Typo? Tandai!
[°°°]
Alia memandang langit yang mulai gelap. Matahari tampak hilang ditelan bumi, sinarnya kian redup. Alia hanya bisa menyaksikan hal tersebut dari dalam kereta kuda.
Lima jam perjalanan mereka, benar-benar membuat bokongnya lelah, terhentak-hentak dengan tidak cantik. Jalan bebatuan dan berlubang menjadi pemicu utamanya. Nohta, Ilita, dan Marrow pun tampak sudah terlelap dengan posisi duduk. Alia mengangkat tubuhnya sedikit untuk mengintip keadaan Anggit. Wanita itu juga sudah menutup matanya entah sejak kapan. Hanya Alia yang di sini masih terjaga, kecuali Reid. Sepertinya laki-laki itu menahan kantuk berat, dan memaksakan dirinya untuk terus membuka mata.
Mungkin Alia sudah mulai mengerti rute tujuan teman-teman Reid. Nohta mengatakan bahwa mereka akan mendaki di sebuah gunung yang memiliki telaga yang indah di kaki gunungnya. Nohta juga menjelaskan, bahwa rute perjalanan mereka adalah tempat yang memiliki banyak persediaan air, serta tempat yang sejuk. Marrow pun ikut mengatakan bahwa mereka juga harus mencari tempat yang cocok untuk berburu binatang.
Dua hal utama itu menjadi alasan kenapa tempat tersebut menjadi tujuan teman-teman Reid untuk mendaki. Namun Reid, Ianas dan dirinya tidak akan sampai di tempat yang sama dengan mereka. Alia memutuskan untuk turun di tengah jalan sesuai dengan petanya. Kedua laki-laki itu juga tidak keberatan atas permintaan Alia.
Alia membenarkan letak kepala Ianas yang tidak nyaman dilihat. Rambut hitam laki-laki itu menjuntai-berayun mengikuti gerakan kereta kuda mereka. Alia mengambil selendang tebalnya, lalu melilit leher Ianas dengan benda itu. Jika seandainya Ianas tidur tertunduk, lehernya tidak akan terlalu pegal.
"Nona tidak ingin tidur?"
Alia menatap punggung kusir kuda yang masih tegak di tempat duduknya. Dia tidak mengantuk?
Alia balas menggeleng. "Tidak. Saya belum mengantuk. Pak tua sendiri bagaimana?"
"Nona ini ada-ada saja." Pak Kusir tertawa. Tawa orang tua itu nampak membuat Alia merasa lebih baik. "Saya sudah biasa mengantar orang-orang dengan perjalanan yang cukup jauh. Terkadang saya bisa tidak tidur dua sampai lima hari."
Alia melebarkan matanya terkejut. Dia menyempatkan diri untuk melirik Reid yang akhirnya tertidur sambil memeluk kain berisi pakaian ganti. "Memang ada yang menempuh tempat sampai sejauh itu?"
"Tentu saja, Nona. Saya bukan pendaki atau pun orang yang senang pergi suatu tempat. Namun akibat pekerjaan saya, saya dapat menikmati tempat-tempat yang kadang dituju penumpang saya."
Pak Kusir tidak menatap Alia sama sekali. Dia terus berbicara. "Ada yang ingin Nona tanyakan? Mungkin ini bisa mengatasi rasa bosan saat di perjalanan."
Alia memandang langit yang akhirnya sudah dipenuhi bintang malam. Gadis itu mengusap wajahnya. Udara malam mendadak cukup dingin.
"Apa Pak Kusir pernah melihat istana Kerajaan?" tanya Alia penasaran. Itu adalah tempat protagonis laki-laki tumbuh menjadi pria yang ramah.
Kusir itu terdiam sesaat. "Hm, istana kerajaan ya? Saya pernah mengantar seorang laki-laki yang akan menjadi calon prajurit di istana itu. Saya pernah melihatnya sekali, hanya sekali. Tempat itu ... indah."
"Kesan pertama Pak Kusir bagaimana? Saya benar-benar penasaran, tempat itu seperti apa." Alia mulai memancing.
"Yah, saya di sana melihat pagar yang dilapisi emas, kereta kuda yang menjadi permata sebagai hiasannya, dan beberapa gadis bangsawan muda yang keluar masuk dari istana," jawab Pak Kusir. "Itu benar-benar istana Kerajaan yang mewah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Become A Red Onion Stepsister
FantasiaBagaimana rasanya masuk ke dalam dongeng yang bahkan tidak pernah kamu percayai? Alia baru saja merasakannya, dan dia menjadi pemeran utama Bawang Putih. Apa kabar dengan nasibnya setelah ini? Tidak. Alia harus melawan Bawang Merah! Sialnya, dongen...