Hari pertama Aran bekerja, walaupun hanya setengah hari dan disesuaikan dengan jadwal perkulihannya tetap saja Aran harus menyiapkan tenaga ekstra. Aran hanya berdiri didekat meja supervisiornya, ia hanya disuruh menunggu perintah. Sudah satu jam lamanya Aran berdiri namun tak ada satu pun yang ia diminta mengerjakan sesuatu. Bahkan dirinya seakan akan diabaikan.
"Ngopi mau gak?" Tanya supervisornya pada temannya
"Boleh deh"
"Ran buatin kopi ya, ada tuh dekat galon"
"Iya mas"
Aran merasa dirinya hanya dijadikan pembantu disini. Mau tak mau Aran kerjakan.
Aran mengantarkan kopi, lagi lagi ia diabaikan bahkan tak beri duduk.
"Ah Ran lo kan dari tadi gak ngapa ngapain, mending lo susun itu berkas berkas yang ada dikotak"
Aran hanya mengangguk dan menjalankan perintah.
Tumpukan kotak bukan hanya ada satu dua namun ada sebelas kotak dan Aran baru selesai menyusunnya dipukul enam sore. Kantor pun sudah sangat sepi, ia keluar seorang diri. Melelahkan memang namun dipikirannya ada Shani dan calon anak mereka.
Aran menyapa satpam sebelum keluar area kantor. Aran menuju stasiun untuk pulang. Jam sore memang sangat padat. Badan Aran sudah lelah ditambah ia baru saja sembuh. Disepanjang jalan Aran berdiri berdesakan.
Aran mengeluarkan dompetnya melihat foto USG bayi mungil yang sedang Shani kandung, senyumannya mengembang. Rasa lelahnya sedikit terobati karna melihat calon malaikat kecilnya. Aran bukan hanya menyayangi Shani, ia juga sangat menyayangi bayi yang Shani kandung. Aran menerima semua yang ada pada Shani.
Aran membalik dompetnya, ada foto Shani dibagian depan. Shani yang tengah tersenyum sangat cantik.
Adzan magrib berkumandang tepat saat kereta berhenti, kali ini ia tak bisa sujud bersama sama Shani dirumah. Baru hari pertama sudah terasa berat untuknya berjarak dengan Shani dan tak melakukan rutinitas mereka bersama. Aran memilih sholat sebelum melanjutkan perjalanan menuju rumah.
Pukul 19.05 Aran baru tiba dirumah, ia tersenyum melihat Shani yang berlari kecil menyambutnya.
Shani menatap lekat wajah Aran.
"Aku udah masak, kamu mau aku buatin minum?"
"Gak usah aku mau mandi"
Aran naik kelantai dua membersihkan diri. Lelah sekali karna ia belum terbiasa ditambah mentalnya sedang diuji disana.
"Ini bajunya udah aku siapin"
Aran mengelus kepala Shani sambil tersenyum. Aran tahu Shani mengkhawatirkan dirinya.
"Ran udah sholat?"
"Udah tadi ci, maaf ya telat pulang"
"Gak papa, are you okay?"
"Okay, apalagi udah liat cici pake daster gini beh, berasa liat bidadari lagi costplay jadi manusia"
"Malah gombal" Shani mencubit lengan Aran
"Ci ih kok dicubit, sakit tau"
"Habisnya ngeselin"
"Mau peluk ci?"
Aran duduk diatas kasur dan menarik pinggang Shani. Ia menyandarkan kepalanya di perut Shani.
"Halo dedek, papah kangen. Kamu jagain mamah kan pas papah gak ada? Jangan nakal nakal"
"Ran tadi siang dia nendang Ran, aktif banget"
"Oh iya?"
"Iyaa, aku seneng banget"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi
FanfictionPernikahan adalah hal yg sakral. Menyatukan dua pikiran, dua kepribadian dan masalalu. Mampukah Shani dan Aran melewati badai dalam rumah tangga mereka dengan semua perbedaan yang ada? Mampukah mereka saling melupakan masalalu? "Untuk apa kamu berta...