Part One

3.2K 246 3
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[020921]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Dia seperti alang-alang kecil. Dalam melindungi dirinya sendiri dia menundukkan kepala saat menghadapi angin ribut atau topan. Dia tidak akan menyerah terhadap semua kesulitan ini.

Hal itu terjadi sejak Jimin berusia belasan tahun. Saat itu dia baru saja kehilangan sang ayah lalu ibunya terpaksa menjual rumah untuk melunasi biaya pengobatan yang mencekik leher.

Jimin sampai bertanya dalam hati, kalau ada kesalahan dalam penyajian menu di restoran tamu akan mengajukan keberatan lalu menuntut uang dikembalikan. Tapi saat dokter tidak mampu mengobati pasiennya dan bahkan menyebabkan kematian, mengapa pihak keluarga malah harus membayar semua biaya pengobatan?

Dia tidak bertanya langsung karena memang tidak ada jawabannya.

Dia hanya berharap semua cepat berlalu dan berkata kepada dunia, “Aku tidak kalah.”

Saat semester pertama kelas satu SMA, Jimin mendapat kabar bahwa penyakit jantung ibunya kambuh. Saat itu Jimin bergegas ke rumah sakit, tetapi terlambat. Dia tidak bisa melihatnya untuk terakhir kali.

Penyakit sesak nafas ibunya juga penyakit yang sudah lama diidap. Dokter berkata, “Beliau harus banyak beristirahat.”

Tapi ibunya harus mengerjakan tiga jenis pekerjaan setiap hari sehingga tidak ada waktu untuk beristirahat.

Jimin tidak membayar biaya pengobatan ibunya karena Tuan Jeon telah melunasinya. Tuan Jeon adalah majikan ibunya yang baik begitu juga Nyonya Jeon. Mereka juga membantunya mengurus masalah pemakaman ibunya. Saat mereka tahu Jimin sebatang kara, mereka mempekerjakannya di rumah megah keluarga Jeon.

Saat pemakaman berlangsung, Jimin sama sekali tidak menangis. Kegagalan mengajarkannya bahwa menangis hanya akan menghabiskan tenaga dan dia juga memegang prinsip hidup ‘tidak menyerah’.

Hari pertama bekerja, semua pekerjaan yang diberikan oleh kepala pelayan dilakukannya dengan baik.

Pukul dua belas malam, kepala pelayan berpesan kepadanya bahwa dia bisa beristirahat setelah mengantarkan camilan ke kamar Tuan Muda Pertama.

Yang Jimin dengar bukan kata ‘istirahat’ melainkan titik balik kehidupannya. Kalau bisa bertahan hari ini, besok, dan lusa, dia akan terbiasa dengan kehidupan baru ini. Hidup ini sudah direncanakan, dia hanya bisa beradaptasi dan menajalaninya dengan baik.

Jimin perlahan-lahan menuju lantai dua sambil membawa cheesecake dan teh chamomile.

Dia mengetuk pintu lalu masuk.

Tuan Muda Pertama sedang membaca buku yang sangat tebal. Pemuda mungil itu meletakkan makanan dengan sangat hati-hati, pandangan matanya terhenti pada buku berbahasa Inggris yang sedang dibaca Tuan Muda Pertama.

Acute Lymphoblastic Leukimia.” pemuda mungil itu bergumam membaca tulisan itu.

Itulah kali pertama dia berkenalan dengan istilah ini. Saat itu dia tidak tahu artinya tetapi nanti dia akan melawan kata-kata ini mati-matian.

“Bahasa Inggris mu lumayan.” kata Tuan Muda Pertama.

Jimin mendongakkan kepala, mata sipitnya bertemu dengan mata elang Tuan Muda Pertama. Dia adalah pemuda yang sopan, mata setajam elang, bibir merah, rahang tegas, kulitnya putih bersih, dan berkacamata dengan gagang emas tampak seperti seorang profesor, tidak, dia lebih mirip dewa yunani.

Only You [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang