17- Restu Ibu Tiri

286 69 16
                                    

"Pangeran." Raja Subanha memanggil laki-laki itu dengan suaranya yang tegas nan lembut. Pangeran Dimas berbalik, dia menatap ayahnya dengan tatapan hangat seperti biasanya. Mereka bersitatap di koridor luar kerajaan, tepat di samping taman di mana biasanya para gadis kerajaan sedang meminum teh bersama.

Pangeran Dimas membungkuk sopan sebelum bertanya, "Kenapa Ayah memanggilku?"

Sejujurnya, laki-laki dengan mata emas itu hampir tidak menyadari ayahnya sedang berjalan di belakangnya. Inilah yang tidak Pangeran Dimas sukai dari ayahnya, Raja Subanha adalah sosok misterius. Dia hangat dan mudah diprovokasi, namun diam-diam bisa bertindak di luar nalar.

Sebenarnya, Pangeran Dimas benar-benar mirip dengan ayahnya.

"Anakku, aku akan mengadakan rapat dengan para petinggi Kerajaan sekarang. Maaf bila ini mendadak, tapi kau harus ikut rapat sesering mungkin mulai sekarang," ujar Raja Subanha. Dia menatap putranya sembari mengulas senyum. "Aku senang memilikimu sebagai putraku."

Pangeran Dimas tertawa manis. "Ayah benar-benar tahu cara memperbaiki hatiku."

"Itulah kewajibanku sebagai sosok ayahmu, kan?" balas Raja Subanha. Dia meminta putranya untuk mendekat dan berjalan di sisinya sembari menuju ruang rapat. "Kau harus terbiasa dengan posisi seperti ini nanti. Tanpa ada Ayah di sisimu."

"Jangan mengatakan seperti itu, bagiku Ayah akan selalu berjalan di sisiku. Kalau bukan karena Ayah, mungkin aku tidak bisa tumbuh seperti sekarang," balas Pangeran Dimas. Dia memalingkan mata datarnya sejenak saat Raja Subanha menatap ke arah lain untuk tertawa.

"Omong-omong Ayah." Pangeran Dimas mengangkat suara kembali. "Topik apa yang akan kita bahas di ruang rapat nanti? Apa sangat penting?"

"Pertanyaan macam apa itu, anakku? Semua yang kita bahas di ruang khusus pasti sangatlah penting," jawab Raja Subanha.

"RAJA SUBANHA DAN PENGERAN KEDUA DIMAS SUBANHA MEMASUKI RUANGAN!"

Spontan terdengar bunyi gesekan kursi yang terdorong ke belakang karena setiap orang-yang sedang duduk di dalam ruangan-berdiri untuk menyambut datangnya Raja dan Pangeran Dimas. ¹

"Selamat bertemu lagi di meja diskusi, Pangeran," ucap salah satu petinggi yang merasa dirinya akrab dengan Pangeran Dimas, Tuan Jagat.

Pangeran Dimas menganggukkan kepalanya ramah tanpa membalas. Dia duduk di samping ayahnya yang menjadi raja di tengah meja.

Tak dipungkiri, aura dari anggota Kerajaan benar-benar terasa berbeda. Tuan Jagat yang notabe-nya seorang bangsawan pun dibuat tak berharga. Pria tua itu mulai membayangkan bagaimana jika dia terus bersahabat dengan Pangeran Dimas, pasti Pangeran itu akan mau ia jodohkan dengan putrinya, Laila.

"Baiklah, silakan di mulai pembahasan kita," mula Raja Subanha. Lantas setelahnya seorang pria berumur lebih di samping Tuan Jagat, berdiri.

"Pembahasan ini saya awali, dan dengan hadirnya Pangeran Kedua, semoga ini bisa menjadi titik terang." Beliau adalah Tuan Soetarjo namanya.

Ia melanjutkan, "Saya mendengar seorang warga melapor pada saya. Dia mengatakan bahwa sekitar seminggu yang lalu dia bersiap untuk bertani dan mendengar suara ledakan di tengah hutan, tepat di aliran sungai terdalam. Menurutnya, ada seorang penyihir sedang berlatih di sana. Namun, itu menganggu beberapa warga, khususnya saat mereka menemukan banyak ikan sungai mengambang mati di atas air."

"Apa di Kerajaan kita masih ada penyihir ilegal?" bisik Tuan Karep pada Tuan Jamal.

Mendegar anggota lain mulai berspekulasi macam-macam yang membuat riuh ruangan, Raja Subanha menepuk tangannya sekali dan membuat semua orang kembali diam.

Become A Red Onion StepsisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang