2

589 177 88
                                    

👑 🐨 👑

👑 🐨 👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷🌷🌷

Sejak Namjoon memutus kontrak kerja secara tiba-tiba dan mereka pulang ke Korea malam itu juga, Sera terus saja menangis sampai matanya bengkak, wajahnya sembab sepanjang hari. Dia mengemasi barang-barangnya dengan enggan, Namjoon membolehkan dia membawa barang yang dia suka tetapi Sera hanya membawa barang-barangnya saja.

Dia meletakkan black card Namjoon di atas nakas, memandangi sebentar kartu debit berisi gajinya dan meletakkannya juga di sana. Dia tidak ingin mengambil uang Namjoon, pria itu sudah memberinya terlalu banyak padahal baru genap sebulan dia bekerja.

Sera mematut diri depan cermin dengan tidak minat, menabur bedak, memoles lipstik merah muda agar tidak terlalu pucat. Dia memandangi cincin saphire di jari, melepasnya pelan-pelan lalu diletakkan di dekat kartu-kartu. Namjoon tidak bisa menemuinya di hari terakhir karena sibuk bekerja, pria itu berpesan tinggalkan saja semuanya di tempat semula.

Sejujurnya Sera ingin mengembalikan cincin itu secara langsung, dia ingin bicara pada Namjoon sebentar sebelum pergi, mereka belum pernah bicara lagi sejak pulang dari London. Tiga hari berselang, Namjoon pulang malam dan pergi pagi-pagi sebelum dia bangun, kentara sekali pria itu menghindarinya. 

Namjoon bukan siapa-siapa. Sera berusaha meyakini dirinya sendiri, tetapi entah kenapa dia ingin menangis terus mengingat mereka akan berpisah.

Buru-buru dia mengusap air mata, meyakinkan diri sendiri kalau sesak yang memenuhi dada hanya bersifat sementara. Dia hanya terbawa suasana, sebab status tunangan yang disematkan Namjoon di belakang namanya. Dia akan kembali ke rumah, bersama Seokjin dan juga Eunhye, kembali ke kehidupan yang seharusnya dia jalani.

Semua akan baik-baik saja—pikir Sera. Ini hanya faktor terbiasa, sudah 28 hari dia tinggal satu rumah dengan Namjoon, bertemu setiap hari, wajar dia sedih dengan perpisahan ini.

Sera menarik napas, mencoba menenangkan diri, tapi yang terjadi dia justru terisak, mengusap dadanya yang terasa kian sesak. Tanpa tahu bagaimana cara menjeda air mata yang berjatuhan, tangisnya memenuhi sekeliling kamar, dingin, sendirian.

Ponselnya berdering, air mata membuat pandangannya kabur. Dengan jari-jari gemetar, Sera mengangkat panggilan lalu dia menangis begitu saja.

"Op-pa, tolong jemput ke sini. A'aku, aku mau pulang."

"Iya, aku akan ke sana," kata Seokjin.

"Aku tidak mau melihatnya lagi. Aku ingin dia hilang dari ingatanku." Sera tertegun di antara isak tangis, dia merasa pernah mengucapkan kalimat yang sama sebelumnya.

"Sera, kau masih di sana?"

"Seharusnya aku tidak pernah bertemu dengannya—" kalimat Sera berjeda, berpikir, tetapi kemudian dia meringis, kepalanya sakit dan dia mau muntah.

Tuan Kim dan Rahasia KecilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang