Kencan Kedua (Tanpa Gangguan)

10.6K 767 14
                                    

Rindy POV

Aku ngga bohong waktu kubilang padanya tadi malam bahwa aku akan menemuinya hari ini. Dan kurasa dia ngga perlu memasang muka syok begini didepanku. Aku memang disini, berdiri dengan manis diruang kerjanya.

"Adik ini memaksa mau ketemu anda. Saya sudah bilang kalo Pak Ardlan sedang sibuk." sekretaris ini memang menyebalkan. Aku tau dia sangat ngga mau aku bertemu Alan. Dia mencoba menghalangiku untuk bertemu dengan pangeran sipitku. Mana manggil adik pula, dia pikir aku mau punya kakak kayak dia. Apa dia ngga tau apa, yang berdiri disampingnya sekarang adalah calon istri atasannya?

"Iya. Sekarang kamu boleh keluar." aku tersenyum penuh kemenangan pada wanita itu. Dia berbalik sambil mengibaskan rambut ekor kudanya padaku. Dia keluar dari ruangan menyisakan bunyi hak sepatu runcing juga aroma parfumnya yang menyengat hidungku.

Aku berbalik dan menyiapkan diriku dengan tatapan kusut dari Alan.
"Gue udah cukup pusing dengan kerjaan gue." perkataannya barusan terdengar seperti permintaan untuk tidak membuat pusingnya bertambah dengan kehadiranku.

"Gue bakal nunggu sampai kerjaan lo beres." aku punya caraku sendiri yang kuyakin bisa bikin pusingnya hilang. Kuedarkan pandanganku keruang kerja Alan yang didesain dengan sederhana tapi mendetail disetiap sudutnya. Cuma ada satu lemari besar penuh berisi buku dan juga sofa besar dengan model classic berbahan kulit disana. Selebihnya hanya ada ruang luas dengan jendela besar yang menyajikan pemandangan kota sibuk dibawah sana.

Alan memilih kembali ke meja kerjanya yang dipenuhi berkas daripada bicara denganku. Dia terlihat serius dengan berkas-berkas itu dan sesekali kulihat dia memijit keningnya saat menemukan suatu sesuatu yang cukup membuatnya menguras otak untuk memecahkan masalah yang tertulis disana. Selama beberapa menit aku hanya berdiri disini mengagumi sosoknya yang terlihat begitu sempurna saat sedang serius begini.

"Lo bisa melakukan hal lain daripada cuma berdiri disana dan ganggu konsentrasi gue." kulangkahkan kakiku mendekat dan menunduk padanya, menyisakan jarak beberapa senti antara wajahku dan wajahnya. Aku juga ngga tahan untuk ngga mendekat padanya.

"Jadi lo ngga bisa konsentrasi gara-gara ngga bisa ngalihin pikiran lo dari gue?" pertanyaanku barusan membuat aku bisa melihat sedikit perubahan di matanya. Terkejut mungkin?

"Simpan rasa percaya diri lo yang berlebihan itu dari gue." benar dia terkejut karena aku punya rasa percaya diri berlebihan padanya. Untuk mendapatkan seorang Alan aku harus ekstra percaya diri. Aku belajar berfikir positif untuk mengartikan setiap penolakan dan suara sinisnya padaku. Aku berbalik dan kembali menelusuri ruangan ini, kali ini dengan kakiku. Sampai aku menemukan sudut yang menarik perhatianku. Terlindung oleh lemari buku, dengan luas hanya sekitar 6 meter, Alan sepertinya menjadikannya tempat untuk beristirahat. Ada karpet tebal berbahan lembut yang bisa dijadikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa bantal yang tersusun rapi. Aku meraih buku yang dibiarkan terbuka oleh pemiliknya.
Kuhirup aroma Alan yang menempel disalah satu bantal yang kini sedang kujadikan penyangga tubuhku untuk posisi nyaman saat aku mulai membaca. Selama menunggunya mungkin aku bisa lebih mengenal Alan dari beberapa buku yang dia baca.
Aku baru sempat membaca beberapa kalimat saat hape dikantongku bergetar.

"Rindyyyyyyy..." dia pasti berada dikamarku sekarang dan menyadari bahwa aku berhasil pergi tanpa sepengetahuan dia.

"Jangan berantakin kamar gue." Rion berhasil menggagalkan rencanaku bertemu Alan kemarin. Aku baru akan pergi waktu dia tiba-tiba berlari dan menggendongku kembali kedalam rumah dan mengatakan bahwa Bik Sumi tiba-tiba pingsan. Berlebihan memang kalo dia sampai menggendongku, padahal aku bisa berlari sendiri untuk kembali ke rumah. Terang aja aku panik mendengar Bik Sumi pingsan. Dia sudah seperti mami pengganti bagiku dan Rion yang ikut-ikutan menempel padanya yang sudah bersama kami sejak lama. Yang bikin aku heran kenapa Rion lebih dulu tau mengenai pingsannya Bik Sumi daripada aku yang tinggal serumah dengannya. Ngga mungkin kan Bik Sumi jatuh sekeras itu sampai kedengaran kerumah sebelah dan cowok itu secepat kilat tiba disini. Usut punya usut, aku berhasil menemukan selembar uang seratus ribuan yang berhasil membuat Bik Sumi jadi artis dadakan dan Rion bertindak sebagai sutradaranya. Dia berhasil. Dan cara yang dia gunakan sungguh kekanak-kanakan.

Hate You, Can I? (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang