Part Twenty Two

2.2K 239 13
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[280921]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Mina dibawa ke ruang operasi, empat perawat memeganginya agar tidak bergerak.

Anak manis itu seperti kelinci kecil yang tidak berdaya. Matanya memancarkan ketakutan.

Jarum suntik di tangan Taehyung perlahan-lahan masuk ke tulang belakangnya, mengambil tulang sumsumnya untuk diperiksa. Untuk memastikan apakah kemoterapi berhasil menekan sel kankernya.

Proses ini tidak bisa dibius, membuat Mina berteriak sekuat tenaga menahan sakit.

“Sayang, jangan menangis, ya. Jangan bergerak. Kalau ini tidak berhasil, semuanya harus diulang dari awal. Nanti akan lebih sakit. Paman tahu Mina anak yang kuat.” Taehyung mencoba membujuknya.

Mina yang pintar tentu saja tahu resiko kegagalan. Dia tentu saja tahu bahwa bergerak akan menambah rasa sakitnya, tapi rasa sakit ini……bagaimana dia sanggup menahannya?

Banyak orangtua pasien yang sampai pada tahap ini akan menyerah, karena tidak tahan melihat anaknya kesakitan.

Jimin tahu Mina sedang kesakitan. Tapi, Mina lebih memilih menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit daripada orangtuanya tahu dia sedang kesakitan, terutama dari papanya. Dia berusaha menahan tangisnya. Ia tidak ingin melihat papanya menangis saat melihat dirinya juga menangis.

Jungkook berlutut di depan Mina, memegang erat tangannya dan berkata dengan lembut, “Sayang, lihat Daddy. Jangan melihat ke arah lain, lihat Daddy.”

Mina sekuat tenaga untuk tetap menatap daddynya, tapi rasa sakit yang luar biasa ini membuatnya tidak berhenti berteriak.

Jimin akhirnya mengerti mengapa para orangtua sering menyerah saat berada di ruang operasi, karena mereka tidak akan tahan melihat buah hati mereka kesakitan. Pantas saja Taehyung menyuruhnya untuk tegar.

Pihak rumah sakit selalu menganjurkan para orangtua dari anak-anak yang terserang penyakit ini untuk tabah dan kuat. Jimin berpikri kemoterapi adalah proses yang paling berat, tapi proses terberat adalah biopsi.
(Biopsi adalah pengambilan sumsum tulang belakang.)

“Papa……tolong aku. Papa, aku tidak tahan.” Mina merintih kesakitan.

Jimin menghapus air matanya kasar, bersama dengan Jungkook berlutut di hadapan Mina dan berkata dengan lembut, “Sayang, pejamkan matamu. Dengarkan cerita Papa, ya. Masih ingat bunga kuning di pinggir jalan? Kita sudah berjanji akan sama-sama pergi memetiknya. Bagaimana kalau besok, hm? Besok kita minta izin dokter untuk pergi memetiknya dan menghiasi ruanganmu. Musim semi akan segera tiba. Angin musim semi akan perlahan-lahan menyentuh wajah kita, membuat rambut kita terbang seperti ombak di laut. Papa bisa merasakan aroma kue stroberi kesukaanmu, manisnya.”

Khayalan cerita membuat Mina melupakan sakitnya sejenak. Dia tidak lagi menangis, tidak lagi bergerak-gerak. Dia juga mulai mencium aroma kue stroberi, juga merasa mendengar suara pegawai toko kue.

Jimin bercerita sambil meneteskan air mata.

“Sudah selesai.” ucap Taehyung.

Perkataan Taehyung membuat seisi ruangan menjadi lega.

Perawat menyeka keringat Mina, lalu membawanya kembali ke kamar.

Akhirnya, Jimin terduduk lemas dan terus meneteskan air mata.

Jungkook memeluknya dan mengelus surai hitam Jimin lembut.

“Kau adalah orangtua terbaik. Begitulah seharusnya sikap orangtua, tetap harus tegar walaupun sangat sulit. Terimakasih banyak atas kerja kerasmu.” ucap Jungkook lembut.

“Dua minggu sekali harus melakukan biopsi.” Jimin bergumam sendiri.

“Aku tahu.”

“Mina sangat takut dengan rasa sakit. Sedikit tergores saja sudah membuatnya ketakutan.”

Bagaimana ini? Apa anak sekecil itu mampu bertahan dengan rasa sakit yang luar biasa?

“Dia bisa……dia pasti bisa. Ada kau dan aku. Kita akan membantunya melewati masa-masa sulit ini. Percaya padaku, hm.” bisik Jungkook lembut.

Tiba-tiba Jimin mencengkram lengan kekar Jungkook. Seluruh tubuhnya gemetar dengan hebat.

“Aku…..aku menyerah….aku tidak mau lagi Mina melakukan kemoterapi. Biarlah dia hidup hanya setengah tahun. Aku akan membawanya pergi jalan-jalan dan keliling dunia. Aku akan mengisi hari-harinya dengan kegembiraan agar dalam kurun waktu setengah tahun ini dia tidak merasakan penyesalan dan bisa pergi dengan damai.” ucap Jimin lirih dengan pandangan kosong.

“Apa yang sedang kau bicarakan? Baru sekali saja sudah mau menyerah?! Bukankah kau mau dia panjang umur?! Bukankah kau mau dia menjadi musisi terkenal?! Jernihkan pikiranmu, Park!”

Jungkook memegangi kedua bahunya, mencoba mengguncangnya agar Jimin sadar.

“Kau tidak tahu dia sangat takut dengan rasa sakit. Hiks……kau tidak tahu yang dia perlihatkan hanya 10% dari keberaniannya saja, sisanya dia sangat ketakutan! Hiks….hiks…..kau tidak tahu……hiks……BAHKAN KAU TIDAK TAHU APA-APA!” Jimin menangis sejadi-jadinya sambil memukul dada Jungkook brutal.

“Walaupun begitu aku tidak akan menyerah. Aku belum menjadi daddy yang baik untuknya. Aku masih belum melunasi utangku. Aku masih belum sempat memanjakannya. Aku tidak mau kau menyerah, tidak mau rasa sedihmu mempengaruhi suasana hatinya. Aku tak peduli sebenci apapun dirimu padaku, aku akan tetap selalu ada disampingku, aku akan tetap menjadi daddy yang baik untuk Mina.”

Jungkook membiarkan Jimin melampiaskan emosinya. Membiarkan dadanya menjadi korban pukulan Jimin. Menahan rasa nyeri dan sakit luar biasa saat pukulan Jimin mengenai dada kirinya. Biarlah tulang rusuknya kembali patah, asal setelah ini Jimin bisa tenang kembali, apapun akan ia lakukan.

Jimin berhenti memukuli dada Jungkook. Ia mendongak, menatap kedua mata bulat sehitam arang itu tajam.

“Kau pikir aku mau menyerah begitu saja? Kau pikir aku tidak menyayangi nyawanya?! KENAPA KAU BEGITU JAHAT PADAKU?!” Jimin kembali memukuli dada Jungkook. Dia baru satu bulan menjadi daddynya. Dia tidak tahu hubungan orang yang melahirkan seorang anak dan anak itu sangat kuat.

Jungkook mengernyit, keringat dingin mengalir dari dahi nya. Pandangannya sedikit memburam pun dada kirinya yang kian makin sakit. Tapi, sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan sakit yang Jimin rasakan. Setidaknya itulah yang ada dipikiran Jungkook saat ini.

“PARK JIMIN, SADARLAH! KEADAANMU SEPERTI INI TIDAK AKAN MENYELESAIKAN MASALAH!” Jungkook berteriak sambil memegang kedua lengan Jimin.

“Aku tidak sadar?!” batin Jimin marah.

Kalau Jimin tidak sadar, sudah dari awal dia mengusir semua orang yang tidak memiliki hubungan dengan mereka. Dia tidak akan membiarkan anaknya masuk ke keluarga Jeon dan tidak akan membiarkan dirinya mundur dari dunia anaknya.

Jimin tidak habis pikir mengapa semua kemalangan selalu mengikuti dirinya. Dia tidak pernah ingin kaya raya, hanya ingin keluarganya selalu sehat.

Pandangan Jimin mengabur, kepalanya serasa dihantam berton-ton batu besar. Sangat sakit.

Hal terakhir yang dilihatnya adalah Jungkook yang berteriak memanggil-manggil namanya dengan raut khawatir dan panik.












To be continued...








A/N
Aku yang nulis tapi aku yang sedih plus baper parah.ಥ_ಥ

Ada yang sama?

Only You [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang