Berhenti Disini. Aku atau Kamu?

11.8K 759 6
                                    

Kaleng kosong itu dengan sukses masuk kedalam selokan setelah sebelumnya mendapat tendangan keras dari pemilik kaki berwajah oriental yang kini sedang duduk dengan tampang kusutnya. Dia harus menahan dirinya untuk tidak mengumpat juga mengutuk dirinya yang baru saja harus dengan pasrah menerima ancaman dari ibunya. Dia harus menikah di tahun ini atau menerima perjodohan yang sudah disiapkan untuknya dengan ikhlas. Mana mungkin Alan membawa wanita yang akan dinikahinya sementara dia sama-sekali ngga punya pandangan sedikitpun tentang pernikahan?

Ada satu tempat yang Alan rasa bisa menghiburnya saat ini, dimana lagi kalo bukan Silver Moon? Alan segera mengemudikan mobilnya menuju tempat itu.

"Tumben sendirian?" Ryan menyodorkan minuman yang sudah jadi favoritnya disini. Sepertinya Silver Moon malam ini agak sepi dari pengunjung, terbukti dari Ryan yang bisa dengan santai menemani Alan minum.

"Suntuk gue." percuma memanggil para sahabatnya, mereka juga punya kehidupan mereka masing-masing sekarang, pikir Alan.

"Gue juga suntuk nih bang," Ryan mengambil minuman untuknya sendiri, hanya kadar alkohol yang ada disana sedikit lebih rendah dari punya Alan, dia masih harus bekerja malam ini. Karena sering ke tempat ini, praktis Ryan kenal dekat dengan mereka berempat dan sudah dianggap seperti adik sendiri oleh Alan yang paling sering kemari dibanding ketiga sahabatnya.

"Kenapa lagi sama cewek lo?" Ryan sudah sering cerita mengenai pacarnya yang sering ngambek karena tidak suka Ryan bekerja malam hari. Katanya sih, mereka jadi tidak punya waktu bersama lagi karena pacar Ryan yang namanya Devi itu siangnya harus sekolah.

"Putusin aja. Macarin anak sekolahan memang repot. Pada manja emang," Alan menandaskan gelasnya yang kedua.

"Devi beda dari anak-anak seumur dia. Gue ngga bisa ninggalin dia. Tapi gue juga ngga tahan kalo dia ngambek terus begini,"

"Beda lo bilang? sama aja. Anak belasan gitu dimana-mana sama aja. Dikit-dikit ngambek,"

"Lo mah bang, ngga pernah suka emang sama wanita. Wanita mana juga dipikiran lo itu buruk semua. Iya kan?" benar juga kata Ryan. Alan selama ini menilai wanita hanya melalui kekurangan mereka. Dia hanya menikmati keindahan yang mereka tampilkan semata tanpa ada niat untuk menerima apapun diluar dari itu, termasuk kekurangan mereka. Karena itulah selama ini dia hanya membutuhkan wanita hanya saat dia menginginkannya dan kemudian meninggalkan mereka begitu saja tanpa ada kesempatan sedikitpun untuk wanita itu mengenalnya lebih dekat.

"Gue cuma belum nemu yang tepat buat gue."

"Mana mungkin nemu kalo yang ada dipikiran lo cuma kekurangan mereka. Gue tau lo dijulukin tuan sempurna karena lo mau semua yang ada dalam hidup lo harus sempurna. Tapi lo pikir diri lo sendiri sempurna?" Ryan melanjutkan tanpa memberi Alan kesempatan untuk memotongnya. "Lo harus nerima kekurangan seseorang juga buat lo. Ngga ada manusia yang sempurna di dunia ini bang." Alan sangat tau apa yang sedang Ryan bicarakan sekarang. Dia amat sangat menyadari sifatnya itu. Karena sifat itu jugalah yang membuatnya sulit untuk membuka hatinya pada wanita.

"Trus, gimana caranya gue bisa merubah pandangan gue sementara itu sudah jadi sifat yang terlanjur melekat dalam hidup gue?"

Ryan memikirkan pertanyaan Alan. Dia meneguk tetesan terakhir digelasnya sebelum menjawab, "Saat ada wanita yang tanpa lo sadarin dekat dengan lo, tutup mata dan lihat apa wajahnya hadir disana. Dalam pikiran juga hati lo," Alan mengangguk-angguk menerima sarannya.
"Itu artinya, tanpa lo sadarin, dia juga berhasil masuk dalam hati lo,"

"Pintar juga lo nasehatin gue?" Alan merasa lebih lega setelah bicara dengan Ryan walau bayangan mengenai ancaman ibunya masih menghantui pikirannya.

Hate You, Can I? (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang