Kok Marah?

10.3K 777 15
                                    

Alan POV

Kenapa aku ngga pernah bisa menolak ajakannya? Akhir-akhir ini memang terlalu banyak kata "kenapa" yang kuucapkan tanpa tahu jawabannya. Sekarang aku menemukan diriku berdiri disini menunggunya yang sedang memilih beberapa buku pelajaran yang dia bilang mendesak untuk dibeli. Dia kan bisa pergi sendiri atau mengajak Rion, sahabat lengketnya itu? Kenapa harus repot-repot kekantor dan memaksaku mengantarnya? Dan kenapa aku mau-maunya mengantarnya? Lagi-lagi "kenapa" ini muncul dalam kepalaku.

"Menurut lo bagus yang mana?" setahuku dia ngga memerlukan buku-buku panduan UAN ini lagi, bukannya dia juara umum disekolahnya? Aku menunjuk buku yang lebih dekat dariku. Rindy langsung mengembalikan buku yang satunya dan kembali memilih buku lainnya. Dia sangat suka membaca ternyata. Kantong tempat dia meletakkan buku-buku pilihannya sudah terisi hampir setengahnya.

"Coba deh liat, gue nemu buku yang bagus." dia menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya. Kupikir buku apa yang dia maksud , ternyata...

"Cara cepat mendapatkan lelaki idaman." dia membaca judulnya dengan nyaring. Tuhan, berikan aku kesabaran!!

"Bisa ngga lo ngga bikin malu ditempat umum?" protesku sambil mengambil buku yang dia pegang dan mengembalikan ke raknya. Sekarang gantian aku yang memegang lengan Rindy, membawanya menjauh dari buku konyol itu.

"Kan gue cuma baca judulnya." dia balas protes waktu kubawa ke kasir. Buku yang dia cari sepertinya sudah ketemu. Aku mengambil kantong buku yang masih Rindy pegang dan meletakkannya ke meja kasir bersamaan dengan seseorang yang juga meletakkan bukunya beserta credit card miliknya sebagai alat pembayarannya.

"Zevan A. Danubrata" ucapku tanpa sadar dalam hati. Nama yang kukenal dan tiba-tiba aku berharap lantai yang kupijak sekarang berubah menjadi lautan pasir hisap yang siap menelanku sekarang juga.

"Ngapain lo disini?" tanya pemilik credit card yang keponya setengah mampus. Aku cuma bisa tersenyum dan kembali meringis melihat dua orang yang berdiri dibelakangnya. Nino dan Andra. Yang kompak memandang tanganku yang masih menggenggam lengan Rindy. Refleks kulepaskan tangan itu dengan cepat.

"Ah...gue tau." Zevan pasti mengartikan apapun yang dia lihat sekarang semaunya.

"Kalian sendiri ngapain kesini?" aku menyelesaikan pembayaran dan membawa mereka menjauh. Kami mengganggu pengunjung lain yang juga mau melakukan pembayaran.

"Ini orang minta ditemani mencari buku yang dia bilang penting. Taunya buku masakan buat Dara." gerutu Nino terlihat kesal, dia lagi-lagi kena jebak oleh Zevan.

"Kenalin dong," Andra buka suara. Aku melupakan Rindy dibelakang, dia masih berdiri didepan meja kasir ternyata. Mau tak mau aku terpaksa memanggilnya dan mengenalkan pada mereka bertiga. Aku akan memberi mereka penjelasan nanti, biar mereka ngga salah paham dengan apa yang mereka liat.

"Rindy, ini Zevan, Andra dan Nino." dia mendekat dan memindahkan kantong belanjaan ke tangan kirinya. Mengulurkan tangannya yang beberapa saat lalu berada digenggamanku.

"Rindy" ucapnya pelan. Tumben suaranya terdengar sepelan ini,

"Kalian mau kemana abis ini? Kita ngobrol dulu lah," ajak Zevan. Ini isyarat untuk aku menjelaskan padanya.

"A...." Rindy sudah mau buka suara waktu mulutnya kubekap dan kembali menariknya.

"Ah, sayang banget. Dia masih punya urusan penting katanya. Gue nganterin dia dulu ya.." mereka ngga mungkin semudah itu membiarkanku pergi dan aku langsung pergi sebelum mereka sempat menahanku masih dengan Rindy yang terseok mengikuti langkahku.
***

"Tumben lo ngga ngoceh?" tanya Alan saat dia dan Rindy sudah di mobil dalam perjalanan menuju rumah. Rindy cuma menjawab pertanyaan Alan dengan memperlihatkan muka cemberutnya.

Hate You, Can I? (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang