Shani melangkah pelan menuju ruang fisioterapi tempat dimana Aran sedang melakukan terapi. Setelah koma Aran divonis lumpuh dikaki kanannya dan harus melakukan fisioterapi untuk dapat berjalan normal kembali. Dari kaca pintu Shani dapat melihat Aran yang tengah berjuang untuk sembuh. Senyum Shani terukir tipis, ia bahagia bisa melihat Aran kembali.
Senyuman itu tak bertahan lama saat Shani melihat Chika yang tengah memeluk Aran saat Aran hampir terjatuh. Hati Shani terluka saat mereka tertawa bersama.
"Ci gak masuk?"
"Deo"
"Kenapa kaget gitu ci? kami semua lagi nemani Aran buat terapi"
"Aku titip ini buat Aran, minta dia tanda tangani ya. Aku pamit"
Shani tak benar benar pergi, ia masih ingin melihat Aran. Tak lama Aran, Deo dan Chika keluar dari ruangan itu, Chika dan Aran berpisah dengan Deo. Senyuman Aran kembali lagi dan hal itu membuat Shani bersyukur.
Chika dan Aran berjalan jalan ditaman rumah sakit. Lagi lagi Chika tertawa bersama Aran dan hal itu sangat menyakitkan Shani.
Shani menghapus air matanya, ia berbalik pergi dari sana. Tatapan Shani terkunci pada Gaby. Gaby pun mendekat dan memeluk Shani.
"Gak papa Shan, kamu udah ngelakuin yang terbaik dan jalan yang kamu ambil pun sudah yang terbaik"
"Aku sayang sama dia ka"
"Aku tau Shan, aku bersyukur kamu tau perasaan kamu sebenarnya"
.....
Beberapa hari ini Shani dengan gelisah menanti kabar dari Aran, gugatan perceraian yang ia berikan pada Aran waktu itu belum juga ada respon dari Aran.
Bolehkan Shani masih berharap?
Shani memandangi foto dimeja kerjanya yang tak pernah ia pindahkan. Foto keluarga kecilnya.
"Aku yang udah ngehancuri semuanya dan aku pantas buat ini"
Shani mengelus cincin pernikahannya itu. Masih jelas teringat saat Aran memakaikan cincin dijari manisnya. Masih terlihat jelas kenangan disubuh pertama mereka saat Shani dan Aran sujud bersama menghadap Ilahi. Air mata Shani jatuh begitu saja.
Ponsel Shani berdering menampilkan nama Aran dalam sebuah pesan.
"Assalamualaikum, Ci berkasnya bisa diambil besok. Kita ketemu di cafe ya ci nanti aku kirimin alamatnya. Bawa Afra aku kangen. Masih bolehkan ketemu Afra?"
Air mata itu semakin deras terjatuh. Shani bergegas keluar kantor, perasaannya sangat kacau.
"Shan" Feny kaget melihat Shani yang bergegas pergi dengan air mata.
Entah, Shani tak tahu kemana ia hanya terus melajukan mobilnya. Air matanya sudah membahasi wajah cantiknya. Padahal ini yang ia inginkan tapi menerima kenyataan ini Shani tak bisa.
Shani terhenti disebuah gedung berlantai 6 yang belum jadi. Kenangannya bersama Aran terlintas. Dekapan pertama Aran yang menguatkannya, mata Aran yang menenangkannya dan genggaman tangan Aran yang tetap setia untuknya.
"Aran" dada Shani terasa sesak hanya untuk menarik nafas
"Balik Ran, maaf aku egois tapi aku butuh kamu"
Shani berusaha kembali menjalankan mobilnya menuju rumahnya.
Semua yang ada dirumah itu masih terasa kehangatan Aran. Aran yang tertidur disofa menunggunya pulang, masakan yang Aran masak untuk Shani. Vakum cleaner yang sering digunakan Aran masih setia menunggu pemilik. Shani menghapus air matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi
FanfictionPernikahan adalah hal yg sakral. Menyatukan dua pikiran, dua kepribadian dan masalalu. Mampukah Shani dan Aran melewati badai dalam rumah tangga mereka dengan semua perbedaan yang ada? Mampukah mereka saling melupakan masalalu? "Untuk apa kamu berta...