Alan menghentikan laju mobilnya ketika tiba di lapangan parkir restoran tempat dia janjian dengan kedua sahabatnya Zevan dan Andra. Mereka sudah terlihat menikmati makanan pesanan mereka waktu Alan tiba disana.
"Kok makan duluan sih? Ngga nungguin gue." Alan langsung mengambil tempat duduk disamping Zevan dan memilih menu apa yang dia inginkan untuk makan siangnya.
"Siapa suruh ngaret? Kita janji jam 2 disini, lo baru dateng hampir jam 3. Ngga kira-kira emang lo Lan," Andra mengiyakan protes Zevan tanpa menghentikan mulutnya mengunyah.
"Kenapa kita ngga ke tempat lo aja sih Dra?" Alan sedang menunggu pesanannya disiapkan sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran bernuansa Sunda ini.
"Mencium aroma masakannya aja rasanya udah bener-bener bosan." memang Andra yang menyarankan tempat ini. Kata dia sih sambel ditempat ini juara. "Kan kita bisa makan sepuasnya. Dan gratis."
"Lo ngapain ngajakin kita-kita ngumpul siang bolong begini? Nino mana?" sahabat mereka yang satu itu memang jarang terlihat akhir-akhir ini. Bila diajak ngumpul dia selalu punya alasan pekerjaan untuk menolaknya.
"Emang perlu alasan buat sekedar kumpul?" Andra balas nanya "kalo Nino sih katanya lagi diluar kota." Zevan menunjuk seorang cewek yang dari tadi memandang ke arah mereka.
"Apaan?" Alan dan Andra mengikuti arah pandangan Zevan. Cewek yang dia maksud seketika membuat Alan bergidik ngeri. Dia masih bisa mengenali dengan jelas wajah cewek yang menaruh dendam padanya karena sebuah boneka.
"Lindungin gue Van." Alan menutup wajahnya dengan daftar menu. Pandangan mata cewek yang baru menelponnya malam kemaren dan mengatakan akan menerornya itu jelas tertuju pada dirinya sekarang.
"Dia cewek yang nyakar lo dulu kan Lan?" Andra tentu masih ingat, karena dia juga ada di TKP waktu itu.
"Lo aja kali yang ge er Lan. Siapa tau dia mandangin yang lain?" Zevan mungkin bisa santai karena bukan dia yang diincar cewek itu. Alan juga berharap yang dikatakan Zevan benar.
Mereka kembali melanjutkan makannya. Kedua sahabatnya mungkin bisa makan dengan lahap, berbeda dengan Alan yang sesekali melirik kebelakang. Berjaga-jaga kalau cewek itu sewaktu-waktu menghampirinya.
"Aman Lan. Dia sudah pulang." bisik Andra. Alan langsung melepaskan nafasnya dengan lega.
"Lo kenapa sih Lan? Kayaknya takut banget sama dia?" tanya Zevan yang memang belum tahu kisah mengenai pertemuan Alan dan cewek itu.
"Lo ingat boneka kucing yang dia bilang mirip Dara? Zevan nampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Andra.
"Ingat. Boneka itu sekarang jadi boneka kesayangan Hanna" Zevan menyebut nama putrinya.
"Nah, boneka itu milik cewek tadi sebenarnya. Alan ngerebutnya dari cewek tadi." gemas, Zevan melolotot ke Alan yang juga mau melolot membalasnya namun apa daya ukuran kelopak matanya kalah telak dengan milik sahabatnya.
"Tadi malam dia nelpon gue. Entah tau dari mana dia nomor telepon gue. Gue beneran merinding sekarang. Dia mau neror gue katanya." tutur Alan sambil memperlihatkan tangannya yang memang bulu-bulunya berdiri semua.
"Lo kebangetan emang Lan. Anak kecil begitu lo ajak berantem. Tau rasa kan sekarang lo diteror sama dia. Boneka pula yang direbutin. Ngga ada yang lebih besar apa?" Zevan sendiri heran sahabatnya yang satu ini mau berubah. Umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi. Masih juga kelakuan dia seperti anak kecil. Biasanya Alan terlihat berwibawa dan keras dalam menangani kasusnya yang hanya terlihat di meja sidang dan didepan klien. Aslinya dia ya begini. Suka bikin masalah dan kelimpungan sesudahnya.
"Mana gue tau dia barbar begitu?" Alan menyelesaikan makannya sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan bahwa satu jam lagi dia harus menemui klien yang sudah membuat janji temu dengannya sejak 2 hari yang lalu. Zevan dan Andra yang sudah lebih dahulu menyelesaikan hal yang sama dan berdiri menyusul Alan yang sudah berjalan duluan. Sedangkan Zevan ikut menumpang mobil Andra dan Alan berjalan menuju mobilnya sendiri.
Rindy POV
Yeaaah!!! I got you! Aku sangat mengenali mobil yang dari tadi jadi tempatku menempel. Sejak didalam resto aku sudah amat sangat menahan diri untuk menghampirinya yang benar-benar terlihat luar biasa hari ini. Dia sangat tampan.
Kalo bukan karena Papi, sudah kupastikan aku bakal berlari kesana dan mengulurkan tanganku padanya. Kami kan belum kenalan secara resmi. Papi bakal menghukumku bila melihat aku bertingkah seperti itu pada pria. Papi kan taunya aku anak yang baik dan ngga punya teman pria selain Rion. Dan aku jelas belum siap menerima kemarahannya bila melihat aku bersikap seagresif itu pada seorang pria. Papi memang masih melarangku pacaran dulu selama aku belum resmi melepaskan seragam SMA ini. Dia bilang, sekolahku bisa terganggu karenanya. Aku sih menurut aja apa maunya Papi, selama ngga ketahuan. Toh, biar pacaran sekalipun, aku pasti bisa menjaga prestasiku.
Disinilah aku sekarang. Setelah memastikan Papi dan mobilnya benar-benar pergi, aku segera bergegas menunggu Alan keluar dari dalam restoran.
Dia terlihat. Dia berjalan bersama Zevan dan Andra tapi mereka berpisah begitu tiba dilapangan parkir. Bagaimana mereka terlihat begitu indah bila bersama. Seakan para malaikat sedang menyinari mereka. Aku menyesal melupakan kacamata hitamku, karena mereka benar-benar menyilaukan. Oke lah aku sedikit lebay dalam hal ini.
Dia benar-benar nampak terkejut waktu melihatku sudah berdiri menunggunya.
"Hai!!" sapaku dengan sumringah. Aku ngga peduli dia meringis padaku.
"Lo beneran konsisten ya sama omongan lo ditelpon kemaren." dia berniat membuka pintu mobilnya tapi keburu kutahan dengan berdiri didepannya.
"Jangan takut. Ini bukan teror yang kemaren gue bilang kok. Gue cuma mau kenalan." kuulurkan tanganku padanya.
"Arindy Margareth." dia menyambut uluran tanganku.
"Gue ngga mau jadi temen lo." mulutnya memang luar biasa. Membuatku ingin menyentil dan mengikatnya dengan karet gelang. Gemas.
"Siapa bilang gue mau jadi temen lo. Gue mau jadi pacar lo." jawabanku membuatnya memberanikan diri mendekatiku dan menggeser tubuhku. Meraih pintu mobil dan segera masuk le dalamnya. Aroma harum musk langsung membelai indra ciumku waktu dia melewatiku.
"Tuhaaaan.....tolong aku dari orang ini." ucapnya frustasi waktu melewatiku dan pergi darinya menyisakan tawa yang kulepaskan dengan nyaring. Serangan pertama, berhasil.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, Can I? (Silver Moon series)
RomanceBagaimana rasanya bila kamu terus ditolak dan ditolak? Segala usaha sudah kamu lakukan untuk melunakkan hatinya. Dia mencintaimu dan kamu tahu itu. Tapi dia masih menolakmu. Apa aku harus menyerah? Aku berharap bisa membencimu...kamu tau itu? Arind...