Bea Muring

322 62 13
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan El juga Rhea menuju Bea muring, kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Untuk dapat sampai di desa itu, mereka harus terbang lebih dulu ke kupang, setelah menyambung penerbangan ke Ruteng dari sana butuh 2-3 jam hingga tiba di desa Bea muring.

Bea muring sendiri merupakan daerah dataran tinggi, dengan kondisi tanah berkontur atau tidak rata. Berada dalam wilayah perbukitan membuat desa ini sedikit sulit di jangkau dan memiliki suhu yang cukup dingin.

Karna tingginya desa itupun sering kali tertutup oleh kabut. Bea muring termasuk salah satu desa yang sedikit tertinggal. Baru sekitar 4 tahun lalu mereka menggunakan listrik sebelumnya mereka menggunakan generator sebagai penerangan.

Ibu El terus memeluk dan menangisi Eleora yang seolah akan pergi untuk berperang.

Sekarang terlihat bukan darimana tingkah random dan dramatis itu menurun? Ya, dari sang ibu.

"Mah, El bukannya mau pergi ke Palestina."

"Ya tapi tetap saja. Pokoknya kalau kamu ngga nyaman kamu langsung pulang ya. Mama akan minta jemput kamu pake pesawat pribadi saja. Hmm?"

Eleora menganggukkan kepalanya. "Iya mah.. iya. Oke? Sekarang El boleh masuk?"

"El, pokoknya kalau ada apa-apa..."

"Iya mah, El akan hubungi mama dan papa real time." Potong El sebelum ibunya berkomentar panjang lagi.

Ibu El kembali memeluk El,

"Pah.." ucap El

Bramantio menghela napasnya. Ia masih tak rela putrinya pergi. Ya, meskipun tujuannya baik. Tetap saja Bramantio menaruh curiga pada Eleora.

Jika itu adalah Eleora jaman sekolah yang sangat menyukai kegiatan bakti sosial Bramantio mungkin akan percaya. Tapi masa itu sudah berubah bertahun-tahun lalu. El bukan lagi Eleora yang seperti itu. Jadi, sangat wajar kalau Bramantio menaruh curiga pada misi Relawan ini.

Meski begitu Bramantio tetap mengambil istrinya agar melepaskan diri dari Eleora.

"Sudah, pesawat nya sudah akan berangkat" ucap Bramantio seraya memeluk pundak istrinya.

"El .... Tidak usah saja ya..." Pinta Ibu El lagi.

Eleora melambaikan tanganya dan kemudian menarik kedua kopernya.

Rhea membungkuk hormat pada Bramantio juga istri.

"Rhea.. titip El ya..."

"Iya bu,"

"Rhea, ingat ya.." ucap Bramantio

Rhea mengangguk lagi. "Iya, pak."

"Rhea, kalau misalnya di sana ngga nyaman. Kalian langsung ke kota saja cari hotel ya. Biar saya akan mencari relawan untuk menggantikan kalian oke" ucap Ibu El lagi.

"Rhea...cepat.." panggil El

"Baik bu, kalau begitu saya pergi dulu pak, bu. " Ucap Rhea

"Iya, hati-hati" jawab Ibu El

Bramantio hanya mengangguk-angguk. Rhea tak membawa koper. Ia hanya memakai satu ransel besar. Tak bawa koper pun Rhea tau ia akan repot dengan barang bawaan El.

Dua koper besar yang di bawa El itu sudah merupakan tawar menawar yang sangat alot. Bayangkan saja, Eleora ingin pergi ketempat terpencil dengan membawa 6 koper besar. Sekalian saja Eleora pindahkan apartemennya ke sana.

Penerbangan menuju kupang Eleora menggunakan kelas utama. Rhea yang biasanya banyak berkomentar tentang berhemat kali ini membiarkan.

"Kak, dengerin ini... Di sana kamu benar-benar harus mengurus dirimu sendiri. Meskipun aku ada di sana.. aku tidak akan banyak bisa membantu mu. Karna kamu di sana untukembantu. Bagaiamana kaka mau membantu kalau kaka sendiri tidak bisa mengurus diri"

Kutoroka (I'm on mission to find love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang