dulu ya," ujarnya.
Ingin rasanya aku tertawa melihat tingkah konyol suamiku. Hahahahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyren (Completed)
ChickLitCinta, Kepercayaan, dan Pengorbanan Orang kalau sudah cinta dan percaya kepada pasangannya, akan melakukan pengorbanan apapun itu tanpa peduli kalau hal itu bisa saja menyakiti dirinya sendiri. Cinta, kepercayaan, dan pengorbanan adalah suatu hal...