[20]

33 5 0
                                    

Lebih dari 2 jam Salwa dan Fano menunggu Arra sadar namun ia tidak juga kujung membuka matanya. Dokter bilang luka hasil goresan yang Arra buat sangat dalam membuat ia banyak kehilangan darah.

"Banyak sekali Pasien harus kehilangan darah, dan pihak rumah sakit berusaha untuk mencarikan darah yang cocok untuk dia." Jelas dokter itu kepada Salwa dan Fano.

"Maaf dokter, Golongan darah Arra apa ya dok kalo kita boleh tau?" Tanya fano dengan sopan kepada dokter yang terbilang masih muda itu.

"Golongan darah yang Arra miliki sangat langka, hingga jarang sekali ada di rumah sakit ini. Golongan darah dia AB-."

itulah percakapan 2 jam yang lalu setelah dokter itu memeriksa keadaan Arra.

"Fan, kalo Arra ga dapatin pendonor darah, apa dia bakal tidur gini aja." Tanya Salwa kepada Fano.

"kemungkinan sih dia ga akan sadar, dan akan memburuk." Salwa yang mendegar ucapan Fano hanya mengangguk paham sembari menatap Arra yang terbaring diatas brankar dengan selang infusnya.

"Sal, Arra pasti sadar. kan ada Risma." Salwa langsung berdiri dari duduknya setelah mendegar ucapan Fano barusan, lalu ia melangkah pergi meninggalkan Fano bersama Arra.

Salwa kini tengah berlari menuju sekolahnya, tujuan Salwa adalah keempat cowo yang sendari tadi dia tunggu, namun tidak kujung datang bahkan pesan yang Salwa kirim hanya dibaca saja.

Cukup jauh Salwa berlari kini ia telah sampai di depan gerbang sekolah yang sudah sepi. Salwa masi berdiri mengatur nafasnya yang naik turun sehabis berlari.

"Pak, bukain pa." Pinta Salwa kepada penjaga sekolah.

"Loh nak Salwa mau ngapain, Semua udah di pulangkan nak." Ucap pak jajang selaku penjaga sekolah itu.

"Pulang, jadi sekarang didalam udah kosong?" Tanya Salwa.

"Pak jajang kurang tau, soalnya tadi masi ada anak-anak yang di hukum, itu kek Nak Babel sama teman-temannya."

"Ya udah ijinin saya masuk pak, saya mau pastiin mereka." Pak jajang pun membukakan Pager besar itu dan dengan cepat Salwa berlari memasuki halaman sekolahnya.

Salwa Berlari dari sudut ke sudut ruangan koridor yang lainnya, namun tidak menemukan Ke empat cowo itu.

"Lo Bangsat Han!" Bentakan suara cowo yang berasal dari gudang membuat Salwa dengan cepat melangkah mengahampirinya.

Salwa terdiam melihat Ahan yang terjatuh dengan luka lebam disudut bibirnya. Dengan cepat Salwa membantu Ahan berdiri namun di tarik kasar oleh Iqbal.

"Sal, ga perlu nolongin orang yang kek dia."

"Ini kenapa lagi sih" Pekik Salwa.

"Lo harus tau Sal, dia orang yang udah berani diam, padahal salah." Sahut Asep dengan emosi.

"Maksudnya apa sih, cukup masalah Risma, jangan ada masalah baru lagi plis." Salwa menatap wajah mereka satu persatu.

"Sama aja lo munafik jika dibelakang kita lo kek gitu." Iqbal menatap Ahan dengan tajam

"Gue masih ga paham maksudnya apa." Salwa menghampiri Ahan dengan bingung.

"Jelasin ke gue han" pinta salwa

"Gue ga munafik!" Ucap Ahan penuh penekanan disetiap katanya. "Masalah Amel lebih besar dibanding masalah Risma." sambung Ahan lagi.

"Lo ga tau aja busuknya Amel han." Asep kembali menarik kerah Ahan ingin sekali Asep memukul Ahan lagi, namum Asep tahan orang yang ada didepannya ini bagaimana pun sahabatnya.

TAkLukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang