Keputusan yang Baik

10.7K 803 25
                                    

Rindy benar-benar memantapkan hatinya untuk Rion. Dia merasa sekarang sudah benar-benar saatnya dia menyerah dan menegakkan kepala untuk melihat apa yang sudah ada didepan matanya. Mengejar pria yang bahkan tidak berusaha memperjuangkan perasaannya sudah menjadi kesalahan terbesar bagi Rindy. Dan sudah saatnya kini menerima perasaan dari yang benar-benar tulus mencintainya, Rion.

Tanpa bisa dipungkiri, bukan hal mudah untuk melupakan Alan, tapi Rindy berusaha. Dan cara yang dia pilih adalah terus bersama Rion supaya tidak ada kesempatan baginya untuk memikirkan Alan lagi.

Seperti hari ini, Rindy datang pagi-pagi sekali ke apartemen Rion dan memaksa pria itu untuk bangun walau dia tau bahwa prianya baru balik dari tempat syuting pukul 4 dini hari. Rindypun lebih memilih untuk menyetir sendiri dan membiarkan Rion yang masih mengantuk duduk dengan manis di kursi penumpang sambil menikmati chocolattenya dengan nikmat. Arah mobil yang Rindy kemudikan menuju ke luar kota dan membuat Rion memandangnya dengan kening berkerut.

"Sebenarnya kita mau kemana sih?" tanyanya sambil menghirup tetesan terakhir minumannya.

"Tempat yang bikin aku jadi orang terpelit selama ini." sontak Rion langsung melepas gelas kosong itu dan menatap takjub pada Rindy dengan ekspresi berlebihan. Bertahun-tahun dia menunggu saat ini. Akhirnya tiba juga.

"Tuhan sepertinya memang lagi murah hati sama aku. Akhir-akhir ini kok rasanya aku dapat kejutan manis terus sih?" tentu salah satu yang dia maksud adalah status mereka sekarang.

"Jangan lebay. Muka kamu bikin jijik tau." Rindy menyapu muka Rion sambil tertawa. Dia kembali memfokuskan pandangannya ke jalana dan membiarkan Rion yang sudah terlihat segar berceloteh sendiri.

"Kita sampai." mereka berdua tiba disebuah rumah putih dengan model klasik khas pedesaan dengan halaman luasnya yang ditumbuhi pepohonan yang menyejukkan. Sudah ada seorang wanita setengah baya yang menuggunya disana.

"Kamu ngga mau beli rumah ini buat masa depan kita kan? Itu harusnya jadi tanggung jawabku." bisik Rion sambil menunjuk papan kayu bertuliskan DIJUAL yang dipasang disalah satu pohon palem. Dengan gemas Rindy mencubit pinggang Rion sampai pria itu meringis.

"Ibu udah nunggu lama ya?" tanya Rindy langsung pada wanita yang langsung menyambut mereka dengan ramah.

"Ah, ngga. Kalian datang tepat waktu kok. Ayo, silakan masuk." Rion masih bingung untuk apa mereka ke rumah ini. Rindy bilang ini penyebab dia pelit, berarti dia memang mau membeli rumah ini. Tapi buat apa?

"Gimana menurut kamu? Bagus ngga?" ruangan dirumah yang mereka datangi ini memang tidak terlalu luas namun sangat nyaman dan terasa hangat oleh pancaran sinar matahari pagi yang memancar melalui beberapa jendela-jendela besar yang ada didalamnya.

"Aku ngga keberatan kalo harus tinggal disini. Aku suka." sahut Rion sambil mengekori dua wanita didepannya.

"Jangan mikir macam-macam. Rumah ini mau aku beli buat Mama." bibir Rion membulat sempurna karena jawaban Rindy. Semua pertanyaannya terjawab sudah. Rumah ini memang tidak besar tapi Rion tau dengan pasti harganya tidak murah. Dan Rindy sudah mempersiapkannya selama bertahun-tahun. Satu lagi yang membuat Rion tau dia mencintai wanita yang tepat. Rindy wanita yang tulus dan dia sangat menyayangi Mamanya.

"Harusnya kamu bilang dari awal kalo mau beliin Tante rumah. Kan aku bisa bantu." Rindy menggeleng.

"Aku mau membahagiakan Mama dengan usaha yang benar-benar berasal dari tanganku. Aku puas dan bahagia luar biasa dengan apa yang bisa kuberikan sama dia sekarang." Rindy tidak bisa membayangkan bagaimana wajah bahagia wanita tercintanya nanti.

Rion tidak bisa berkata apa-apa waktu menyaksikan bagaimana wajah berseri Rindy waktu membayangkannya. Ingin sekali rasanya dia mengecup lesung pipi itu yang terlihat begitu cantik.

Hate You, Can I? (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang