20. Bunda Hebat

379 57 19
                                    

" belajar tidak hanya di sekolah,namun di setiap kaki melangkah itu adalah sebuah pelajaran"

*****

(Namakamu) yang baru saja selesai menjemur baju pun langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang keluarga,ember cucian yang ia gunakan untuk mengangkut cucian Ia letakkan begitu saja tanpa menaruh nya kembali ke tempat semula.

(Namakamu) menghela nafas berat,keringat membasahi sekujur tubuhnya membuat baju yang Ia kenakan basah,tangannya terangkat mengusap wajah yang sudah basah akan keringat. Beruntung Hasan dan Husain sedang tidur siang, membuatnya bisa beristirahat walau hanya sebentar.

Dengan tenaga yang tersisa (Namakamu) merubah posisinya menjadi duduk,dengan perlahan Ia memijat kedua kakinya yang terasa pegal karena seharian harus membereskan rumah sekaligus menjaga Hasan dan Husain seorang diri.

Setelah lama mengambil libur,Iqbaal memutuskan kembali ke aktifitasnya untuk mengurus resto yang Ia dirikan bersama (Namakamu).
(Namakamu) menoleh ketika suara Hasan memanggil nya," ndaaa" panggilnya sembari berjalan tidak lupa dengan tangan yang terus menggosok kedua matanya.

(Namakamu) tersenyum ketika Hasan berjalan menghampirinya,"Eh Abang udah bangun. Sini nak," panggil (Namakamu) agar Hasan menyambut rentangan tangannya.

Hasan menyembunyikan wajahnya di balik leher (Namakamu),"Ndaaa," rengeknya.

(Namakamu) mengelus punggung Hasan lembut,tidak biasanya Hasan merengek seperti ini jika bangun tidur,"Kenapa Bang. Ini bunda di sini," ucap (Namakamu) lembut.

Hasan menguap,matanya kecilnya masih terlihat sayu seperti masih mengantuk,"Bang mo num," ucapnya sembari menggosok matanya lagi.

(Namakamu) pun menarik tangan Hasan agar tidak menggosok ke dua matanya dan memilih meniup kedua mata Hasan dengan lembut,"Mau susu atau air putih?," Tanya (Namakamu) ketika mata bulat milik Hasan menatapnya.

"Utih," ucapnya lalu tersenyum memperlihatkan kedua gigi kelincinya.

(Namakamu) tersenyum lalu berjalan ke arah dapur sembari menggendong Hasan yang bersandar nyaman di pundaknya," minum dulu Bang," ucap (Namakamu) memberikan satu gelas air putih pada Hasan.

Gelas yang berisi air putih tersebut tandas tak tersisa,dengan senyuman khasnya Hasan memberikan gelas tersebut pada sang Bunda,"yun mo in nda," pinta Hasan mencoba turun dari gendongan sang Bunda.

(Namakamu) meneruskan Hasan, sebelum Hasan pergi (Namakamu) lebih dulu mencegahnya,"Boleh main.tapi,Abang nggak boleh gangguan Adek bobok ya," ucap (Namakamu) memberikan pengertian pada Hasan.

Hasan mengangguk, senyum kelincinya tidak lepas dari wajahnya,"Em Bang no gu dek Sen obok," ucapnya sembari memberikan kelingking untuk berjanji kepada sang Bunda.

(Namakamu) menyambut kelingking Hasan,lalu mencium kedua pipinya dengan gemas,"Main yang pinter ya bang," ucap (Namakamu) mengelus kepala Hasan dengan lembut.

Hasan mengangguk lalu mencium pipi (Namakamu)," Ya Ndaaa."

Hasan pun berjalan dengan cepat menuju keranjang mainan yang (Namakamu) di ruang keluarga. tangan kecilnya sibuk memilah mainan yang akan Ia mainkan,satu tangan Ia gunakan untuk mencari dan satunya lagi ia gunakan untuk memeluk sebuah truk berukuran sedang.
Bibirnya terus berceloteh ketika mendapatkan mainan yang bukan Ia inginkan," ukan ukan ukan. Bil cil na eyahh," gumamnya ketika menemukan mobil warna kuning dan hijau.

Beberapa mainan pun tergeletak di lantai ketika Hasan terus mencari mobil merah yang Ia inginkan. Matanya berbinar ketika menemukan mobil yang Ia cari sedari tadi.

Senyum kelincinya Hasan merekah,"Bil eyah bil eyah," seru Hasan dengan senang membawa mainan tersebut ke atas karpet di depan televisi.

Namun baru saja duduk dan meletakkan mainan Hasan kembali bangkit dan berjalan dengan cepat menuju keranjang mainannya, beberapa mainan yang sempat terjatuh pun Ia masukkan kembali ke dalam keranjang satu demi satu. Ia ingat pesan sang Bunda agar merapikan kembali apa yang sudah Ia mainkan.

Hasan menatap sebuah mainan dengan kesal, mainan tersebut menggelinding beberapa kali ketika akan Ia ambil,"Blummm" seru Hasan berjalan menuju mainannya ketika selesai membereskan mainan yang sempat terjatuh.

(Namakamu) yang berada di dapur melihat Hasan yang tampak kesal dengan mainannya pun hanya bisa terkekeh geli,wajah marah milik Hasan benar benar menggemaskan,apalagi saat Hasan menyerukan kata hihh dengan panjang itu membuat (Namakamu) semakin gemas.

Melihat Hasan yang sudah sibuk dengan mainannya ,(Namakamu) yang masih memiliki pekerjaan pun buru buru mengerjakan nya sebelum putra keduanya bangun. Walau tubuhnya terasa lelah Ia harus segera menyelesaikan nya agar bisa menyuapi kedua putranya.

Tak lama sebuah suara rengekan memanggil nya,Husain terbangun sendirian di kamar tanpa sang kakak, membuat nya merengek dan ingin menangis. Dengan cepat (Namakamu) mencuci tangan dan dengan sedikit berlari menuju kamar ketika mendengar Husain memanggil.

Dengan cepat (Namakamu) meraih tubuh Husain dan menggendong nya,"Sini sayang sini sama Bunda," (Namakamu) pun mengusap pipi Husain yang sudah basah dengan air mata,"Adek kaget ya nggak ada temennya pas bangun. Maaf ya sayang. Tadi Bang Hasan bangun duluan,tuh lagi main," ucap (Namakamu) membawa Husain ke ruang keluarga untuk bertemu Hasan yang sedang bermain.

Husain yang sempat menangis pun masih enggan melepaskan pelukannya pada leher sang Bunda.wajahnya Ia sembunyikan pada pundak sang bunda dengan sesekali menarik mengusap hidungnya yang sudah memerah.

Dengan terpaksa (Namakamu) duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dengan nyaman. Tangannya pun mengelus punggung Husain dengan lembut,Ia harus menunggu beberapa menit agar Husain mau bermain dengan kakaknya.

Melihat Husain di pelukan sang Bunda,dengan senyum merekah Hasan berjalan mendekati keduanya,"Dek Sen yuk ain," ajaknya dengan semangat.

(Namakamu) melihat Husain yang bersandar di dadanya dengan mata yang melamun mengumpulkan nyawanya yang belum lengkap,"Tuh di ajak Abang main."

Husain menggeleng dan lebih memilih mengeratkan pelukannya,"No,Dek mo yuk nda."

Dengan mata bulatnya Hasan melihat sang Adik dengan heran,"Dek Sen pa nda?," Tanga Hasan yang tampak kebingungan.

(Namakamu) terkekeh melihat wajah bingung milik Hasan, wajahnya tampak menggemaskan jika sedang kebingungan,"Habis nangis tadi. Pas bangun nggak ada orang," jelasnya mengusap punggung Husain lembut.

Hasan tampak berfikir,mata bulatnya melihat ke atas seperti benar benar memikirkan dan mengingat suatu hal,"Bang gal endili ii amar adi," ucap Hasan ketika mengingat Ia meningkatkan Husain sendirian di kamar.

(Namakamu) mengelus kepala Hasan,"Iyaa. Bang Hasan main sendiri dulu ya. Nanti Adek nyusul," ucap (Namakamu) di setuju oleh Hasan.

Bukannya kembali bermain ,Hasan justru berjalan menuju dapur,tangannya dengan sekuat tenaga membuka kulkas dan mengambil satu botol yang berukuran sedang dan membawanya ke ruang keluarga, botol tersebut beberapa kali jatuh karena terlalu berat.

Dengan senyuman nya Hasan memberikan botol tersebut kepada sang Bunda,lalu berlari dengan sempoyongan menuju dapur. Tak lama Hasan kembali dengan membawa gelas plastik yang (Namakamu) letakkan di meja makan milik Hasan san Husain.

(Namakamu) tersenyum haru,Ia tidak menyangka anak sekecil Hasan memiliki inisiatif sebegitu besar, "Dek num yu. Yar egel" ucap Hasan sembari menyerang gelas tersebut ke pada sang Bunda.

Satu tetes air mata meluncur begitu saja dari kelopak mata (Namakamu). Melihat apa yang di lakukan Hasan untuk Adiknya membuat hatinya senang sekaligus terharu. Ia pun menghapus air matanya dan menuangkan air tersebut untuk Husain.

Hasan pun bersorak senang ketika Husain menghabiskan air tersebut dengan cepat. Tak lama Husain pun mau beranjak dari pelukan sang Bunda san bermain bersama dengan sang kakak.

" Semua memerlukan proses dan proses. Tidak ada yang instan kecuali mie instan"

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang