"Dengar, kalian jangan mati di tengah jalan. Kalau Bawang Putih tidak apa-apa, kalau anakku jangan," ucap Ibu Tiri. Dia baru saja kembali dari rumah sang teman. Alia sih awalnya ingin pergi lebih cepat, tapi Reid menahannya untuk menunggu wanita tua itu pulang.
Alia memandang Ibu Tiri datar, tidak protes meski ingin. Sedangkan Reid hanya mengangguk sebelum mencium pipi wanita tua itu dan menarik Alia pergi.
Melihat hal tersebut, Alia termenung. Kapan terakhir kali dia mencium pipi ibunya? Hubungan dirinya dan sang ibu terasa asing sejak Alia beranjak dewasa.
Lupakan, pikir Alia menggelengkan kepalanya. Dia sedikit sensitif, maklum, wanita. Apa-apa menjadi pikiran, senang sekali stress dengan pemikiran sendiri. Alia menarik napasnya dalam menghirup udara segar.
"Mari cari tumpangan terlebih dahulu," kata Reid menarik tangan gadis itu.
"Kita akan menaiki kereta kuda?" tanya Alia. Dia menyipit menatap wajah Reid yang jauh lebih tinggi dari kepalanya. Alia hanya dapat melihat siluet kepala Reid karena sinar matahari yang membelakangi.
Reid mengangguk, dia berdecih dan mengangkat tangannya menutupi sinar matahari dari kepala Alia. Sembari terus berjalan, Laki-laki itu berkata, "Aku tidak tahu. Tapi untuk sementara, kita akan menaiki kereta kuda bersama para pendaki yang kukenal."
"Tempat apa yang ingin dikunjungi terlebih dahulu?" tanya Reid pada Alia. Alia menepuk jidatnya, dia baru ingat!
"Kau tidak tahu kita ke mana?! Seharusnya kau bertanya lebih awal! Bagaimana jika kereta kuda mengarah pada jalan yang berlawanan?" ucap Alia meringis. Menangisi dalam hati atas dirinya dan kedataran Reid yang seperti tidak punya otak mendadak.
Alia membuka buku usang 'Jalan Dunia'. Sebenarnya, nama itu Alia yang memberikannya. Sedikit norak, tapi Alia suka menyebutnya. Dari pada dia harus terus-terusan menyebut buku itu, buku ini dan bla bla bla.
Alia membuka bab pertama. Oh, haruskah dirinya mengikuti bab secara runtun, atau pergi secara acak? Entah tahun berapa buku ini ditulis, Alia yakin banyak yang berubah dari tempat-tempat yang dituliskan oleh buku Jalan Dunia.
"Emmm," gumam Alia bingung. Tangannya bergerak membuka bab-bab yang lainnya sembari memikirkan akankah dia mengikuti buku ini dari awal sampai akhir?
"Kau bahkan bingung," ejek Reid. Meski tidak cocok dengan wajahnya.
"Diamlah!" Alia melirik Reid yang sedang mendengkus. Langkah mereka menimbulkan suara dentum yang mengisi keheningan di antara mereka berdua. Alia mengangkat wajahnya, sudah sampai mana Reid membawaku?
"Eh, tunggu, bukankah ini jalan menuju ibu kota?" tanya Alia. Mau sampai mana mereka berjalan? Reid berencana pergi membawanya ke ibu kota Kerajaan tanpa berkata apapun.
Reid mengangguk. "Temanku orang yang tinggal di ibu kota. Kita hanya perlu berjalan beberapa menit."
Alia tidak percaya dengan kalimat yang terlontar dari bibir laki-laki itu.
[°°°]
"BEBERAPA MENIT?!"
Sudah Alia duga, sampai keringat membanjiri wajahnya, mereka baru sampai di gerbang ibu kota. Membutuhkan waktu dua jam untuk berjalan kaki, mereka sempat istirahat di tengah jalan karena stamina Alia kian terkuras.
"Benar, ini hanya beberapa menit. Maksudku, lebih dari dua menit artinya beberapa menit, kan?"
Apa kau berusaha bercanda?! batin Alia tak menyangka. Selera humor laki-laki ini benar-benar buruk. Apa setiap orang tampan punya selera humor segaring jokes bapack-bapack di dunianya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Become A Red Onion Stepsister
FantasyBagaimana rasanya masuk ke dalam dongeng yang bahkan tidak pernah kamu percayai? Alia baru saja merasakannya, dan dia menjadi pemeran utama Bawang Putih. Apa kabar dengan nasibnya setelah ini? Tidak. Alia harus melawan Bawang Merah! Sialnya, dongen...