22. Karaoke

350 36 5
                                    

" semua memiliki kisah dan alurnya masing masing. Percaya dan yaqin setiap jalan pasti memiliki ujungnya tersendiri"

*****

Iqbaal memijat kepalanya yang terasa pening, Ia tengah duduk di sofa memperhatikan tiga bocah yang tengah bernyanyi dengan riang. Membersihkan rumah dan mengurus kedua putranya benar benar menguras semua tenaganya.
Tidak terbayang bagaimana lelahnya (Namakamu) selama ini mengurus ketiganya seorang diri.

Mendengar alunan music yang terus berputar membuat Iqbaal semakin pusing,"Van Van. Jangan keras keras," larang Iqbaal ketika Vano memutar volume speaker.

Mendengar namanya di panggil membuat Vano langsung berbalik,"Ini nggak keras bang, masih pelan," jawab Vano menggunakan mic yang ada di tangannya.

Hasan dan Husain pun terus bergoyang mengikuti ritme lagu yang tengah di putar. Untung saja otak Vano masih normal dengan memutar sebuah lagu anak anak untuk Hasan dan Husain. Pantat Hasan dan Husain bergoyang ke kanan dan ke kiri seperti yang di ajarkan Vano beberapa menit yang lalu.

Melihat Hasan dan Husain membuat Iqbaal tertawa terbahak, bagaimana tidak, sekarang ini Hasan dan Husain tengah menggoyangkan pantat mereka seperti bebek yang tengah berjalan. Iqbaal memegang perutnya yang sudah keram karena tidak berhenti tertawa, rasa pening di kepalanya tiba tiba sirna di ganti dengan wajahnya yang terasa panas akibat terlalu lama tertawa.

Hasan menggoyang kan pantatnya dengan sesekali tangan yang Ia lambaikan ke atas,"Hey ayo hey ayo hey ayo hey ayo, " senandung Hasan mengikuti lagu yang tengah di putar.

Nova jatuh tertawa ketika mendengar nyanyian Hasan, "Bis kecil ramahnya mana Hasan?," Tanya Nova di selingi tawanya.

Hasan tertawa membuat siapa saja merasa gemas,"Hey ayo hey ayo bis ecil lamah hey ayo hey ayo bis ecil lamah," tawa Iqbaal meledak, matanya sampai berair karena tertawa terus menerus.

Melihat Ayah dan sang paman tertawa membuat Hasan san Husain juga ikut tertawa, keduanya terus saja bersenandung, " hey ayo hey ayo bis ecil lamah, hey ayoo hey ayo bis ecil lamahhhhh," senandung Hasan dan Husain bersamaan.

Keduanya bertepuk tangan ketika lagu yang di putar telah habis, Iqbaal dan Nova pun menghapus air mata mereka dan mencoba menormalkan kembali suaranya.

"Agi agi om Opa agi,"pinta Hasan dan Husain menarik celana Nova agar memutarkan kembali lagu yang baru saja mereka dengar.

Dengan senang hati Nova memutarnya lagi, membuat Keduanya menari dengan semangat. Iqbaal memilih pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan beberapa cemilan dari pada harus tertawa seperti tadi, perutnya sudah terasa keram karena terlalu banyak tertawa sedari tadi.

Iqbaal kembali membawa minum dan cemilan, tidak lupa membawa buah untuk Hasan dan Husain.

Iqbaal meletakkan nya di atas meja, tidak lupa membuka kotak buah milik Hasan dan Husain, "Hasan Husain, istirahat dulu nak," pinta Iqbaal membuat Hasan dan Husain langsung berlari ke arahnya.

Iqbaal menuang air putih ke gelas plastik, "Minum dulu, habis itu makan buah," ucap Iqbaal memberikan gelas berisi air putih tersebut pada Hasan dan Husain.

"Bang, Kak Azil pulang kapan?," Tanya Nova duduk di samping Iqbaal dan meminum air yang ada di botol.

Iqbaal mengelap tangan Hasan dan Husain sebelum memberikan buah yang ada di kotak, "Kata mama sih, dua atau tiga hari lagi baru pulang," jelasnya tersenyum pada Hasan dan Husain saat mengucapkan terimakasih.

"Lama bener."

Iqbaal menatap Nova jengah, "Itu juga udah di pendekin, tau sendiri Kakak kamu gimana. Dia udah nggak tahan mau ketemu Hasan sama Husain katanya," jelasnya yang mendapat laporan bahwa (Namakamu) selalu meminta untuk pulang saja walau keadaannya belum benar benar sembuh.

Nova mengangguk faham," Nggak heran sih. setiap ibu kan emang gitu, nggak ketemu anak sehari rasanya udah kaya bertahun tahun nggak ketemu," jelas Nova meminum air yang ada di tangannya.

"Yah gih yah gi," pinta Hasan yang tengah duduk bersila di hadapannya.

Iqbaal memberikan satu potong buah lagi kepada Hasan san Husain,"Habis ini bobok ya, udah malem tuh jamnya udah di 9," ajak Iqbaal menunjuk jam yang sudah menunjukkan angka 9.

Keduanya mengangguk setuju, jika jam sudah ada di angka 9 mereka akan menyetujui jika di ajak untuk tidur, namun mereka akan menolak jika jam belum menunjuk angka 9. Ini semua terjadi ketika (Namakamu) yang akan di larikan ke rumah sakit memberi tahu keduanya jika tidur harus jam 9 tidak boleh lebih dan ahirnya mereka menuruti hal tersebut sampe sekarang.

Setelah selesai memakan buah Hasan dan Husain pamit ke pada Nova untuk tidur terlebih dahulu, setelah mencuci kaki Hasan dan Husain langsung berlari dan naik ke atas tempat tidur.

"Mau di pok pok?," Tanya Iqbaal merebahkan tubuhnya di samping Hasan.

"Pok pok," jawab keduanya semangat.

Iqbaalpun kembali duduk dan menepuk pantat Hasan dan Husain bersamaan, keduanya pun langsung memejamkan mata menikmati tepukan dari sang Ayah.

Tak butuh waktu lama Hasan dan Husain sudah terlelap dengan pulas, melihatnya membuat Iqbaal dengan perlahan turun dari tempat tidur. Setelah membuat pembatas di sisi keduanya Iqbaal berjalan keluar dengan pintu yang Ia biarkan terbuka. Ia berjalan menghampiri Nova yang tengah mematikan dan merapikan alat yang di gunakan untuk karaoke.

"Mau nginep Nov?," Tanya Iqbaal memastikan.

Nova berbalik melihat Iqbaal yang baru saja datang,"Iya kayaknya, sepi juga di rumah nggak ada Papa sama Mama," jelasnya yang memang merasa kesepian ketika di rumah seorang diri, walau di rumah ada beberapa pekerja namun tetap saja Ia merasa sepi.

Iqbaal mengangguk, Ia melangkah menggeser kursi untuk mengambil jam yang tergantung di dinding,"Pilih aja kamar yang mau lu pake, bebas," ucapnya memutar jam kembali ke waktu semula pukul 8 malam.

"Licik ya Bang," kekeh Nova melihat Iqbaal yang mengembalikan jam ketempatnya semula.

Iqbaal menarik kursi kembali ketempat nya semula,"Mau gimana lagi. Mereka nurut banget sama Mamanya, kalau nggak gini bakal tetep tidur jam 9," ucap Iqbaal terkekeh geli dengan kelakuannya sendiri.

"Iri ya sama Kak Azil punya pasukan," ucap Nova tertawa geli.

Iqbaal mendengus kesal, jika di fikir memang kedua putranya selalu menuruti semua yang (Namakamu) ucapkan, beda dengannya yang di nistakan walau tidak selalu.

Iqbaal menghembuskan nafas lelah, Ia merenggangkan ototnya yang terasa pegal karena seharian mengurus rumah dan kedua putranya. Ia menyandarkan tubuhnya dengan nyaman ke sandaran sofa.

"Bang."

"Kenapa?," Tanya Iqbaal yang telah memejamkan mata.

Nova menggaruk kepalanya bingung, "Bingung nih milih jurusan buat kuliah. Menurut abang Nova bagusnya ambil apa?," Tanya Nova yang sudah terlalu pusing memikirkan jurusan yang pas untuk dirinya.

" Ambil yang lo suka, jangan yang nggak lu suka."

"Itu Nova juga tau Bang."

Iqbaal melirik Nova sekilas lalu memejamkan mata lagi, "Itu udah tau, kenapa nanya."

Nova menatap Iqbaal kesal, jika bukan kakak iparnya mungkin Nova sudah membuangnya kelaut sekarang, "Dih nanya Bang Iqbaal nggak guna banget."

"Hemm"

" Hanya satu kesalahan kamu lupa dengan ribuan kebaikan. namun jangan lupa, satu kelahan yang fatal bisa menghapus ribuan pahala"

*****

Bunda dan si kembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang