Enough

31 10 10
                                        

Masih dimalam yang sama. Malam dimana Ivan menghembuskan nafas terakhirnya. Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 12 malam. Seorang pria berjalan menyusuri loteng, tidak, lebih tepatnya lokasi dimana Arkan ditemukan tidak bernyawa.

"Bunuh gw sekarang" ujar Dylan, pria yang berjalan ditengah gelapnya malam.

Seseorang yang kita sebut saja 'Pembunuh' membalikkan kursi tahta nya. Orang itu sedang menyantap snack sambil memandangi komputer yang berada dihadapannya.

Mereka berada diruang rahasia yang ditemukan Arkan sebelumnnya.

"BUNUH GW SEKARANG" Teriak Dylan putus asa.

Pembunuh itu tersenyum bak iblis. Kemudian ia melemparkan belati miliknya kearah Dylan. Percaya atau tidak, Dylan tidak sama sekali menghindar. Belati yang diketahui sangat tajam itu berhasil menembus jantung milik Dylan.

"Tepat sasaran"

*****

"Sekarang gimana?" tanya Alvaro pada Ben dan Rara

Anin tidak berada bersama mereka setelah Ivan dan Dylan dimakamkan pagi ini. Gadis itu sedang beristirahat setelah meminum sebuah obat penenang.

"Gw gatau, gw pasrah" ucap Rara benar benar tidak memiliki semangat hidup

Alvaro memegang serta menegakkan pundak mantan kekasihnya itu, "Ra, liat gw"

"Ada gw sama Ben yang bakal jaga lu sama Anin, we will do anything to safe you both" lanjut Varo

Mengalirlah air mata milik wanita yang Alvaro dan Ben cintai, Rara. Gadis itu tidak terlihat menangis sama sekali akhir-akhir ini, ia pasti menahan air matanya agar Anin tidak cemas. Pelukan hangat didapatkan Rara langsung dari dua pria yang berada bersamanya sekarang.

*****

Waktu menunjukan pukul 1 siang. Rara sedang membersihkan beberapa kamar yang sudah tidak digunakan lagi. Tak lama dari ujung pintu terlihat Ben memperhatikan gerak gerik Rara.

"IH KAGET NJING" teriak rara akibat kaget

Ben memasuki kamar itu tanpa disuruh Rara. Ia duduk disebuah sofa.

"Tell me about Lala"

Rara menghela nafasnya panjang. Berat baginya mengingat masa masa menyeramkan.

"Lu berharap tau apa tentang Lala?" gadis itu bertanya balik

"Ceritain apa aja, gw pengen denger"

Kemudian Rara mengambil posisi duduk disebelah Ben, "Lu pasti tau berita simpang siur yang bilang kalau Lala adalah monster sedangkan gw adalah malaikatnya. But that was wrong. Lala adalah saudara terbaik gw selamanya, dia melakukan segala cara supaya orang-orang yang dia sayang tidak tersakiti. Mungkin gara-gara itu dia dicap sebagai seorang monster"

"Maaf harus ngungkit masa lalu lu"ujar Ben menyesali perkataannya

"Gapapa gw udah terbiasa"

Ben mendadak berdiri lalu menarik tangan Rara menuju atas loteng. Jendela kecil di atas loteng yang sudah dikunci oleh Acha sehingga tidak ada yang bisa keluar, namun masih bisa terlihat sedikit cahaya dari atas sana. Langit siang ini sangat terik tapi juga sekaligus indah untuk dilihat.

"Ngapain edan" tanya Rara

"Dulu lu bilang ke gw kalau mau ngomong sama orang yang udah meninggal tinggal teriak ke atas langit kan? Sekarang lu teriak bilang ke Lala kalau lu kangen dia"

"Gw ga kangen Lala"

"Bohong"

"Bener Ben"

"Bohong"

"BENER IH" Rara tanpa sadar menaikkan sedikit suaranya.

"Ngapain kalian?"

Itu Alvaro, ia cemas jika terjadi sesuatu pada Rara oleh sebab itu ia dengan cepat berlari menuju loteng begitu mendengar Rara menaikkan suarannya tadi.

"Varo temenin gw masak yuk"

Tidak menjawab pertanyaan Varo sebelumnya, Rara mendorong badan besar milik Alvaro keluar dari loteng, hal ini karena suasana akan mendadak menjadi akward jika mereka bertiga disatukan. Disebut apakah situasi ini? Cinta segitiga?

*****

"Anin masih tidur?" tanya Varo sambil pria itu mencuci beberapa tomat di wastafel

"Masih kalau ga salah"

"Ra"

"hmm"

"Jangan nangis" Alvaro melihat Rara meneteskan air matanya tiba-tiba

"Ga nangis varo. Ini bawangnya yang buat air mata gw keluar" jawab gadis itu sambil menghapus air mata miliknya

"Ahahaha lucu"

"IH VAROOOO!!! Gw gamau balikkan"

"Gw ga ngajak balikkan cuman bilang lu lucu doang. Ke geeran njir"

"Ah masa"

"Malu ga sih? gw kalau jadi lu sih malu"

"AH MAMAAA" Rara berlari menuju aula meninggalkan Alvaro sendiri di dapur. Gadis itu berlari akibat malu.

'Tapi bener sih gw ngarep kita balik bareng lagi' ujar pria itu dari dalam hatinya

*****

Si pembunuh memasuki kamar yang sedari tadi Anin gunakan untuk beristirahat.

"Siang Anin"

Anin sontak terkejut. Orang itu mengunci kamar dan hanya menyisakan keduanya didalam sana.

"Jadi sekarang giliran gw ya?"

Monster itu berjalan tanpa ekspresi menghampiri Anin yang masih duduk diatas kasur.

"Kenapa lu lakuin ini semua? Gw tau lu sebenernya orang yang baik" tutur anin

"Bukan urusan lu"

"Hei, dengar, pegang janji ku. Kita akan bertemu lagi dikehidupan selanjutnya. Percaya pada ku, Tuhan akan kembali menyatukan kita" jelas Anin

Perlahan orang itu meletakkan pergelangannya dileher milik sang korban. Sama seperti Dylan, Anin pun tak memberi sedikitpun perlawanan.

Tangan pembunuh itu mendadak dikeraskan. Anin perlahan dicekik. Semakin kuat tenaga yang dikeluarkan tentu saja semakin membuat Anin tidak dapat bernafas. Orang yang mencekik Anin benar - benar tidak mengeluarkan ekspresi sedikit pun.

Didetik-detik terakhirnya, Anin melihat Tasha, Ansel, Lio, Mila, Angga, Ivan, Jason, Sella, Farel, Arkan, Dylan, serta Evano berdiri rapi dibelakang pembunuh itu. Mereka tersenyum bangga pada Anin, beberapa diantara mereka mengulurkan tangan yang artinya sudah siap mengajak Anin pergi dengan tenang bersama mereka.

"Lu-uu ta-uu, teman-teman kita terlihat sangat menawan dengan pakaian putih" ucap Anin dengan sisa tenaga yang ia miliki. Jangan lupakan bahwa wanitu itu tengah dicekik dengan kekuatan dasyat.

"See-eenang be-eerteman deengaa-aan muuu" ucapnya lagi sambil meneteskan air mata dari mata cantiknya itu.

Pergilah Anin menyusul yang lain. Menyisakan Ben Alvaro dan Rara disana, didalam Villa mengerikan itu.

T E R R O R (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang