Part Eighteen

2.3K 243 28
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[260921]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Mereka berada di koridor rumah sakit. Jimin hanya diam dengan pandangan datar, tapi Jungkook punya sejuta kata yang ingin dikatakannya.

"Aku mengakui semua perkataanmu."

Perkataan Jungkook membuat Jimin bingung.

"Apa maksudnya?" batin Jimin.

Jimin tidak mengerti. Ia mengerutkan dahi. Tiba-tiba, dia ingat ini adalah ekspresi yang disukai oleh Jungkook.

"Kau benar. Aku selalu mencari bayangan ibuku kepada setiap orang."

Rupanya ini......tidak masalah baginya. Semuanya telah berlalu, sekarang dia sibuk. Banyak yang harus dikerjakannya.

"Saat kau mengerutkan dahi, mirip seperti ibuku. Dan, Jessica memiliki tingkat kemiripan dengan ibuku yang mencapai 70%." jelas Jungkook.
Ternyata, dia tidak cukup mirip dengan ibu Jungkook. Sangat malang.

"Saat kau menghilang, aku mencarimu kemana-mana. Ke semua tempat yang pernah kau singgahi. Seharusnya aku lebih ketat, menyimpan paspor dan visamu. Lebih baik kau membenciku daripada meninggalkanku. Aku terus berpikir, dimana letak kesalahan kita. Aku ingat saat dirimu mendadak kurus. Aku ingat saat kau suka termenung sendiri, lalu tiba-tiba aku berkesimpulan, kau mencintaiku." sambung Jungkook.

Pria yang lambat pemikirannya. Orang mana yang tidak akan jatuh cinta kalau terus dilindungi dan dimanjakan.

Jungkook tersenyum kecil, ekspresi wajah Jimin telah menjelaskan bahwa dia mencintainya.

"Aku tidak pernah berpikir kenapa kau harus baik kepadaku. Menurutku semuanya itu adalah keharusan. Seperti halnya ibuku yang selalu menomorsatukan diriku. Sampai saat kau tidak ada, aku mulai kehilangan arah, tidak tahu harus berbuat apa. Ingin sekali kembali ke kehidupanku sebelumnya agar bisa melupakan semua kesedihan ini."

Bukankah ada Jessica yang tujuh puluh persen mirip ibunya?

"Lalu teringat kau pernah bilang mau pulang ke Korea. Aku juga kembali ke Korea. Aku menyewa detektif terkenal, mengiklankan surat kabar dan semua media untuk mencarimu. Tapi kau seperti hilang ditelan bumi. Aku kecewa, kembali menjerumuskan diri, sama seperti kali pertama kita berkenalan."

"Bodoh! Menjerumuskan diri sendiri apa bisa mengubah keadaan?!" batin Jimin sedih.

"Aku minum-minum, mabuk semabuk-mabuknya. Di dalam mimpi aku melihatmu mengerutkan dahi, aku memamnggilmu, meneriakimu, dan memarahimu karena kau dekat dengan orang lain. Dalam mimpi rasa iri membuatku sangat kesakitan. Tiba-tiba aku tersadar, aku menyukaimu, tidak. Aku mencintaimu bukan karena kau mengerutkan dahi."

Terlambat sudah.

Tapi sudahlah, itu sudah berlalu tujuh tahun. Banyak hal yang bisa dimaafkan.

"Aku terbangun, melihat ibuku ada di sampingku. Dia memelukku dan berkata akan mencarimu apapun resikonya. Saat itu aku sadar, ternyata di alam mimpi aku lebih terbuka. Aku mendengarkanmu untuk berbaikan dengan Ibu. Kami banyak mengobrol tentang masa lalu, kesalahpahaman, dan masa depan. Sejak saat itu, aku tidak lagi mencari bayangan Ibu kepada orang lain."

"Selamat." batin Jimin.

"Aku kembali ke Inggris menuntaskan kuliahku. Berpisah dengan Jessica. Dan kejadian yang kau lihat waktu itu, kami baru akan melakukannya tapi saat melihatmu aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak perlu 'ibu' yang lain. Tapi, aku tidak pernah berhenti mencarimu. Setelah lulus, aku kembali ke Korea, meneruskan perusahaan Ayah. Karena aku adalah anak baru, banyak yang tidak percaya akan kemampuanku, tapi aku bisa mengatasinya karena aku mewarisi bakat ayahku. Dalam berbisnis, aku bisa mengambil keputusan dengan cepat. Aku menyibukkan diri. Dengan begitu, aku tidak akan teringat kepadamu. Tapi saat malam tiba, saat kesunyian menghinggapi diri, aku tidak bisa menahannya. Aku sangat merindukanmu, Jimin."

Jungkook bukan tipe pria yang banyak bicara, juga tidak terbiasa menjelaskan kepada orang lain. Tapi hari ini, dia membuat pengecualian. Jimin tetap diam dan menatapnya datar.

Jungkook menghela nafas, "Itu adalah tujuh tahun yang kulalui. Bagaimana denganmu?"

Tujuh tahunnya?!

Bekerja dan membesarkan anaknya sendirian. Hidupnya penuh dengan semak berduri. Dia tidak punya waktu untuk mencintai orang lain. Kemalangan dalam hidupnya telah menguras habis tenaganya.

Diamnya Jimin membuat Jungkook merasa serbasalah. Dia tahu Jimin bisa menjadi penurut. Tapi kalau dia membangkang, Jungkook lah yang harus menyerah.

"Kenapa diam? Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan." ucap Jungkook sambil mengusap bahunya lembut.

"Tidak tahu?!" batin Jimin.

Ya, selama ini Jungkook tidak pernah mau mengerti akan dirinya. Jungkook hanya menggunakan cara yang menurutnya baik untuk Jimin.

Jimin menepis kasar tangan Jungkook, mendorongnya pelan dan menatapnya dengan dingin.

"Terima kasih atas semua kebaikan yang pernah Anda lakukan terhadap saya. Tapi waktu telah berlalu. Sekarang kita tidak ada hubungan apapun."

"Apa maksudmu?"

"Kembalilah ke duniamu. Jangan ingat lagi tentang kita. Aku tidak tahu apa yang kau ketahui tentang penyakit Mina, tapi aku benar-benar tidak ada waktu untuk bernostalgia."

Lagipula di antara mereka tidak ada lagi cinta.

Jungkook sudah bertunangan. Dia akan menikah dengan nona besar dari keluarga Baek -Baek Eunji-. Bahkan, kabar itu telah dimuat setengah halaman di surat kabar ibu kota dan seluruh media.

Jimin berbalik dan hendak kembali melihat anaknya.

Dia sudah tidak menginginkannya? Bahkan kesempatan untuk Jungkook berubah juga tidak diberikan?

Jungkook menarik Jimin dalam dekapannya, memeluknya erat. Tidak bisa! Jungkook telah berusaha dan mulai mengerti akan cinta Jimin. Dia telah mencarinya cukup lama. Dia tidak akan melepaskannya.

"Jangan pergi." Jungkook memohon.

Jimin menghela nafas. Di antara mereka tidak ada lagi kata 'jangan pergi', malahan mereka tidak mungkin bersama lagi. Kini mereka berada di jalan masing-masing.

"Aku tidak akan pergi. Mina harus menjalani pengobatan disini. Kecuali kau memaksa. Kalau tidak, kami tidak akan pergi dari sini." ucap Jimin.

"Bersembunyi dari masalah. Apa itu adalah caramu untuk mengatasinya?" Jungkook takut Jimin kembali menghilang, menghilang ke tempat yang tidak bisa dijangkaunya.

"Jangan sembarangan. Caraku mengatasi masalah telah membuatku hidup aman selama tujuh tahun ini. Jangan muncul di depan anakku. Jangan memaksaku untuk membawanya ke rumah sakit lain. Urusan bersembunyi kau tahu aku adalah ahlinya." Jimin melepas pelukan sepihak Jungkook dan pergi meninggalkannya.

Jungkook menatap punggung yang terlihat rapuh itu. Kali ini, Jimin telah berubah.












To be continued...






A/N
Seketika kepalaku kosong😶
#butuhasupanjikook

Only You [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang