Typo? Tandai ehe.
Vote yuuuuu💪[°°°]
Seorang pria dengan badannya tegap, berdiri di depan jendela ruangan menatap pepohonan sekitar istana. Pria dengan rambut yang mulai memutih itu tetap terlihat segar bugar meskipun dirinya perlahan termakan usia dari tahun ke tahun. Iya, dia adalah seorang Raja yang memimpin Kerajaan Subanha, rakyat mengenalnya sebagai sosok yang adil dan bijaksana. Sosok yang bisa membuat rakyatnya bahagia dan damai.
Sayangnya, di bawah kesempurnaan Raja Subanha yang cukup baik hati–banyak bawahannya yang kurang sadar diri. Raja Subanha menyadarinya, namun entah kenapa ia enggan memberikan hukuman setimpal. Hanya Ratu Tiara lah sosok yang paling disegani oleh seluruh penjuru Kerajaan. Ratu itu bersikap anggun dan tegas, seakan hanya dia seorang yang bisa mengendalikan Raja Subanha beserta putranya, Pangeran Dimas.
"Salam Hormat, Yang Mulia Raja Subanha." Seorang lelaki dengan baju hitamnya menunduk hormat pada Raja Subanha.
"Apa ini laporan tentang Pangeran?" tanya Raja. Dari nada bicaranya, dia bahkan seperti sudah tahu dan hanya berusaha berbasa-basi.
Lelaki itu tersenyum tipis. "Apalagi kalau bukan tentang Pangeran, Raja?"
Raja Subanha berpindah posisi dengan duduk di kursi kayu berukir miliknya. Dia menatap bawahannya–mata-mata untuk anaknya–dengan tatapan serius. "Katakan."
"Maaf bila saya lancang, saya ingin bertanya dahulu apakah Pangeran pernah mengambil izin dari anda tentang libur semedinya?" tanya sangat mata-mata.
"Libur semedi? Bukankah dia selalu pamit padaku setiap hari untuk pergi semedi di gua itu?" Kini, Raja Subanha mulai mengerti, Pangeran Dimas sudah belajar berbohong. Lantas kemana saja Pangeran Dimas pergi selama waktu semedinya yang ia tinggalkan?
Raja Subanha menghela napas. "Jadi, selama kau mengikutinya dia pergi ke mana?"
Barulah saat pertanyaan itu terlempar, lelaki itu terdiam. Dia menunduk. "Saya sudah berusaha agar tidak ketinggalan jejak, tapi—"
"Kau kehilangan jejaknya?" potong Raja Subanha. Dia mengangkat salah satu alisnya saat suruhannya itu mengangguk. "Setiap hari? Kau bercanda?"
"Maafkan saya, Yang Mulia." Segera lelaki itu bersujud meminta mengampunan. Dia juga tidak tahu kenapa terus kehilangan jejak dari Pangeran Dimas, padahal dia berusaha untuk tidak berkedip sekali pun agar tidak kehilangan jejak lagi dan lagi.
"Berdirilah," ujar Raja itu. Dia melempar sekantong koin emas di bawah kaki orang itu.
Lelaki itu terkejut. Dia masih digaji meskipun tidak becus dalam bekerja. Dengan terharu dia mengucapkan, "Yang Mulia baik sekali, Terima kasih Yang Mulia. Saya akan bekerja lebih baik lagi."
"Kau dipecat."
[°°°]
Ibu tiri mendelik-delikkan matanya. Subuh saat dia datang, bukannya melihat makanan tersaji lezat di atas meja makan, justru melihat beban keluarga yang baru. Siapa lagi kalau bukan Ikan Mas yang sekarang masih nyaman dalam mimpinya meski hari beranjak siang.
Reid menatap ibunya dan Ikan Mas bergantian. "Dia menumpang sebentar saja."
"Siapa dia?! Nasi untuk kita saja tidak cukup, apalagi ditambah satu orang, ah sial sekali. Kalian jangan terlalu baik! Bagaimana kalau dia punya penyakit menular?" cerocos ibu tiri. Dia ingin istirahat, tapi melihat beban baru sepertinya dia tidak bisa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become A Red Onion Stepsister
FantasyBagaimana rasanya masuk ke dalam dongeng yang bahkan tidak pernah kamu percayai? Alia baru saja merasakannya, dan dia menjadi pemeran utama Bawang Putih. Apa kabar dengan nasibnya setelah ini? Tidak. Alia harus melawan Bawang Merah! Sialnya, dongen...