Bahagia yang Sebenarnya

8.6K 665 6
                                    

Rindy POV

Nia sakit lagi. Malam ini aku mau menginap disini untuk menemaninya. Sudah hampir dua bulan aku ngga kemari. Tadi siang mami menelpon dan memintaku untuk menjenguk Nia. Kata mami dari tadi malam adik manisku itu terbangun dan menanyakanku. Kamu kangen banget sama kakak kamu ini ya de?

Mami membawa nampan berisi gelas air putih dan juga obat buat Nia. Aku mengambilnya dari tangan mami dan membantu Nia duduk.
"Minum obat dulu ya. Biar cepat sembuh," Nia penurut dan manis. Dia ngga pernah menolak tiap disuruh minum obat.

"Kamu udah bilang sama papi mau nginap malam ini?" aku sudah bilang mau menginap pada papi, tapi bukan disini, melainkan dirumah Devi. Maaf pi, Rindy bohong sama papi.

"Udah. Maaf ya mi, Rindy baru sempat kemari." setelah selesai minum obat, Nia kembali berbaring sambil memainkan boneka panda yang baru kubelikan untuknya.

"Ngga papa. Mami ngerti kok. Malam ini kita tidur bertiga dikamar Mami ya. Om Andi kebetulan lagi ada tugas malam. Besok baru balik," tentu aja aku senang mendengarnya. Kapan lagi bisa tidur sama mami seperti dulu ditambah ada Nia juga.

"Nia mau ngga kalo sabtu besok Kakak ajak jalan-jalan." Nia mengangguk semangat sambil menepuk-nepuk kedua tangannya dengan cepat dan penuh semangat. Tanda dia senang dengan ajakanku.

Beginilah cara kami berkomunikasi dengan Nia. Dia memang bisa mendengar, tapi dia tidak bisa bicara. Kelainan ini Nia alami sejak dia lahir. Tidak ada suara yang pernah keluar dari mulut Nia yang pernah kami dengar sampai sekarang.

"Tapi syaratnya, Nia harus sembuh dulu. Baru boleh jalan-jalan. Oke?" Nia mengacungkan kedua ibu jarinya penuh senyuman.

"Mami mau nemenin Nia tidur dulu. Kamu mandi trus ganti baju dulu gih. Mami udah siapin air hangatnya dikamar mandi." ini salah satu yang kurindukan dari mami. Dia selalu menyiapkan air hangat bila aku telat mandi. Biasanya dia memenuhi bak mandi dikamarku dengan air hangat dan busa mandi beraroma strawberry kesukaanku.

Aku bergegas mandi dan mengganti pakaianku. Rasanya segar sekali. Nia sudah tidur waktu aku kembali ke kamar dan berbaring disampingnya. Mami sepertinya masih harus menyelesaikan pekerjaannya di belakang.

Sejak berpisah dari Papi dan menikah dengan Om Andi, hidup Mami praktis berubah drastis. Dia harus melupakan kehidupan nyaman yang Papi berikan dan juga melepasku. Inilah pilihan yang harus dia ambil untuk mendapatkan cinta yang dia inginkan. Om Andi adalah kekasih yang Mami pacari sebelum dinikahkan dengan Papi oleh kakek dan nenekku. Mami adalah tipe wanita yang sangat patuh pada kedua orang tua. Dia terpaksa menerima permintaan mereka dan menjalani pernikahan yang tidak diinginkan selama sebelas tahun lamanya. Walau bukan menjalani sebuah pernikahan yang Mami inginkan, dia tetap patuh dan menghormati Papi sebagai suami. Sampai takdir mempertemukan Mami kembali dengan Om Andi. Selama beberapa tahun Mami menahan perasaannya dan tetap berusaha mempertahankan pernikahan yang sudah dijalani, tapi memang garis hidup sudah dituliskan saat tanpa sengaja Papi memergoki Mami sedang bersama Om Andi. Papi marah besar dan sejak itu hubungan mereka mulai merenggang. Aku yang berada diantara mereka waktu itu sempat kacau dan lebih suka memgurung diriku dikamar sampai aku bertemu dengan Rion yang kemudian jadi pelarian sekaligus tempatku berlindung.

Setelah melalui tahun-tahun penuh percekcokan, Papi menceraikan Mami dan menyerah untuk terus menahan Mami tetap berada disisinya. Dan pengadilan memutuskan aku tinggal bersama Papi. Seandainya boleh memilih pun, aku akan memilih tinggal sama Papi. Mana mungkin aku membiarkan Papi kesepian? Aku memang sempat membenci Mami karena lebih memilih Om Andi daripada aku. Lalu kemudian aku sadar, bukan ini yang dia inginkan sebenarnya. Ini bukan cuma salah Mami, melainkan semua bisa saja salah. Takdir merekalah yang dari awal memang sudah seperti ini. Termasuk aku sendiri.

Kini, walau hidup kekurangan, Mami nampak sangat bahagia bersama keluarga kecilnya. Om Andi cuma seorang security disebuah perusahaan swasta dan Mami yang cuma lulusan SMA cuma bisa membantunya dengan berjualan gorengan didepan rumah. Sesederhana apapun mereka hidup, aku bisa itu lebih dari cukup asalkan mereka bisa mensyukurinya.

"Kok ngelamun sayang?" Mami selalu menyisir rambutku sebelum tidur.

"Ngga papa." sahutku sambil merasakan kelembutan tangan wanita yang sudah melahirkanku ini dirambutku.

"Masa sih ngga papa? Keningnya sampai mengerut gitu." aku tau ngga akan bisa menyimpan apapun dari Mami.

"Rindy kangen Mami. Pengen tiap malam kayak gini." aku memang sangat menginginkannya. Sejak berpisah, Papi selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, membuat aku kesepian.

"Mami juga kangen sama Rindy terus. Rindy aja yang akhir-akhir ini sepertinya sibuk banget. Udah punya pacar ya?" aku belum sempat cerita sama Mami soal Alan.

"Ngga juga sih Mi." jawabku malu-malu.

"Kok mukanya merah gitu sih?" Mami memang selalu menggodaku bila untuk urusan yang namanya cowok.

"Siapa namanya? Rion?" kok Rion sih? aku memang pernah menceritakan tentang Rion sama Mami.

"Bukan Mami. Namanya Alan. Coba liat," aku menunjukkan foto Alan yang ada di hapeku pada Mami. Dia berdecak dan membelai kepalaku.

"Kamu pintar milih sayang. Dia tampan dan dewasa."

"Namanya Alan. Dia pengacara yang sering muncul di TV. Mami pernah liat ngga?"

"Pantesan Mami kaya pernah liat. Kamu kenal dimana?" Tuh kan? Alanku emang terkenal.

"Dia yang mengurus perceraian kedua orang tua Rion." mana mungkin aku bilang sama Mami kalo pertemuan pertama kami berantem? "Susah buat ngedapetin dia Mi."

"Tentu lah. Kamu yakin mau sama dia kan? Mami pikir kamu lebih cocok sama Rion. Dia baik dan selalu ada buat kamu." kenapa semua orang nanyain ini terus sih?

"Rindy ngga pantas buat dia?" aku yakin untuk masalah perasaan, aku pantas buat Alan karena aku bisa jelas melihat bahwa dia juga mulai membuka hatinya untukku. "Karena dia jauh lebih tua dan punya kehidupan yang ngga memungkinkan dia buat macarin anak SMA kayak Rindy?"

"Mami ngga akan ngelarang kamu buat jatuh cinta sama siapapun. Kejar dia dan dapatkan. Kamu udah siap kan? terluka sudah pasti kamu rasakan nantinya. Tapi kebahagiaan yang kamu dapat jauh melebihi itu." aku ngga nyangka ternyata Mami mendukungku. Aku sempat mengira dia seperti yang lain.

"Maafin Rindy Mi. Rindy pikir Mami ngeraguin Rindy," kupeluk pinggang Mami yang ramping dan menghirup aroma harum dari pakaiannya. Mami selalu beraroma mawar yang lembut.

"Mami adalah orang pertama yang akan mendukung apapun yang Rindy mau asalkan tidak membahayakan kamu sayang. Mami mau yang terbaik buat kamu, tanpa harus terpaksa melakukan apapun yang kamu tidak mau." aku tau yang Mami maksud. Dia ngga mau aku hidup sepertinya yang terkekang oleh kehidupan yang tidak dia inginkan.

"Mami bahagia sekarang?" pertanyaan ini selalu kutanyakan padanya.

"Sangat bahagia." dan itulah jawaban yang selalu kudengar. Aku bersyukur bisa melihat kebahagiaan yang sangat jarang kulihat di wajah Mami semasa masih tingga bersama dulu.

"Mami ngga pernah menyesali tahun-tahun yang Mami lewati bersama Papi. Mami mejalaninya dengan ikhlas dan kamu adalah kebahagiaan terbesar yang pernah Mami miliki." dia memang bukan wanita sempurna, tapi aku menjadikan sosoknya sebagai idola dalam hidupku. Dia wanita tersabar yang pernah kumiliki.

"Rindy juga ngga akan menyesali keluarga yang Rindy punyai sekarang. Bagaimanapun keadaannya." inilah yang kusebut kebahagiaanku. Punya keluarga yang walau tidak sempurna, tapi aku bersyukur memilikinya.

***

Hate You, Can I? (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang