Alan POV
Bagaimana aku akan memulainya? Kuakui, walau bukan wanita yang kucintai, menyakitinya juga bukan yang kuinginkan. Aku harus menerima apa yang namanya karma setelah semua yang kulakukan pada wanita-wanita disekitarku. Aku terlalu sering menyakiti mereka.
Kinan tersenyum menyadari kedatanganku. Dia akan jadi pengantin yang cantik 5 hari lagi, dan itu sudah seharusnya jika aku tidak melakukan apa yang akan kulakukan sekarang. Dia masih mengenakan seragam putihnya dan menyerahkan gelas kertas berisi kopi hitam yang sudah dia ambilkan untukku. Malam ini terasa dingin, aku memang memerlukan segelas kopi hangat sekarang.
"Ada apa? Ngga biasanya kamu ngajak ketemu dijam kerjaku begini?" tanya suara lembutnya. Dulu, aku menginginkan seorang wanita yang bersuara lembut dan anggun untuk menjadi pasanganku, sebelum aku mendengar suara nyaring nan serak milik seorang gadis yang pernah meninggalkan cakarannya ditanganku dipertemuan pertama kami.
"Selain malam ini, aku ngga tau apa aku akan bisa melakukannya dimalam lain." Kinan pasti mencium gelagatku. Senyumannya berubah menjadi senyuman ragu saat aku menghirup kopiku sebelum memulai.
"Aku sudah siap mendengar apapun yang akan kamu katakan." ucapnya pelan, memandangku dengan mata hitamnya.
"Kamu tau bagaimana perasaanku sejak awal?"
"Apa kita akan membicarakan wanita yang kulihat dikantormu tempo hari?" kuanggukkan kepalaku. "Apa kesempatanku sudah habis sekarang?"
"Aku memutuskan untuk mengambil apa yang sudah seharusnya kumiliki dari awal, walau akan ada banyak yang tersakiti karenanya. Termasuk kamu." tidak ada suara selama sesaat. Kinan menengadahkan kepalanya memandingi bintang yang menghambur indah dilangit malam. Tentu perasaannya tidak seperti keindahan yang dia saksikan sekarang, hanya, dia coba menyembunyikannya. Aku mengenal bagaimana seorang Kinan yang sempurna bisa menutupi apa yang dia rasakan dengan baik. Dia cantik, anggun dan memiliki karir yang bagus. Semua yang ada padanya sempurna. Tapi bukan kesempurnaan lagi yang kuinginkan sekarang. Aku tau bahwa aku mulai melupakan kesempurnaan yang selalu jadi prioritasku sejak bertahun-tahun lalu ketika aku mulai menyadari perasaanku pada Rindy. Dia berhasil merubahku.
"Aku tau hari ini akan tiba, dan aku ngga akan menyangka akan datang secepat ini." Kinan kembali dari lamunannya.
"Tidak ada yang bisa disalahkan selain aku. Aku yang akan menyelesaikan semuanya." Kuletakkan gelas berisi kopi yang sudah mulai dingin. "Maafkan aku harus melakukan ini padamu."
"Kamu tau pikiran jahatku? Tadinya aku berpikir, setelah kita menikah, aku akan secepatnya berusaha untuk bisa hamil dan melahirkan seorang anak untukmu. Biar kamu bisa tetap bersamaku dan tidak meninggalkan anak yang sudah jadi darah dagingmu." Kinan tersenyum saat mengatakannya.
"Aku bahkan tidak akan berusaha menyentuhmu karena aku tidak berhak atas itu."
"Kamu yakin bisa mendapatkannya?" apa dia meragukan apa yang akan kulakukan sekarang?
"Aku tidak akan tau bila belum mencobanya."
"Bila kamu sudah mendapatkan bahwa usahamu gagal, aku mungkin masih bisa mempertimbangkanmu untuk kembali." dia memang wanita yang baik. Tidak ada kemarahan seperti yang kubayangkan atau lebih dari itu, amukan. Dia terlihat tenang, bahkan saat melepas cincin yang kusematkan padanya dulu. Kinan meraih tanganku dan melatakkannya ditelapak tanganku.
"Raihlah sebuah jari yang lebih cocok mengenakannya." kalaupun aku gagal, aku tidak akan kembali ketempatku sekarang. Dia lebih pantas mendapatkan yang lebih baik dariku.
"Kamu bahkan masih bisa tersenyum saat aku menyakitimu seperti ini. Kamu harus mendapatkan pria yang mencintaimu. Seorang Kinan pantas mendapatkan itu."
"Aku sudah mendapatkan pria yang kuinginkan dan akuelepasnya malam ini." tidak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum. Selama beberapa saat kami kembali terdiam. Masih ada jalanan berliku yang harus kulewati setelah ini. Ini hanyalah awal perjuanganku. Dan aku berhasil memulainya dengan baik.
Kinan mengurkan tangannya padaku dan aku menyambutnya.
"Senang berkenalan denganmu." ucapnya sebelum beranjak pergi meninggalkanku. Aku tau dia menyembunyikan air matanya disana. Dia berhasil terlihat kuat didepanku.
***
Mamah sedang bermain bersama Rafael waktu aku tiba. Keponakan gempalku ini kian hari makin bertambah gemuk rupanya. Aku sudah menyiapkan diriku sejak dirumah. Bagaimanapun respon mamah nantinya, aku sudah siap.
"Sore mah," kukecup pipinya seperti yang selalu kulakukan, tak lupa mengecup gemas pipi montok keponakanku yang duduk dipangkuannya.
"Alan, kok masih keluyuran sih?" Rafael mengejar anak anjingnya yang sedang bermain, memberiku kesempatan untuk bicara serius pada Mamah.
"Mah, ada yang mau Alan bicarain. Mamah boleh marah atau mau mecat Alan sekalian jadi anak, Alan terima." tentunya Mamah pasti bingung kenapa aku bicara begini.
"Ada apa sih sebenarnya? Alan mau bicara apa sama Mamah?" kutarik nafasku dengan panjang dan menghembuskannya.
"Bisa kita batalin pernikahan Alan? Maaf Mah." Mamah terdiam, tapi aku bersyukur dia tidak terlihat kesakitan seperti yang kutakutkan.
"Kamu sudah memantapkan hati kamu? Kamu yakin sudah bisa mendapatkan wanita kamu itu?" tidak ada ekspresi terkejut sama sekali diwajah mamah.
"Mamah?" aku tidak menyangka akan mendengar ini dari bibir Mamah.
"Kamu pikir dari siapa kamu coba menyimpan rahasia?" Mamah malah tersenyum padaku.
"Kamu terlalu keras dengan dirimu sendiri, sayang. Mamah cuma heran, apa kamu tidak merasa sakit melakukan ini semua?"
"Mamah sudah tau? Mengenai Rindy?" aku tidak akan berusaha menyembunyikan keterkejutanku.
"Tidak sampai tau nama dia. Rindy. Namanya cantik."
"Alan memutuskan untuk meraihnya Mah. Mamah merestui?"
"Mamah sudah lama menunggu kamu mengatakan ini pada Mamah dan membawa wanita pilihanmu kemari. Tapi kamu malah dengan yakin datang untuk menyetujui perjodohan yang Mamah siapkan. Jangan jadikan perasaan bersalahmu pada Mamah menyiksa diri kamu." aku hampir menangis menyesali kebodohan yang sudah kulakukan selama ini. Semua yang kulakukan malah berbalik menyerangku sekarang.
"Bagaimana Alan akan memulainya jika semua sudah terlanjur sejauh ini? Alan ngga tau harus memulainya dari mana." jujur, aku memang bingung harus memulainya dari mana. Rindy terasa jauh dari jangkauanku sekarang.
"Dia pasti menunggumu melakukan ini sekarang." aku menghambur kepelukan hangat Mamah. Dia memang selalu jadi orang pertama yang mengerti diriku.
"Ingatkan Mamah untuk memukul pantatmu dihari kamu membawanya kemari nanti. Kamu harus dipermalukan untuk semua kekacauan ini." ucap Mamah ditelingaku. Aku cuma bisa meringis mendengarnya.
"Mamah ngga pernah membayangkan akan melakukan pembatalan pernikahan 3 hari sebelum hari H begini."
"Maafin Alan Mah," Mamah mengusap kepalaku. Aku tau dia ngga akan bisa lama marah padaku.
"Sejak kamu beranjak dewasa sampai sekarang, kamu selalu jadi yang sempurna buat Mamah. Dan kali ini adalah kesalahan pertama kamu."
"Alan akan memperbaikinya Mah." janjiku kali ini jauh lebih seperti janji untuk diriku sendiri.
"Mamah akan tunggu disini. Pegang tangannya dan katakan kamu mencintainya. Wanita selalu menyukai pria melakukan itu padanya." sekali lagi kupeluk Mamah. Dia memberi semangat untukku. Aku yakin bisa melakukannya. Rindy, aku memang terlambat, tapi aku akan mendapatkanmu kembali. Tunggulah.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, Can I? (Silver Moon series)
RomanceBagaimana rasanya bila kamu terus ditolak dan ditolak? Segala usaha sudah kamu lakukan untuk melunakkan hatinya. Dia mencintaimu dan kamu tahu itu. Tapi dia masih menolakmu. Apa aku harus menyerah? Aku berharap bisa membencimu...kamu tau itu? Arind...