The Fact

236 56 13
                                    

Peraturan pemerintah yang memperbolehkan warga Indonesia datang ke Singapura tanpa Visa mempermudah Eleora dan yang lainnya untuk memasuki negara itu.

Eleora berjalan lunglai mendekat pada ruang kaca yang di dalamnya El tau ada sang ayang yang sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup.

Tangan El menyentuh kaca tersebut, hatinya hancur saat melihat semua alat yang terpasang di tubuh ayahnya. Ia tak ingin mempercayai bahwa yang terbaring itu benar-benar ayahnya. Sebelum ia pergi ayahnya masih baik-baik saja. Masih sempat berdebat dengannya.

Itu pasti bukan ayahnya tapi mengapa ada ibunya yang pundaknya sedang dirangkul oleh Seketaris ayahnya di dalam ruangan itu.

"Ibu, Mba El sudah datang" bisik Pria muda yang tak lain assisten sekaligus Sekretaris Bramantio Hidayat. Pria yang sama dengan pria yang selalu menghubungi Rhea.

Ibu Eleora yang semula sedang menangis tersedu-sedu pun menghentikan tangisannya. Ia menghapus air matanya. Ia tak mau putrinya melihatnya menangis. Saat seperti ini ia harus lebih kuat.

Setelah cukup mengatur napasnya, ibu El pun keluar dari ruangan ayah El tanpa jubah biru yang tadi di pakainya.

"El..." Panggilnya lembut.

Eleora menoleh pada ibunya. Ia mengigit bibirnya sendiri agar tak menangis.

"Ngga papa El.. papah ngga papa. Euhm.." ucap Ibu El dan mengusap lengan putrinya.

Air mata Eleora pun langsung saja berjatuhan. Air mata yang sejak perjalanan bahkan tak mampu ia teteskan.

Ibu Eleora memeluk El. Pertahanan Eleora pun runtuh. Ia mulai menangis dan terisak.

"Papah kenapa mah?"

"Papah cuma bercanda dengan El kan mah?"

"Mah.. bilang papah jangan gini. El janji akan lakuin apapun..." Ucap Eleora dengan terisak isak dan suara yang bergetar. Air matanya terus saja tumpah.

"Mahh... Bilang papah untuk bangun. El janji ngga akan ngelawan papah lagi... "

Perasaan ibu El semakin hancur mendengar anaknya menangis seperti itu. Semenjak Eleora remaja ia tak pernah mendengar anaknya menangis sampai seperti itu. Tapi Ibu Eleora bertahan. Ia tak mau meneteskan satu air mata pun di depan El. Iya akan menjaga putrinya.

Air mata Rhea juga terus berjatuhan. Ia menatap pria yang terbaring di dalam ruangan itu. Hatinya juga sedih dan hancur meski mungkin tak sebanyak Eleora.

🐬
🐬
🐬

Eleora masuk ke dalam ruang rawat intensif ayahnya itu. Ayahnya bukan Robot tapi mengapa harus di pasangkan banyak kabel seperti itu.

"Papa ngapain sih di sini? Cosplay jadi Robot? Cosplay jadi cyborg?" Ucap Eleora lirih.

Ia menggapai tangan ayahnya dan air matanya kembali jatuh. Bagi Eleora tidak ada tangan yang lebih hangat dari tangan ayahnya. Tapi saat ini tangan hangat itu pun berubah menjadi dingin.

Ia berusaha agar tak kembali terisak. Namun kenangan-kenangan lama bersama ayahnya terputar kembali di kepalanya yang membuat hatinya semakin sesak.

Tawa Pria itu, usapan lembut, pelukan hangat.  Sampai usianya 27 kemarin ayahnya masih mendatangi kamarnya sebelum ia tidur. Bercerita tentang sesuatu, mendongeng, atau bahkan hanya sekedar meledeknya.

Saat Eleora melepaskan mimpinya demi tak ingin melihat ibunya menangis lagi. Ayahnya juga yang menemaninya dan meyakinkannya. Masih sangat jelas ucapan ayahnya malam itu.

El,di dunia ini tidak akan ada yang sia-sia. Semua pasti ada perhitungannya. Perbuatan baik akan menghasilkan hal baik, begitupun sebaliknya. Jika saat ini kamu melepaskan hal yang paling kamu inginkan untuk niat yang baik, maka entah sekarang atau nanti tapi papah yakin El akan mendapatkan yang lebih baik dari apa yang El lepaskan.

Kutoroka (I'm on mission to find love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang