19. Mager

297 48 6
                                    

"namanya hidup dengan jutaan manusia,kita nggak bisa memilih akan berada di manusia yang memiliki otak seperti apa"

*****

Sedari pagi kediaman Iqbaal dan (Namakamu) tampak ramai,bukan suara dari Hasan dan Husain yang membuat ramai,melainkan suara (Namakamu) yang terus mengomel tiada henti kepada Iqbaal.

(Namakamu) terus mengomel ketika menemukan Iqbaal yang terus saja berbaring di atas sofa depan televisi bersama Hasan dan Husain yang duduk di karpet memainkan mainannya.

Bukan tanpa alasan,sejak acara wisuda tempo hari Iqbaal terus saja berbaring tanpa melakukan apapun,dirinya yang sudah jengah dengan perilaku Iqbaal pun beberapa kali menyuruh Iqbaal melakukan banyak hal,seperti berbelanja ke tukang sayur, sampai membersihkan halaman belakang yang sebenarnya sudah bersih. Namun bukannya Iqbaal kembali rajin, justru Iqbaal akan kembali berbaring dengan nyaman di sofa ataupun kembali ke kamar setelah melakukan apa yang (Namakamu) pinta.

"Iqbaal!."

Iqbaal merubah posisi tubuhnya menjadi tengkurap,"Hemm."

Dengan kesal (Namakamu) memukul pantat Iqbaal,"Aku telpone papa ya," ancamnya mengambil handphone di atas meja.

"Iyaa."

Jari (Namakamu) dengan lincah mencari no sang mertua,"Hallo pa,ini Iqbaalnya habis wisuda di rumah mager mulu,tiduran terus kerjaannya. Nggak pernah bantuin (Namakamu) sama sekali," adu (Namakamu) yang sudah terlampau kesal dengan kelakuan Iqbaal.

Mendengar ucapan (Namakamu) membuat Iqbaal dengan secepat kilat mengambil handphone yang berada di tangan (Namakamu),"Ehh ehh enak aja.bantuin kok pa,dah kaya kuli aja aku. Hallo pah pah," alis Iqbaal menyatu,di lihatnya layar handphone yang hanya menampilkan layar hitam, "kamu ngerjain aku ya?," Tanya Iqbaal setelah menyalakan handphone tersebut ,namun tidak menampilkan panggilan pada siapapun.

(Namakamu) terkekeh menjulurkan lidah pada Iqbaal yang berhasil Ia tipu,"Sukurin. Siapa suruh rebahan mulu dari pagi," ucapnya lalu duduk mengambil cemilan yang ada di atas meja.

Iqbaal merebahkan tubuhnya kembali dengan paha (Namakamu) sebagai bantal,"Capek aku tu. Pengen istirahat," ucap Iqbaal membuka mulut untuk menerima suapan dari (Namakamu).

(Namakamu) menatap Iqbaal jengah,"Heleh. Kek abis perang aja."

Iqbaal tersenyum bangga,"Kuliah kan juga perang. Memerangi kebodohan," ucap Iqbaal dengan bangga.

(Namakamu) mendengus kesal,"Terus mau berapa lama mau kaya gini?. Apa mau tukeran sama aku,kamu jadi bapak rumah tangga,aku jadi ibu kepala keluarga," ucap (Namakamu) memberi ide.

Iqbaal menggeleng tidak setuju," Ya nggak mau lah."

(Namakamu) mengetuk kening Iqbaal pelan,"Ya terus. Kapan aku kayanya kalau kamu mager begini."

Iqbaal tampak berfikir, beberapa detik kemudian sebuah ide muncul di kepalanya,"Emm nanti malem. Aku ngepet kamu jagain lilin ,pasti kaya" ucap Iqbaal dengan santainya,namun malah mendapat hadiah sebuah pukulan di dadanya,"sakit sayang."

(Namakamu) mengusap mulut Iqbaal kesal,"Ngomong nggak di fikir dulu."

Iqbaalpun mengelus bibirnya,"Katanya mau kaya,itu cara paling mudah."

(Namakamu) tersenyum dengan paksa,"Pinter sekali.boleh deh kamu pergi ngepet pas nanti sampe di dalem rumah orang lilinnya aku tiup deh,dah kaya kan," ucapnya dengan santai.

Iqbaal menatap (Namakamu) dengan wajah di buat sesendu mungkin,"Ihh jahat."

"Nye nye nye."

Wajah Iqbaal tampak memelas,"Ya allah istri hamba jahat. Kalau di ganti pake istri ke dua boleh kok," ucap Iqbaal seolah tengah berdoa seperti orang yang tengah tertindas.

(Namakamu) menatap Iqbaal tajam,"Apa?,bilang apa tadi?."

Iqbaal kelabakan,niatnya bercanda namun respon (Namakamu) tidak sedang bercanda.membuat bulu kuduknya berdiri,"Emm nggak kok ay,nggak jadi ya allah hamba tarik," ucap Iqbaal memelas.

(Namakamu) menatap wajah Iqbaal dengan garang,"Sampe nyari lagi,ku potong adik kecil kamu ya Baal," ancamnya tanpa ampun.

Iqbaal bergidik merinding,Ia pun reflek merubah tubuhnya menjadi duduk,"Hihhh nggak kok enggak."

Sore harinya

(Namakamu) dan juga Iqbaal mengajak Hasan dan Husain berjalan menyusuri trotoar kompleks bersama. Mereka memutuskan untuk berjalan jalan sembari mencari menu untuk makan malam.

Hasan yang tampak senang pun beberapa kali melompat dengan senang,beda dengan Husain yang masih tampak takut dan memilih berada di gendongan Iqbaal. Mendengar beberapa suara motor yang nyaring membuat Husain kaget dan alhasil takut untuk berjalan sendiri.

Beberapa motor yang tidak standar memang beberapa kali lewat di jalanan kompleks, beberapa dari mereka adalah kurir pengantar keperluan dapur,yang mungkin saja mendapat pesanan dari salah satu warga di kompleks tersebut.

Hasan tertawa dengan riang,"Dek Sen yun. Yo yan ma bang Sen" ajak Hasan menarik kaki Husain untuk berjalan bersama.

Husain menggeleng menolak ajakan dari sang kakak,"Dek Sen ku bang. Kut otol sik," ucapnya menunjuk motor yang tengah lewat.

Hasan melambaikan tangannya pertanda untuk jangan takut,"Nggak kut,da bang San again," ucapnya tersenyum menampilkan gigi kelincinya.

Husain pun menatap Iqbaal dan (Namakamu) untuk memastikan,(Namakamu) dan Iqbaal tersenyum memberi Husain kepercayaan bahwa semua akan baik baik saja.

Dengan setengah takut Husain turun dari gendongan Iqbaal membuat Hasan tersenyum senang. Hasan pun dengan cepat menggenggam tangan Husain agar berjalan di sisi kirinya.

Tak lama dari kejauhan datang bapak bapak mengendarai motor yang berbunyi nyaring,Husain yang tampak takut pun dengan cepat di peluk oleh Hasan dengan erat.

Dengan erat Hasan memeluk tubuh Husain yang hampir berlari memeluk Iqbaal,"Da bang San da bang San,ngan kut ngan kut," teriak Hasan agar Husain tidak takut saat mendengar suara motor yang nyaring.

Iqbaal dan (Namakamu) tampak terkekeh sekaligus bangga dengan Hasan yang benar benar menjaga adiknya dengan baik.

Setelah motor tersebut melintas,Hasan melepaskan pelukannya dan menatap Husain dengan senyumannya,"ngan kut,bang San ma Dek yus," ucapnya pada Husain.

Husain mengangguk lalu tersenyum,"Asi bang San."

"Ama ama."

Hasan dan Husain kembali berjalan tanpa melepaskan gandengan nya di ikuti Iqbaal dan (Namakamu) yang masih tersenyum haru dengan apa yang di lakukan Hasan kepada Husain.

Setelah menentukan menu makan malam,Iqbaal dan (Namakamu) berjalan memasuki tenda tersebut. Setelah memesan Iqbaal mengajak keluarga nya untuk duduk di tempat duduk lesehan yang ada di sudut.

(Namakamu) duduk di hadapan Iqbaal dengan Husain berada di sebelahnya,"Kamu pesen apa?," Tanya (Namakamu) setelah Husain duduk dengan tenang.

Iqbaal tersenyum penuh arti,"Tiga ayam,dua lele."

"Banyak amat."

Iqbaal menatap (Namakamu) dengan senyuman tidak berdosa,"Hehe aku mau makan ayam sama lelenya."

(Namakamu) menatap Iqbaal tidak percaya,"Rakus ya bapak anak dua."

Iqbaalpun menatap (Namakamu) dengan wajah di buat semelas mungkin,"Sesekali sayang. Dah lama nggak makan pecel lele," ucapnya penuh harap.

(Namakamu) menghela nafas pasrah,"Yang penting di habisin,awas aja nggak habis."

Senyum Iqbaal merekah,"Siap bu bos."

" Tak ada yang tau bagaimana takdir dan ahir itu terjadi.namun kita tau bagaimana mana masalalu pernah terjadi"

*****

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang