28- Sampai di Istana.

65 13 2
                                    

"Ada apa denganmu!" Reid mulai membuka mulutnya. Keningnya terus berkerut diikuti oleh alisnya yang kian tajam merosot di tengah mata.

Alia menutup kedua telinganya dengan jari. Terlihat sangat menyebalkan bagi Reid yang sudah dipenuhi berbagai pertanyaan untuk gadis itu. Ianas mengekor di belakang mereka, mengamati dan tidak ingin ikut campur dengan pembicaraan mereka.

"Ini adalah pilihan yang bisa kita lakukan." Alia berhenti berjalan, dia mendengkus.

"Namaku? Sungguh?" Reid menghela napas kesal. Entah karena dia merasa namanya cocok dengan wanita atau tidak terima seseorang memakai namanya sembarangan.

Ianas ingin menenggelamkan diri karena aura merah Reid mulai melambai-lambai di tubuh laki-laki itu. Tampaknya, Alia bahkan tidak peduli.

"Dengar," kata Alia melanjutkan, "jujur sangat sulit untuk mengatakan ini pada kalian."

Gadis itu mencapai anak rambutnya yang jatuh. Kepalanya celingukan, memastikan bahwa tidak ada orang lain di jalan yang mereka tempuh.

"Pertama, aku benar-benar berterima kasih kepadamu karena hanya diam selama aku berbohong tentang namaku." Alia menyatukan kedua tangannya di depan Reid dengan gemas. "Kedua, maafkan aku."

Reid mengangkat satu alisnya. "Ada apa?"

"Aku memutuskan agar kita bergabung dan menetap di sisi bangsawan ini." Alia menutup matanya. "Aku sadar sangat egois, tapi Reid, aku harus mencari tahu sesuatu. Ini penting Reid, sangat penting."

Ianas menggaruk pipinya. "Aku tidak mengerti kenapa kau sangat ingin kita menunjukkan kesan baik untuk Nyonya dan Tuan itu. Kupikir kau hanya mematuhi perintah ibumu?"

Alia masih dalam posisinya yang dramatis, Reid kemudian mulai menurunkan kedua tangan gadis itu. "Apa ini tentang ayahmu?" tanyanya.

Alia membuka matanya. Dia mendapatkan ide!

"Benar."

Maafkan aku Ibu, anakmu ini sangat pintar berbohong, batin Alia sembari meringis.

Reid mengangguk, kerutan di keningnya perlahan surut layaknya air sungai yang mulai tenang.

"Jika itu yang kau inginkan." Reid membuang wajah. Dia mengayunkan tombaknya dengan langkah memimpin jalan mereka. "Aku tidak akan bertanya. Terserah padamu."

Ianas yang membeku di belakang mereka mulai berlari menyusul Reid. Laki-laki dengan rambut hitam palsu itu melambai pada Alia untuk pamit pergi.

Alia melambai balik dengan kaku. Netranya menangkap punggung tegap Reid yang terus berjalan di depan sana. Gadis itu tersenyum kecut, Bawang Merah tidak sejahat itu.

Mungkin Alia sekarang adalah Bawang Merah. Bawang Merah yang jahat demi dirinya sendiri.

[°°°]

Nyonya Ayu menunjukkan surat dari kerajaan kepada Alia. Wanita itu mengambil tinta, kemudian tangannya menari di atas kertas untuk membalas surat tersebut. Melihat hal ini, Alia lagi-lagi merindukan ponselnya.

"Lihat, Nak." Nyonya Ayu akhirnya berbicara. "Ini adalah surat terindah dari Kerajaan. Bukan utusan Ratu Tiara yang menulisnya, tapi ratu sendiri!"

Alia tersenyum. Dia menepuk tangannya entah untuk alasan apa. "Nyonya benar! Itu surat yang cantik."

Alia menuangkan teko teh ke dalam cangkir Nyonya Ayu. "Bolehkah hamba tahu kenapa Nyonya Ayu sangat semangat membaca surat dari ratu?"

Become A Red Onion StepsisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang