30. Yakin perang dingin?

277 32 3
                                    

" Kamu tuh lupa, kalau dia juga manusia, sampai kamu menuntutnya seperti dia bukan manusia"

*****

(Namakamu) terus saja memotong beberapa helai daun kering yang ada di dalam pot tanaman depan rumah, wajahnya tampak datar dengan tangan yang tidak berhenti memilah beberapa daun. Helaan kasar keluar dari bibirnya membuat seseorang yang sedari tadi duduk di belakangnya memasang wajah pias ketakutan.

(Namakamu) membalikkan badan menatap Iqbaal yang tengah duduk di bangku dengan satu cangkir teh di tangannya, matanya tampak tajam tidak bisa di artikan. melihat wajah (Namakamu) saat ini membuat tangan Iqbaal bergetar tanpa sebab, bukankah dirinya tidak bersalah, kenapa harus ikut merasakan aura menyeramkan dari (Namakamu) saat ini.

(Namakamu) berjalan mengambil duduk di samping Iqbaal, tangannya menaruh gunting dengan sedikit gebrakan membuat Iqbaal terjingkat hampir menjatuhkan gelas di tangannya.

"Jangan kasar kasar, nanti tangannya sakit," ucap Iqbaal lembut.

Mendengar teguran Iqbaal membuat (Namakamu) menatapnya datar, Ia meraih cangkir teh dan meminumnya dengan kesal, " awas aja kalau masih berantem," gumam (Namakamu) menyeruput tehnya.

Iqbaal berdehem pelan, Ia menyeruput teh di tangannya, "Namanya rumah tangga. hubungan suami-istri itu pasti ada bumbu pelengkapnya. sama kaya masakan kalau bumbunya kurang pasti rasanya nggak enak, tapi kalau bumbunya pas pasti terasa nikmat. Begitu juga rumah tangga, pasti ada yang namanya berantem, salah faham. Tinggal gimana cara menyikapinya dengan tepat, baru terasa nikmatnya," ucap Iqbaal tersenyum lembut pada (Namakamu).

Tatapan (Namakamu) perlahan melembut, Ia menatap wajah Iqbaal yang masih setia tersenyum ke arahnya. Ia pun mengangguk mengerti dan kembali menyeruput teh miliknya sembari menatap tanaman yang terlihat rapi setelah Ia memotong beberapa helai daun.

Setelah selesai membersihkan dan menata tanaman di depan rumah, keduanya berjalan memasuki rumah dengan membawa peralatan yang selesai mereka pakai. Saat sampai di ruang tamu Iqbaal meraih perkakas yang di bawa (Namakamu) dan membawanya ke belakang.

(Namakamu) berjalan dengan cuek  ketika melihat Papa dan mama Rita yang tampak masih melakukan perang dingin di ruang keluarga. Tangannya meraih kenop pintu dan mendorong nya dengan kasar, tanpa aba aba pintu tersebut Ia tutup dengan kasar sehingga menimbulkan suara yang begitu nyaring, membuat dua insan yang berada di ruang keluarga terjingkat karena kaget.

Keduanya saling pandang lalu secara bersamaan melihat ke arah pintu kamar (Namakamu), kedua mata mereka berkedip beberapa kali untuk mencerna kejadian tersebut, tak lama keduanya saling pandang dan akhirnya saling berpelukan untuk meminta maaf.

(Namakamu) yang ada di dalam kamar pun mendengus kesal, Ia berjalan memasuki kamar mandi untuk sekedar mencuci wajah dan kedua tangannya.

(Namakamu) berjalan sembari membawa haduk kecil yang Ia gunakan untuk mengelap wajahnya yang masih basah, Ia mengambil handphone yang berada di atas meja untuk mengecek notifikasi pesan masuk.

Terlihat nama Nova terpampang di layar handphone, Ia bisa menebak isi pesan yang di kirim kan sang adik, jika bukan keluhan tentang Hasan dan Husain pasti pesan meminta uang karena uang jajannya sudah habis terpakai.

Benar saja, Nova mengirimkan keluhan tentang uang jajan yang sudah tak tersisa lagi. (Namakamu) terkekeh ketika Nova mengirimkan foto dirinya yang tengah menahan malu karena tidak bisa membayar makanan yang Ia pesan bersama kedua putranya.

Dengan cepat (Namakamu) membuka mobile bengking miliknya, jari jarinya dengan cekatan mengetik kan satu persatu angka dan tak lama notifikasi masuk menandakan uang sudah terkirim ke rekening milik Nova.

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang