#19

606 124 7
                                    

Suatu fakta yang menyakitkan. Kamu menatap kakek Ryuu, mencari kebohongan dalam ucapannya. Nihil, ia terlihat serius saat menceritakan kisah sedih itu.

"Saat tau kabar duka itu, aku datang menghampirinya. Membantunya membangun kepercayaan lagi, memperbaiki mentalnya yang rusak. Selama ini aku memperhatikannya dan memberinya kasih sayang layaknya anak"

Kakek Ryuu meremas dadanya, "Tapi semua itu membuatnya terobsesi padaku, ia ingin memiliki ayah yang selalu berada di sisinya" Wajah kakek Ryuu nampak tertekan.

"Jadi maksud anda, tuan Geto mengurung anda di sini karena terobsesi?"

"Benar, sebenarnya aku sangat prihatin dengannya. Tapi tidak begini caranya, aku memiliki putra juga di rumah. Dia sedang menungguku, dia juga membutuhkan kasih sayang ayahnya, oh Tuhan"

Kamu melirik jam dinding, ini sudah lewat waktu yang ditetapkan. Kamu buru-buru bangkit. "Waktu saya sudah habis, saya pamit. Nanti malam saya datang lagi"

Tak ada jawaban dari kakek Ryuu, kamu menutup pintu itu dengan terburu-buru. Kamu berlari menuju tempat 'mainan' selanjutnya.

.
.
.

Kamu mengatur nafas sebelum memasuki sebuah bangunan yang terbuat dari kayu. Ini terlihat seperti gudang kecil.


"Tempat mainan kedua"


Sebelum memberi makan para mainan, Bibi Yasori memperingatimu untuk berhati-hati pada mainan kedua ini. Dia bisa melakukan tindakan nekat diluar batas, dan tak segan melukai pelayan.

Kamu menelan ludah kasar lalu masuk. Di depan pintu langsung terpampang pintu bawah tanah. Kamu menelan ludah kasar lagi, rasa gugup dan fikiran negatif saat memasuki ruang bawah tanah.

Kamu sudah turun, ternyata dibawah sini kamu masih harus berjalan menuju sebuah pintu di ujung lorong. Kamu makin gugup dan takut membayangkan hal-hal yang mengerikan. Penerangannya redup, jantungmu berpacu cepat saat menuju ujung lorong yang terbuat dari tembok dan lantai semen.


Cklek



Pintu dibuka pelan, ruangan itu gelap. Kamu mengeluarkan senter sebagai penerangan. Mengarahkan senter dari sisi kiri ke kanan ruangan. meneliti bentuk ruangan terlebih dahulu, hingga akhirnya senter menerangi suatu objek yang menjadi tujuanmu kesini. Kamu berjalan pelan menghampiri sosok pria yang bertelanjang dada hanya mengenakan celana panjang hitam terduduk lemas. Lehernya diikat dan kedua tangannya di borgol, tubuhnya penuh luka serta lebam. 

Pria dengan rambut merah muda itu mendongakkan kepala, sinar itu membuatnya menyipitkan mata. Kamu berhenti didepannya dengan jarak, menatap tak percaya pria babak belur ini. 

"Matikan senternya idiot!!"

Senter diarahkan keatas, kedua insan dapat melihat satu sama lain berkat pantulan cahaya yang dari atap. Butuh waktu bagi Sukuna untuk mengenali wanita di depannya ini. Ia nampak terkejut, lalu senyuman miring ia tunjukkan.

"Bajingan itu... dia mau apa lagi sih"

"Su..kuna" 

Pandangan kalian bertemu, dia menatapmu dingin. Kamu menyodorkan tempat makan yang kamu bawa untuknya. Ia meliriknya, pandangannya kembali menatapmu. Sorot mata yang membuat tidak nyaman. Terlihat lelah dan amarah yang mendominasi.

"Kenapa kau bisa ada disini?" Suaranya serak

Rasa simpatimu muncul, kamu menatapnya sedih. "Aku...ditugaskan mengantar makanan padamu"

"Kau.. bisa makan sendiri kan? kalau begitu aku pergi" cepat-cepat kamu meninggalkan tempat itu, tidak ingin mengecewakan majikan hanya karena terbawa perasaan 

Twin Brother [ Itadori Yuuji × Reader × Sukuna ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang