Maaf ya...baru bisa update sekarang. Kemaren-kemaren Otorr lagi sibuk banget dikantor. Maklum, selain nulis kerjaan utamanya kan nguli dikantor juga :). Sebagai permohonan maaf Otorr, hari ini special, updatenya langsung dua. Tapi janji ya, cukup komen sama bintang-bintangnya aja yang dikasih, jangan sekalian sama jitakannya juga. Soalnya di part ini sedikit bikin kepala agak panas-panas gimanaaaa gitu. Oke?
***
Terdengar decitan nyaring yang berasal dari mobil hitam yang pengemudinya langsung keluar tanpa mau menunggu untuk memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. Nampak sekali kecemasan yang tergambar diwajahnya, terlebih begitu melihat beberapa orang yang dia kenal berada didepan sana dengan wajah yang tak kalah cemas dengannya. Ada banyak orang yang berkumpul memenuhi ruangan itu, sama-sama menanti kabar yang mereka sangat harapkan.
"Gimana? Udah ada kabar?" Nino langsung menghampiri Zevan yang sedang terlihat bersama Mike dan juga Tante Farah. Zevan menghela nafas dan menggeleng lemah.
"Mereka masih berusaha mendapatkan data para korban baik yang selamat ataupun tidak." Mike terlihat lebih tabah, dia harus jadi penyemangat bagi Mamahnya yang terlihat begitu terpukul oleh kabar ini.
Tadi siang, sekitar 4 jam setelah keberangkatan Alan menuju Padang, tersiar kabar bahwa telah terjadi kecelakaan pesawat menuju kota itu. Nomor penerbangan persis dengan pesawat yang Alan tumpangi. Seperti petir yang menyambar disiang bolong, semua yang mendengarnya begitu terkejut. Bagaimana mungkin hal seburuk ini terjadi pada Alan mereka?
"Mamah udah bilang, Alan jangan pergi dulu. Mamah ngga mau kehilangan dia," masih dengan air mata, Tante Farah merenungi bagaimana nasib putra bungsunya. "Kenapa dia yang harus mengalami ini semua?"
"Semua masih belum pasti Mah, mereka bilang ada beberapa korban yang selamat. Kita harus berdoa untuk kabar baik itu sekarang. Kita masih punya harapan."
"Benar yang dibilang sama Mike Tan, semua kemungkinan bisa terjadi. Tante juga harus tenangkan diri Tante," mereka semua juga ngga mau sampai terjadi apa-apa pada wanita setengah baya itu. Dia harus kuat. Apapun kabar yang akan mereka dengar nantinya. Semua ini memang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.
Terlihat kerumunan keluarga para penumpang pesawat mengerubungi seorang bapak-bapak yang membawa sebuah dokumen ditangannya. Sepertinya dia adalah bagian Humas bandara ini. Nino dan Zevan yang berlari lebih dulu kesana disusul oleh Mike dan Tante Farah. Mereka harus mendapatkan kabar itu dengan pasti dan masih berharap apa yang mereka takutkan tidak terjadi.
Benar seperti dugaan mereka, pria itu memiliki daftar nama yang positif dinyatakan sebagai korban. Semua korban berjumlah 106 termasuk Pilot dan awak pesawat. Pesawat gagal mendarat dan menabrak tiang pemancar listrik hingga badan pesawat terbelah dan bagian depan pesawat terbakar hangus dengan ekor yang terpisah. Disanalah 5 orang korban yang selamat berada. Sayangnya, diantara kelima orang yang beruntung tersebut, tidak tertulis nama Ardlan Prayudha. Nama itu malah tertulis di daftar korban yag dinyatakan tewas.
Sekali lagi mereka harus merasakan ketika seluruh tubuh mereka terasa lemas melihat nama itu benar-benar ada disana. Nino bahkan masih menggeleng ketika Zevan merangkul untuk menahan tubuhnya. Dia benar-benar tidak menyangka sahabat mereka akan pergi dengan cara seperti ini. Inikah isyarat yang coba Alan perlihatkan padanya juga Zevan dan Andra saat terakhir mereka bertemu? Saat dia memaksa ketiga sahabatnya untuk mengantarnya ke bandara? Saat dia pamit dan menatap mereka satu per satu? Juga saat dia bertingkah konyol dengan mengatakan menyayangi mereka semua?
"Andra mana?" tanya Nino pada Zevan. Disaat seperti ini dia yang justru terlihat lebih kuat dari Nino, berbeda dari biasanya.
"Andra mungkin dalam perjalanan menuju lokasi. Kita masih belum bisa percaya sebelum liat sendiri jasadnya. Dan menunggu bukan pilihan yang tepat sekarang." Nino mengangguk, mengiyakan perkataan Zevan. Begitu mendapat kabar, Andra memang langsung mencari cara untuk tiba disana secepatnya. Mereka masih harus memastikan bahwa apa yang tertulis di selembar kertas itu adalah salah dan sahabat mereka tidak mengalami hal buruk ini.
***
Prang!!!!!
Rion yang sedang berada dikamar langsung berlari begitu mendengar suara benda pecah tersebut. Dan dia mendapati Rindy sedang terduduk dengan lemas disamping meja pantry dengan wajah pucat. Apa yang sebelumnya dilihat oleh Rindy tak luput dari pandangan Rion dan dia tak kalah terkejut dengannya.
Rion langsung meraih Rindy kedalam pelukannya. Hanya ini yang bisa dia lakukan. Siapapun pasti akan bereaksi seperti Rindy sekarang bila melihat kabar mengejutkan seperti ini. Meski dimulut dia memang mengatakan sudah tidak mau berurusan dengan apapun yang berhubungan dengan Alan lagi sejak seminggu yang lalu, Rion masih mengerti bila dia bersikap seperti ini. Mulut memang lebih sering berlawanan dengan hati.
Bahu Rindy bergetar hebat tanda dia menahan tangisnya untuk tidak pecah. Rion menahan tangan Rindy yang memukul-mukul dadanya beberapa kali, berusaha mengusir sesak yang dia rasakan. Percuma. Takdir memang sudah berkata seperti ini.
"Berhenti Rindy, tenangkan diri kamu." ucap Rion. Dia juga harus menenangkan diri sendiri sebenarnya. Yang harus menghadapi kekasihnya sendiri yang menangisi pria lain tepat didepan mata. Apa yang akan kalian rasakan bila jadi Rion?
"Aku berharap semua yang mereka katakan itu salah." masih dengan air mata, Rindy terlihat lebih bisa mengendalikan dirinya sekarang. Rion mengambilkan segelas air dan membawa Rindy menjauh dari dapur, takut pecahan gelas dilantai akan melukai kakinya.
"Kamu pasti bisa menerima semua ini kan?" Rindy mengangguk ragu. Dia mungkin masih bisa tanpa Alan, tapi bukan dalam keadaan seperti ini. Mengetahui pria itu benar-benar menghilang untuk selamanya tidak pernah dia sangka akan terjadi. Semua bayangan mengenai Alan yang memohonnya disaat terakhir mereka bertemu kembali muncul diingatan. Tangis Rindy kembali pecah. Mana mungkin dia akan baik-baik saja sekarang?
"Kamu menyesal ngga memilih dia?" pertanyaan ini sebenarnya sangat ingin Rion pendam sendiri. Dia mengutuk dirinya sendiri saat melihat Rindy langsung terdiam sambil menatapnya dengan wajah pias. Salah jika dia menanyakannya disaat seperti ini sebenarnya.
"Aku memilih kamu. Cuma kamu. Dan aku ngga akan menyesalinya," Rindy menarik nafasnya dengan dalam dan menghembuskannya kembali. "Beri aku waktu untuk ini. Sebentar saja." terlalu jahat memang bila Rindy meminta hal ini dari Rion. Namun, dia sendiri takkan kuat bila harus menahan penyesalannya yang terlampau dalam karena kepergian Alan.
"Aku ngga akan pernah memaksa kamu untuk melakukan apapun yang cuman bakal bikin kamu tersiksa Rindy. Maafkan pertanyaanku barusan." Rindy membenamkan mukanya dipelukan Rion. Melepaskan tangisnya selama beberapa saat disana. Dia akui mungkin menyakitkan bagi Rion tapi mereka bisa apa dengan keadaan yang seperti ini? Benar-benar terasa seperti mimpi, dan Rindy berharap dia terbangun sekarang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, Can I? (Silver Moon series)
Storie d'amoreBagaimana rasanya bila kamu terus ditolak dan ditolak? Segala usaha sudah kamu lakukan untuk melunakkan hatinya. Dia mencintaimu dan kamu tahu itu. Tapi dia masih menolakmu. Apa aku harus menyerah? Aku berharap bisa membencimu...kamu tau itu? Arind...