" Mereka yang pernah berkorban terkadang selalu di lupakan pada ahirnya"
*****
Dengan pelan Iqbaal menutup pintu mobil, setelah itu Ia berlari memasuki mobil. Setelah mengenakan sabuk pengaman Ia berbalik mengecek Hasan dan Husain yang tengah tertidur di car seat yang sudah Ia pasang.
Iqbaal tersenyum bangga ketika keduanya tak rewel sama sekali sedari pagi, keduanya tampak mengerti dengan situasi yang ada.
"Mereka pinter banget ya," ucap (Namakamu) ikut memperhatikan Hasan dan Husain yang sudah terlelap karena kelelahan.
Tangan Iqbaal terulur menarik selimut untuk menutupi tubuh Hasan dan Husain, "Dari kemarin aku udah cemas mereka bakal rewel kalau di ajak ke rumah sakit nganterin kamu cek up, tapi ternyata malah aku yang kaya tertampar sama mereka," bangga Iqbaal dengan kepintaran Hasan dan Husain.
"Anak anak aku itu," puji (Namakamu) mengaitkan sabuk pengaman nya.
Iqbaal mencibir kesal, Ia menarik rem tangan dan mulai mengendarai mobil menuju pintu keluar parkiran rumah sakit, "Yang bagu bagus emang anak kamu," ucapnya membuat (Namakamu) terkekeh geli.
Mobil melaju menembus jalanan ibu kota yang tampak padat merayap, tak butuh waktu lama ahirnya mereka sampai di rumah kediaman keluarga Pramudya, setelah cek up mereka memutuskan untuk menginap di kediaman keluarga Pramudya yang memang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah sakit.
Setelah menurunkan beberapa barang bawaan, (Namakamu) dan Iqbaal yang tengah menggendong Hasan dan Husain berjalan memasuki rumah begitu saja.
Keduanya pun duduk di ruang keluarga sembari memeluk tubuh Hasan dan Husain, keduanya pun tersenyum jahil, pasalnya mereka tidak memberi tahu pada siapapun jika meraka akan datang menginap hari ini.
"Mau taruhan nggak?," Tanya Iqbaal yang memiliki ide cemerlang.
Alis (Namakamu) berkerut, Ia menatap Iqbaal penuh selidik, "Taruhan apaan?."
Iqbaal tersenyum, "Taruhan. Kira kira respon siapa yang bakal paling heboh liat kita ada di sini," ucapnya agak berbisik.
(Namakamu) mengangguk mengerti, "Boleh. Yang menang dapet apa," tanya (Namakamu) memastikan hadiah apa yang akan di dapat.
Iqbaal pun berfikir sejenak, Ia pun mengingat sesuatu yang bisa Ia dapatkan secara mudah jika Ia menang, " Yang menang bisa makan di cafe 5 juta," ucapnya yang mengingat steak yang pernah mereka makan beberapa bulan yang lalu, steak termahal yang pernah masuk ke lambungnya.
(Namakamu) memasang wajah kecewa dengan hadiah yang di tawarkan oleh Iqbaal, "Steak 5 juta doang mah kurang menantang, gimana kalau 10 juta, " tawarnya yang memanfaatkan kesempatan yang ada.
"Oke deal. Aku pegang Papa," ucapnya dengan cepat.
(Namakamu) terkekeh mendengar pilihan Iqbaal, "Aku pegang Nova," ucapnya dengan yakin.
Iqbaal menatap (Namakamu) tidak percaya, "Yakin pegang Nova?," tanya Iqbaal mastikan.
"Iya lah. Liat aja tebakan aku nggak bakal salah," yakin (Namakamu) dengan pilihannya.
Iqbaal pun mengajak (Namakamu) berjabat tangan untuk meresmikan pertaruhan mereka, " pasti aku yang menang," ucap Iqbaal sangat yakin, Ia sudah melakukan riset selama ini. Dan setiap mereka datang Pak Pram lah orang pertama yang paling heboh saat mereka datang.
Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga, reflek Iqbaal dan (Namakamu) menengok ke arah tangga melihat siapa orang pertama yang datang. Iqbaal tersenyum senang ketika melihat pak Pram yang tengah fokus ke layar handphone.
"KAKAK!!" Teriak Pak Pram ketika melihat (Namakamu) yang tengah duduk di ruang keluarga.
Pak Pram pun langsung berlari dan memeluk tubuh (Namakamu) dengan erat, padahal baru beberapa minggu yang lalu mereka bertemu namun terasa beberapa tahun tidak bertemu.
Diam diam Iqbaal tersenyum penuh kemenangan melihat respon pak Pram saat ini. Tak lama muncullah mama Rita yang tak kalah senang melihat anak cucu dan menantu nya datang kerumah.
Tibalah saat yang di tunggu tunggu, suara teriakan Nova yang terdengar dengan jelas dari ruang keluarga. (Namakamu) tersenyum, Ia sudah tidak sabar untuk makan steak harga sultan yang sudah mereka kesepakati.
Tak lama turunlah Nova dengan mulut yang mengomel tidak jelas."Dek," panggil (Namakamu) membuat Nova mematung di tengah tangga.
Nova pun menepuk kedua pipinya dan beberapa kali melihat ke ruang keluarga untuk memastikan bahwa Ia tidak mimpi. Setelah merasakan sakit di kedua pipinya Novapun langsung berlari menuju sang kakak.
"Kakak," rengek Nova berada di pelukan (Namakamu), " Nova kangen, Kakak jangan sakit sakit lagi. Nova hawatir takut kakak ninggalin Nova pergi," rengek Nova seperti anak kecil.
(Namakamu) terkekeh geli, Ia menatap Iqbaal dengan wajah penuh kemenangan, "Maaf ya. Kakak udah nggak papa Nov. kakak nggak bakal kemana mana, cup cup nangisnya nggak malu sama Hasan Husain kalau nangis," ucap (Namakamu) mencoba menenangkan Nova yang masih menangis sesenggukan.
Nova menggeleng menolak ketika (Namakamu) mencoba melepaskan pelukannya, "Mau peluk dulu yang lama."
"Cowok kok nangis," sindir pak Pram yang baru saja datang setelah menidurkan Hasan dan Husain di kamar.
Nova pun menatap sang Papa kesal, "Bukan berarti jadi anak cowok nggak boleh nangis Pa, Nova juga manusia bukan alien," ucapnya yang tidak terima.
"Nova mah wajah nangis, yang nggak wajar itu nangis ngumpet di kamar mandi karena malu," sindir Mama Rita.
"Emang ada yang kaya gitu?," Tanya (Namakamu).
"Adalah."
"Siapa ma?," tanya Nova yang tampak penasaran.
"Tuhhh," tunjuk Mama Rita pada Pak Pram yang berpura pura tidak tahu.
Nova menatap sang Papa tidak percaya, "Papa suka nangis di kamar mandi?."
"Dah biasa itu, Kakak sering denger Papa suka nangisin ikan hias yang selalu di masak mama buat lauk makan," ucap (Namakamu) ikut membuka kartu sang papa.
Pak Pram yang sudah terpojok pun langsung berjalan dengan cepat meninggalkan ruang keluarga, Nova yang sempat di ejek sang Papa karena menangis pun berlari mengikuti sang Papa untuk membalas perbuatannya.
"Gimana tadi cek upnya?," Tanya mama Rita.
(Namakamu) tersenyum, Ia menggenggam tangan Iqbaal lembut, "Alhamdulillah semua normal, cuma tinggal tunggu beberapa bulan kalau mau program anak," jelasnya.
"Mungkin tunggu Hasan sama Husain masuk play group dulu mah, baru nambah lagi insha Allah," potong Iqbaal membuat (Namakamu) tampak terkejut.
"Yakin?," Tanya (Namakamu) memastikan, bukankah sedari awal Iqbaal ingin cepat cepat membuat adik untuk Hasan dan Husain namun kenapa berubah begitu cepat.
Iqbaal menghela nafas, Ia menarik tangan (Namakamu) dan menggenggamnya dengan erat, "iya sayang. Aku nggak mau ambil resiko buat punya anak cepet cepet, aku sadar keputusan punya anak bukan cuma aku yang berhak tapi kamu yang lebih berhak ngeputusin," ucap Iqbaal tampak berkaca kaca, " yang bawa mereka selama sembilan bulan kamu, yang ngelahirin kamu, yang ngasih susu pun kamu. Jadi yang lebih berhak ngeputusin ya kamu sayang," lanjut Iqbaal membuat mama maupun (Namakamu) terharu.
"Makasih," ucap (Namakamu) langsung memeluk tubuh Iqbaal dengan erat.
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/157982103-288-k702426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda dan si kembar
FanfictionKEMBALI ON GOING Cover bay @iteukismine Sequel Pasutri Backstreet. Di sarankan untuk baca cerita Pasutri Backstreet dahulu sebelum baca cerita ini.