27. Ote

292 39 4
                                    

" Setiap manusia memiliki titik lemahnya tersendiri, jadi tidak apa jika mengeluh dan lelah. Tapi ingat jangan pernah menyerah"

*****

Iqbaal terus saja berjalan tak tentu arah, sejak sore tadi Ia berinisiatif untuk joging sebentar menghitari perumahan bersama Husain, sedangkan Hasan berada di rumah bersama dengan (Namakamu). Namun keputusan mengajak Husain adalah keputusan yang salah, sejak setengah jam yang lalu Ia terus berlari segala penjuru mencari Husain yang terlepas dari padangannya.

Keringat pun tampak menetes membasahi kening dan juga baju yang Ia kenakan. Panik dan hawatir dua kata yang bisa di gambarkan dari wajah Iqbaal saat ini, beberapa kali menghitari jalanan kompleks Ia tidak menemukan tanda tanda keberadaan Husain sama sekali, bahkan beberapa penjaga kompleks pun tidak ada yang  melihat Husain sama sekali.

Dengan nafas memburu Iqbaal mendudukkan tubuhnya di atas trotoar, dada Iqbaal pun tampak naik turun setelah kelelahan mencari keberadaan Husain. Merasakan tenggorokan yang sudah mengering membuat Iqbaal dengan sekuat tenaga berjalan ke arah beberapa pedagang yang tengah berjualan di area taman kompleks yang tak jauh dari tempatnya duduk.

Iqbaal pun bernafas lega ketika air dingin mengalir di tenggorokan nya, setelah membayar Iqbaal memilih kembali berjalan menghitari taman sembari mencari keberadaan Husain yang mungkin saja ada di area taman.
Mata Iqbaal tampak menyipit mencari keberadaan Husain ketika melihat beberapa gerombolan anak anak yang tengah bermain.

Iqbaal pun hampir berlari ketika melihat seorang anak yang tampak seusia Husain tengah memakan eskrim di ayunan, Iqbaal pun mengurungkan niatnya ketika anak tersebut di dekati oleh seorang ibu yang bisa di yakini adalah ibu dari anak tersebut.

"Bilang nggak ya," ucap Iqbaal sembari duduk di salah satu bangku yang ada di area taman.

Tangan kanannya pun meraih sebuah bunga yang tumbuh di dekatnya, " kasih tau," tarik Iqbaal pada salah satu kelopak bunga tersebut, kedua tangannya pun tampak bergetar ketika menarik salah satu kelopak bunga yang ada di tangannya, "enggak," tarik Iqbaal lagi, namun belum sempat Ia menarik satu kelopak lagi dua pasang kaki tampak berdiri di hadapan membuatnya reflek mendongakkan kepala.

Mata Iqbaal membola sempurna melihat Hasan dan Husain yang tampak tersenyum memamerkan giginya. Tanpa basa basi Iqbaal memeluk keduanya dengan erat, ciuman terus Ia layangkan di kedua pipi milik Hasan Husain, tampak air mata menetes dari kedua matanya.

Tak lama sebuah kursi roda berjalan mendekati ketiganya yang masih berpelukan, " pulang yuk, udah mau Maghrib," ajak (Namakamu) melihat langit mulai gelap.

"Unda," panggil Hasan dan Husain meletakkan kepalanya di pangkuan (Namakamu).

Iqbaal pun menghapus kedua matanya dan langsung meraih kursi roda milik (Namakamu) dan mendorong nya tanpa mengucapkan satu patah katapun.

Tak butuh waktu lama ke empatnya telah sampai di rumah, "kamu mandi dulu, habis itu baru ngobrol ya. Nanti aku ceritain gimana Husain bisa sama aku," jelas (Namakamu) melihat raut wajah yang sudah tidak beraturan milik Iqbaal.

Iqbaal pun mengangguk dan berjalan dengan cepat menuju kamar, (Namakamu) pun tersenyum lembut pada Hasan dan Husain yang tengah memandang kepergian Iqbaal dengan sendu. Keduanya pun tampak bersalah dengan apa yang terjadi.

"Nggak papa, nanti Bunda bantuin ngomong ya sama Ayah," jelas (Namakamu) melihat wajah Husain yang terlihat akan menangis. "Bang Hasan nggak salah kok, kan Abang jagain Bunda jadi nggak tau kalau Adek kaya gitu," ucap (Namakamu) menenangkan Hasan yang tampak merasa bersalah dengan apa yang di lakukan Husain.

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang