PETUALANGAN

136 6 0
                                    

Di rooftop kampus.

"Bass!!" Teriak Rika geram. "Anak itu benar-benar lari dari tanggung jawab! Pengecut!!"

"Kita harus atur rencana sepertinya Troy tidak pernah lelah mengejar kita. Gulamo terus meneror di kampus, anak buahnya bahkan disebar sampai kita enggak bisa bergerak." Gege bersuara. "Soal Bass sepertinya kita tidak perlu pusingin dia lagi, dia sudah dipecat."

"Aku rasa Bass mentok. Itu jauh lebih baik daripada dia semakin mengorek luka." Sahut Idonz.

"Ooow. Kita enggak bisa pulang hari ini. Lihat!!" Rika memanggil. "Gulamo menduduki seluruh area kampus bukan cuma pakai anak buahnya, dia sewa preman!" Mereka semua mengamati. "Mereka tahu Bass kabur pastinya, jadi kita pelampiasan. Sial!"

Ucok, Raya, Idonz, Gege dan Rika mengamati sekeliling kampus yang berbahaya.

"Sstt.. Bass sms. Aku bacain. Ge, maafin aku, aku masih kepikiran kamu. Aku sudah sampai ditempat tujuanku. Aku cuma mau info kamu kalau kemarin aku bertarung sama Troy dan dia hampir menancapkan pisau kekepala aku, untung saja Hans an Bone melerai. Bone menyelamatkan aku dan menyuruhku meninggalkan semuanya. Aku pikir dia benar jadi aku langsung urus keberangkatan aku. Aku akan kembali entah kapan Ge. Kamu hati-hati."

"Dia enggak minta maaf sama kita?" Tanya Rika ketus. "Dia enggak anggap kita. Bener-bener tuh anak bisanya nyusahin doang!"

"Pantas aja Gulamo pakai anak buah preman, terakhir Bass dan Troy baku hantam." Ujar Idonz. "Cok, mau enggak mau kita bertarung sama mereka. Mau sampai kapan kucing-kucingan?"

"Aku siap bantu kamu Cok." Rika meyakinkan. Tak lama ponselnya berderit. "Hans?" Ucap Rika dalam hati. "Sebentar." Pamit Rika menjauh.

"Kamu di mana Pik?"

Rika mengerutkan kening. "Kenapa? Kamu mau kasih tahu temen-temen kamu?" Rika hampir saja memutus sambungan ponselnya.

"Pika tunggu! Kamu amankan?"

Rika mengangguk kecil menahan suaranya. "Ada apa kalian menduduki kampus? Mau hajar kami? Bass sudah terbang keluar negri, masalahnya enggak ada lagi sama kami."

"Kamu harus jaga diri baik-baik Pik."

"Aku akan hajar kamu kalau kamu hajar sahabat aku Hans." Sambungan terputus.

Rika mengantongi ponselnya. Ia menahan geram dan kesal.

"Mereka belum bubar juga, Ray?" Tanya Rika kembali ke teman-temannya.

"Belum. Enggak ada celah untuk kabur. Sebentar lagi malam."

"Ini benar-benar petualangan." Sahut Idonz. "Masa depan kita dipertaruhkan."

"Hujan!" Ucok, Rika, Raya, Idonz dan Gege mencari tempat untuk berteduh.

"Hanya ini satu-satunya tempat yang aman? Simalakama. Pasti gelap. Enggak ada sakelar."

"Ini hanya di kampus Donz. Kita pernah lebih buruk dari sini. Sebenernya kita bisa hubungi pihak berwenang toh masih ada sinyal. Tapi itu akan membuat kasus ini semakin kacau." Sahut Rika.

"Heii!! Kemari!"

Suara Ucok mengundang mereka mendekat.

"Setidaknya kita bisa melewati lorong ini. Semoga ini menghubungi kita ke sebuah ruang aman. Kita harus cari jalan keluar."

"Setuju!!"

Di dalam lorong sempit lima sahabat itu menelusuri lorong hanya dengan cahaya ponsel.

"Di ujung ada sedikit cahaya. Tahan. Aku lebih baik cek itu di mana."

Ucok memeriksa. "Aman." Ia pun melompat. Cukup tinggi untuk berpijak di lantai ruangan itu.

"Kita di mana Cok?" Tanya Gege sambil memandang sekitar. "Ini harusnya masih di area kampus." Gege memastikan memorinya tentang kampus. "Kita bukan dari lorong ke mana saja bukan?" Gege menunjuk ring basket halaman belakang. "Aku sudah yakin ini area kampus."

"Ini mungkin bangunan lama. Jangan sampai ada pengurus kampus yang tahu, bisa-bisa mereka berpikir kita transaksi narkoba." Ujar Rika mencari jalan keluar. "Hujan makin deras mustahil kita keluar dari gedung ini, bisa sakit kepala."

"Salah. Justru hujan petir yang akan antar kita keluar. Kalau mau sekarang kita jalan. Mereka enggak mungkin kejar kita kalau hujan begini, mereka pikir kita masih berteduh."

"Kau benar Ray!" Sahut Idonz dan Ucok. Gege dan Rika hanya mengerutkan kening.

"Kita ke sana!" Ucok menunjuk jalan.

Kelimanya meniti jalan.

"Tidak ada tangga yang bagus." Semua terkejut ketika melihat tangga yang sudah hancur. "Satu-satunya kita harus merosot." Ucok turun lebih dulu. "Rika!" Rika menyusul diikuti Gege, Idonz dan Raya. "Geli kan?" Ucok tertawa kecil.

"Kalian lihat ke arah timur, itu fakultas kita. Kita harus keluar dari sini supaya enggak ketemu mereka. Hujan masih sangat deras ini kesempatan kita. Kalian siap lari dibawah hujan? Let's go!"

Dengan langkah kokoh mereka berlari meninggalkan bangunan lama kampus. Tiba-tiba derit Ucok tertahan, hampir saja mereka semua jatuh. "Ada langkah orang. Kalian dengar? Masuk ke ruangan itu Ray." Mereka pun mengumpat.

"Itu kan alumni. Ngapain mereka?" Bisik Idonz.

"Ssssttt.. mereka lagi pesta. Jangan sampai mereka tahu. Mereka akan keganggu dan marah."

Mengendap-endap kelimanya meniti jalan.

"Kalian lihat gerbang di sana? Kita harus keluar lewat sana."

"Manjat?"

"Belum tahu. Aku ke sana duluan untuk memastikan aman."

Ucok berjalan dibalik puing bangunan menghindari alumni yang tengah mabuk. Setelah ia memastikan gerbangnya bisa dilewati ia pun mengangkat tangannya. Kemudian Idonz dan Rika menyusul. Sementara Ucok menghentikan taksi.

"Ray. Kakiku kayak digigit sesuatu."

"Jangan liat kebawah, aku aja yang periksa."

Raya hampir teriak ketika beberapa ekor lipan diinjak Gege. "Kamu jangan rasa sakitnya, kita lari dihitungan kedua. Satu dua!!" secepat kilat Gege dan Raya lari.

"Ssstt!!Masuk!!"

"Hah!!!" Seru mereka lega.

"Rumah sakit Pak." Perintah Gege meringis.

Semua menoleh. "Kenapa?"

Gege menggeleng.

"Kaki Gege kena gigit lipan." Beritahu Raya.

Gege pingsan.

***

K A M P U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang