32.Rencana Liburan

104 12 0
                                    

" tidak ada pondasi terkuat selain tangan kokoh ibu"

*****

  Hangatnya mentari menembus sela sela dedaunan yang tampak menari di iringi angin yang berhembus perlahan.
Kicauan burung yang tengah menari pada dahan pohon tampak tak terganggu dengan gelak tawa riang dari keluarga kecil yang tengah duduk di atas rumput beralaskan kain di bawah pohon yang mereka tempati.

  Si kecil yang mulai aktif pun berlari dengan sekuat tenaga walau harus tergopoh gopoh karena belum lancar berjalan, dengan tangan yang masih berusaha menggenggam sebuah baling baling kertas yang baru saja di buat oleh sang Ayah. Hasan, dengan suara tawanya terus berlari mengelilingi rerumputan di susul sang adik Husain yang membawa satu baling baling kertas di tangannya.

  (Namakamu) hampir berteriak ketika melihat Hasan yang jatuh tersungkur di rerumputan, namun, bukannya menangis Hasan kembali berdiri dan menggandeng tangan sang adik untuk berlari bersama.
Keduanya tampak menikmati mainan yang baru saja mereka dapatkan. Peluh tampak membasahi kedua baju kakak beradik tersebut. Namun, bukannya berhenti keduanya semakin bersemangat ketika melihat baling - baling yang ada di tangan terus berputar.

  Kedua mata Hasan dan Husain tampak berbinar ketika melihat beberapa baling - baling yang baru saja di tancapkan oleh sang Ayah terus berputar ketika angin berhembus.

"Bagus kan?," tanya Iqbaal kepada kedua putra nya yang tampak fokus dengan baling baling kertas tersebut.

"Makan dulu yuk Nak," ajak (Namakamu) setelah melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Sepiring buah semangka dan mangga tersaji lebih dahulu, lalu di susul beberapa kotak makanan berat yang sudah (Namakamu) siapkan sedari rumah.

Reflek (Namakamu) memukul pelan tangan Iqbaal yang ingin mengambil satu tahu bakso yang baru saja Ia letakkan,"Ajak cuci tangan dulu anak anaknya," pinta (Namakamu) yang masih berkutat dengan alat makan.

"Hasan Husain, cuci tangan dulu yuk sama Ayah," ajak Iqbaal menggandeng kedua tangan sang Putera.

Setelah mencuci tangan ketiganya buru - buru kembali sebelum sang ratu mengomel karena terlalu lama.

"Bersih kan?," tanya (Namakamu) memeriksa jari dan kuku milik Hasan dan Husain, tak lupa mengecek kuku milik Iqbaal, "pinter," puji (Namakamu) membuat ketiga laki + laki tersebut tampak tersipu malu.

(Namakamu) melihat suami dan putranya bergantian,"Like father like son," kekeh (Namakamu) sembari menyiapkan makanan untuk ketiga nya.

"Makasih bunda," ucap Iqbaal menerima piring berisi nasi dan beberapa lauk dari (Namakamu).

"Acih Undaaa," ucap Hasan dan Husain bersamaan mengikuti apa yang Iqbaal lakukan.

"Makan yang banyak ya kesayangan Bundaaa," ucap (Namakamu) mengusap kepala ketiganya bergantian.

Ketiganya hanya mengangguk sembari menikmati makanan yang ada di hadapannya masing masing.

  Dengan senang hati Iqbaal merebahkan tubuhnya dengan paha (Namakamu) sebagai bantalan, di susul Hasan dan Husain melakukan hal yang sama.

Tangan Iqbaal terangkat mengusap pipi (Namakamu) lembut,"Maaf, aku belum bisa ajak liburan ke luar negeri atau ke tempat wisata lainnya,"  ucap Iqbaal dengan nada penuh penyesalan," cuma bisa bawa ke taman kota kaya gini. Padahal kamu udah capek urusin aku sama anak anak," lanjut Iqbaal mengusap lembut tangan (Namakamu) yang tengah menepuk dadanya lembut.

(Namakamu) tersenyum lembut, "Mau taman kota, mau itu Swiss atau bahkan ke Paris, selagi ada kamu sama anak anak itu udah cukup buat aku bahagia," jelas (Namakamu) mengetuk hidung Iqbaal dengan jari telunjuknya dengan lembut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang