4. *Hasan Demam

2.8K 284 17
                                    


"Rasa ini begitu menusuk hati, seperti tikaman yang amat sulit di mengerti."

*eriyka

*****

Hari ini kediaman Iqbaal dan juga (Namakamu) tampak berbeda dari hari biasanya. Sejak pukul 3 pagi tadi (Namka) di buat pusing dan hampir menangis saat Hasan sang putra pertamanya menangis tiada henti.

Sebagai seorang ibu (Namka) pun terus berusaha membuat sang putra berhenti menangis. Tepat pukul 6 pagi semua di buat kalang kabut saat (Namka) berteriak memanggil Iqbaal tidak lupa dengan Hasan yang masih di dekapannya.

Iqbaal yang masih tertidur pun lansung kalang kabut saat mendengar teriakan sang istri apa lagi dengan suara tangis milik Husain yang terbangun karena kaget mendengar teriakan sang bunda.

"Baal. Buru "rengek (Namka) kepada Iqbaal yang fokus ke jalanan yang sedikit macet.

Iqbaal pun melirik sekilas sang istri yang sedang memeluk putra pertamanya dan putra keduanya bersamaan" iya sayang, ini juga udah buru buru"

(Namka) pun menatap sendu kedua putranya yang berada di pelukannya saat ini"sabar ya bang. Kita udah deket dari rumah sakit. Bang Husain bobok lagi ya"

Husain yang sedari tadi memang terjagapun langsung menegakkan tubuhnya untuk menatap wajah sang bunda dengan kedua mata kecilnya"bang no bok, mo nem bang san"

Seulas senyum pun terbit di wajah (Namka) medengar ucapan putra keduanya"tapi bang Husain masih ngantuk. Bobok aja ya, nanti bunda bangunin kalo udah sampe"

Husain yang memang mengantuk pun mengusap kedua matanya. "ya bang sen bok yu, bang ya bun"ucap Husain langsung merabahkan tubuhnya dalam dekapan hangat sang bunda setelah memberi satu kecupan di pipi sang bunda.

"iya bunda juga sayang sama bang Husain. Bobok ya sayang"ucap (Namka) sembari mengelus punggung Husain agar terlelap dengan segera.

Tak lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dengan cekatan Iqbaal pun keluar mobil terlebih dahulu untuk membukakan pintu untuk (Namka), tidak lupa mengambil alih tubuh Husain untuk di gendongnya.

Dengan cepat mereka memasuki area rumah sakit dan langsung mencari dokter anak untuk memeriksa keadaan Hasan.
Setelah di periksa ternyata Hasan hanya demam biasa, dan masih wajar bagi anak seumur Hasan.

Iqbaal dan (Namka) memutuskan untuk menginapkan Hasan di rumah sakit selama sehari atau dua hari. Walau dokter sudah memberitahukan kalau panas yang di derita Hasan hanya panas biasa, namun (Namka) tetap memaksa untuk merawat Hasan di rumah sakit sehari atau dua hari.

Husain yang sudah terbangun pun hanya duduk diam sembari menatap ke arah brangkar yang berisi sang kakak yang tengah tertidur dengan selang inpus menancap di tangannya.

Mata kecilnya pun berkedip beberapa kali saat melihat sang bunda yang menangis di samping tempat sang kakak. Tubuh mungilnya pun perlahan turun dari atas soffa dan mulai berjalan ke arah sang bunda.

Tangan kecilnyapun menarik ujung baju milik (Namka), membuat sang bunda buru buru menghapus air matanya. Dan langsung mengangkat tubuh kecil Husain ke atas pangkuannya.

"bang Husian udah bangun"tanya (Namka) sembari mencium kedua pipi gembul milik Husain.

Husain pun masih diam sembari memperhatikan kedua mata sang bunda, tak lama tangan kecilnyapun mengusap pipi sang bunda yang masih basah dengan air mata"bun ngis pa. Bang san ti mbuh, jang ngis gi"

Senyum milik (Namka) pun merekah dengan sifat putra keduanya"iya bunda enggak nangis kok. Bang Husain mau mam enggak "

" yum pel"jawab Husain masih mengusap kedua pipi sang bunda.

"masa belum laper udah jam setengah delapan loh"ucap (Namka) sembari melihat ke arah jam yang menempel di dinding.

"na"tanya Husian tampak mencari penunjuk waktu yang biasa ia lihat di rumah.

"tuhh"tunjuk (Namka) membuat Husian langsung memperhatikan jam yang di tunjuk oleh sang bunda.

Husain masih diam memperhatikan jam dinding tersebut, otak kecilnya berusaha mengingat bagaimana bentuk jam yang berada di rumahnya saat sarapan di mulai setiap harinya. "ya, bang Sen pel, ma mam" ucap Husain langsung menatap sang bunda.

(Namka) pun tersenyum bangga dengan kepintaran yang di miliki sang putra. "gemes banget sihh bang, sebentar ya tunggu ayah lagi beli makan" ucap (Namka) dan hanya di balas anggukan oleh Husain yang kembali fokus mengusap kedua pipi sang bunda.

Sampai saat ini (Namka) bersyukur memiliki dua putra yang sangat pintar, bahkan Husain tidak rewel sama sekali. Husain cukup tau dengan ke adaan yang ada membuat (Namka) bernafas lega.

"nda bang san ngun nda, bang san ngun"ucap Husian sembari menepuk kedua pipi sang bunda membuat (Namka) sadar dari lamunannya.

"bang Hasan udah bangun"tanya (Namka) sembari mengelus kepala sang putra dengan sayang.

Hasan yang baru saja terbangun pun mengusap kedua matanya. Tidak lupa memperhatikan tangan kanan miliknya yang tengah tertancap infus. "bang san sing nda". Ucap Hasan sembari menatap sang Bunda.

"iya sebentar lagi sembuh kok pusingnya. Bang Hasan istirahat aja ya"

"bang San yuk ain"ajak Husian sembari naik ke atas brangkar milik sang kakak.

"bang san pek"jawab Hasan.

Mendengar penolakan dari sang kakak membuat mata kecil milik Husain berkaca kaca. "nda, bang San no ain ma bang Sen" adu Husain ke pada sang Bunda.

Dengan gemas (Namka) mengangkat tubuh Husain ke pangkuannya. "bang Hasan kan lagi sakit. Jadi harus istirahat biar cepet sembuh. Bang Husian main sama Bunda aja ya"

Mata milik Husain pun berkedip beberapa kali seperti sedang mencerna ucapan milik sang bunda. Setelah mengerti Husian pun langsung melihat sang kakak. "bang San kit. Bang Sen no gu agi. Bang San pet mbuh, nti ain agi ma dek"

Dengan gemas (Namka) mencium kedua pipi milik Husian membuat sang putra tertawa karna kegelian. "pinter banget sih nak. bang Hasan bobok lagi ya. Nanti kalo buburnya udah dateng bunda bangunin". Ucap (Namka) dan hanya di balas anggukan lemah oleh Hasan sebelum terlelap kembali.

"yuk nda in wah"ajak Husain sembari bergerak meminta turun dari pangkuan sang bunda.

(Namka) yang menyadari Husain berusaha turun pun mengangkat tubuh sang putra dan di dudukkan di atas karpet yang tersedia. "yuk, Bang Husain mau main apa"

Husain yang bingungpun mulai berfikir dengan mengetuk ngetukan jarinya ke dagu miliknya, membuatnya tambah lebih menggemaskan. "emmm innnnnn emm innnn. In pa nda bang Sen no au"ucap Husain menyerah.

Dengan gemas (Namka) mencubit pelan kedua pipi gembul milik Husain. "ihhhh gemes dehhh. Main mainan yang ada aja ya, bunda langsung masukin gitu aja tadi pagi". Ucap (Namka) sembari mengambil tas berisi mainan milik putranya.

"em yeh no pa"ucap Husain sembari mengeluarkan beberapa mainan yang berada di dalam tas.

"makasih Bang Husian"ucap (Namka) sembari mengelus lembut kepala sang putra.

Mendengar ucapan terimakasih dari sang bunda membuat Husain langsung mengalihkan fokusnya ke pada samg bunda yang tengah tersenyum ke padanya. "mama nda. Yum pi lom"

"oo iya sini bunda cium "ucap (Namka) sembari mencium ke dua pipi milik Husain membuat sang putra tersenyum senang.

" sehat terus ya nak. Jadi ke banggaan ayah sama bunda"bisik (Namka) sembari mengelus kepala Husain yang tengah asik bermain.

*****

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang