CH 3 : Lucinda Fairchild

444 62 7
                                    


BATAVIA — 1911

"Mengapa kau hentikan laju bendinya?" Pria Eropa bertubuh tegap itu bertanya dengan lantang dalam Melayu kasar pada kusir bendi yang duduk di depan. "Cepat jalan! Ini sudah terlalu larut, heh!"

"Ma—maaf, Tuan." Kusir bendi yang rupanya seorang pribumi itu berusaha menjelaskan pada majikannya dengan suara terbata. "Ada—ada wanita di depan. Sepertinya—sepertinya dia sedang tidak sadarkan diri."

Pria berkulit putih itu melongokkan kepalanya. Benar saja, ada seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri di tengah jalan—menghalangi jalur mereka lewat. Dari pakaian yang wanita itu kenakan, mudah menebaknya sebagai bagian dari Eropa. Dia kemudian memberi titah pada kusirnya untuk turun dan mengecek, sementara dia tetap di dalam bendi bersama dua nyai baru yang diboyongnya dari kampung halaman mereka di Surabaya.

Kusir bendi berjalan mendekati tubuh wanita yang terbaring di tengah jalan itu dengan hati-hati. Dia berjongkok di dekatnya dan tangannya terulur perlahan hendak menyingkirkan juntaian rambut hitam panjang yang menutupi wajahnya. Dia terlonjak kaget, nyaris berteriak ketika Narcissa tiba-tiba membuka matanya.

"Sshh!" Narcissa menatap lekat mata laki-laki itu lewat kedua maniknya yang sewarna palung samudera, menggunakan kemampuan Enchanteé untuk mengendalikan pikiran lelaki itu. Dia kemudian melanjutkan dengan bisikan pelan dalam bahasa Melayu. "Bukan laki-laki seperti kau yang ingin kuberi pelajaran. Pergilah!" Narcissa menyeringai dan menunjukkan taring vampirnya pada lelaki itu. "Atau ingin tetap di sini dan menjadi makanan penutupku?"

Meskipun panik dan didera rasa ketakutan luar biasa, lelaki itu tetap diam dan hanya menanggapi pertanyaan Narcissa dengan gelengan.

"Kalau begitu, pergi. Aku tidak akan mengejarmu. Karena aku hanya mengejar orang-orang seperti tuanmu." Narcissa semakin memfokuskan tatapannya sehingga pupilnya bergetar pelan, begitu juga dengan pupil lelaki itu. "Dan lupakan tentang pertemuan kita malam ini segera setelah kau pergi dari tempat ini."

Mengangguk terpatah, lelaki itu akhirnya berdiri dan dengan pandangan kosong berjalan melewati bendi—menuju ke arah yang berlawanan.

Melihatnya, pria Belanda di dalam bendi tentu saja mukanya langsung berubah merah padam. Tanpa mempedulikan raut wajah dua wanita pribumi yang sejak tadi diam di depannya, dia mengeluarkan pistol dari selipan ikat pinggangnya dan melompat turun dari bendi. Dia hendak melesatkan timah panasnya ke arah punggung lelaki pribumi yang terus berjalan menjauh itu ketika suara Narcissa yang berbicara dalam bahasa Belanda tiba-tiba terdengar dari arah belakangnya.

"Halo, Tuan Boogman."

Pria itu batal menekan pelatuk pistolnya dan memutar tubuh ke asal suara. Tidak ada siapa-siapa di sana, sebab Narcissa sudah berpindah selekas hembusan angin ke belakangnya lagi.

"Ups." Narcissa terkikik dan dia tidak berpindah lagi ketika Tuan Boogman kembali berbalik.

"Siapa kau?!"

"Fille à la cassette." Narcissa menjawab tenang pertanyaan bernada menyengal pria Belanda itu. "The casket girl. Dan kau tahu apa yang paling dibenci oleh casket girl?"

Tuan Boogman menodongkan pistolnya ke arah wajah Narcissa. "Aku tidak suka bertele-tele, Nona. Jika kau hanya ingin membuang waktuku, sangat disayangkan jika peluruku harus menembus kepala indahmu itu."

Tidak terganggu sedikit pun, Narcissa malah tertawa dengan suaranya yang bergemerincing layaknya lonceng gereja. "Mau kau tembak aku ratusan kali dengan timah panas itu, aku tidak akan bisa mati, kau tahu? Kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Jadi jangan terlalu jumawa."

NIGHTSHADE III : The Darkness WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang