3.08 : The Infernal Rite

109 23 0
                                    



DI DALAM MIMPINYA, Luce berada di sebuah lapangan datar dan gersang yang ketiga sisinya dibatasi oleh tebing tinggi yang tampak aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DI DALAM MIMPINYA, Luce berada di sebuah lapangan datar dan gersang yang ketiga sisinya dibatasi oleh tebing tinggi yang tampak aneh. Dari tempatnya berdiri, permukaan-permukaan tebing tersebut seperti terbuat dari manik-manik raksasa. Bentuknya tidak beraturan dan warnanya berkisar dari putih gading hingga kuning kecokelatan.

Luce menengadah untuk menatap langit yang terbentang luas di atas kepalanya. Warnanya biru cerah—sama sekali tidak memiliki awan yang membuat anak itu langsung sadar kalau saat ini dia tidak sedang berada di Nightshade. Hampir setiap hari, langit di kota supernatural tempatnya tinggal selalu berserakan oleh awan, entah hari itu akan turun hujan atau tidak. Sementara di tempatnya berpijak sekarang, Luce justru merasakan hawa yang benar-benar kering dan tandus. Bahkan tanah di bawah kakinya terlihat retak-retak dan kasar mengerikan.

Selain setengah lusin burung nasar yang sedang mengoceh sambil terbang menukik dalam lingkaran lesu, Luce tidak mendapati keberadaan satu orang pun di sekelilingnya. Angin gersang yang membuat tenggorokan Luce terasa kering bertiup kencang hingga menerbangkan helaian rambut hitam panjangnya dan membawa aroma seperti logam yang sudah dipenuhi karat.

Dengan rasa penasaran khas anak-anaknya, Luce menyentuhkan tangan ke salah satu manik-manik yang terkubur dalam permukaan dinding. Begitu jemarinya bersentuhan dengan benda bertekstur kasar tersebut, kelopak matanya langsung melebar karena menyadari suatu hal.

Manik-manik tersebut ternyata bukan manik-manik.

Melainkan tengkorak kepala manusia yang sudah dipenggal dari tubuhnya.

Luce kontan merasa perutnya terpilin ketika menyadari tebing yang mengelilinginya sekarang ternyata merupakan rak untuk meletakkan kepala-kepala manusia yang ditusuk berjajar menggunakan tongkat besi. Beberapa di antaranya yang sudah berubah menjadi tengkorak diletakkan pada deretan paling bawah, sementara segelintir yang lainnya yang kelihatan masih baru berada di deretan teratas. Melihat hal itu, Luce seketika menyadari kalau aroma karat yang dibawa oleh hembus angin di sekelilingnya merupakan bau dari darah yang tumpah dan daging yang mulai membusuk.

Luce terhuyung menjauh sambil menjeritkan nama ibu dan ayahnya, berusaha mencari udara yang tidak membawa aroma busuk dari potongan kepala-kepala tersebut, tapi nihil. Aromanya bahkan akan tercium kuat dalam jarak beberapa kilometer kalau kepala-kepalanya sebanyak itu.

"Tenang, Lucinda. Kepala-kepala itu tidak semenyeramkan kelihatannya."

Luce menolehkan kepalanya ke satu arah dan menemukan seorang perempuan yang usianya mungkin berkisar antara lima belas atau enam belas tahun sedang berbicara padanya dengan suaranya yang terdengar berat dan kasar. Pakaian yang perempuan itu kenakan seperti terbuat dari sepotong kulit binatang yang dililitkan ke tubuh melalui salah satu bahu—membiarkan bahu kurusnya yang lain tidak tertutup. Di lehernya, menggantung kalung manik-manik yang tampaknya terbuat dari tulang. Rambutnya hitam dan berantakan karena tertiup angin. Kulitnya yang pucat ternoda oleh debu disana-sini hingga membuatnya tampak kecokelatan. Seandainya tertata sedikit lebih rapi, perempuan itu pasti akan terlihat cantik.

NIGHTSHADE III : The Darkness WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang