Part Fourteen

1.8K 217 25
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[240921]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Jimin tahu bahwa Jungkook sedang menghindarinya.

Hari itu, saat Jimin terbangun, Jungkook telah pergi.

Beberapa hari terakhir, saat Jimin bangun pagi dari tidurnya, Jungkook telah pergi dari apartmen. Malam saat Jimin menunggunya pulang sampai tertidur barulah Jungkook pulang.

Apa dia tidak ingin hubungan mereka berlanjut lebih jauh? Apa dia tidak ingin ada hubungan lagi dengan dirinya sehingga satu-satunya jalan adalah menghindarinya?

Akhirnya Jimin sadar bahwa kata ‘kau milikku’ hanya sebatas rasa ingin memiliki, bukan rasa cinta. Rasa kesal Jungkook pada Klein sama seperti pada ayahnya, Jungkook tidak ingin orang lain merebut ‘ibunya’ atau lebih tepatnya…..‘mainannya’.

“Jungkook sedang marah.” batin Jimin.

Jungkook tidak ingin melihat Jimin, tidak ingin bicara dengannya, bahkan mungkin Jimin akan segera dikirim kembali ke Korea.

Jimin merasa menyesal. Dia tidak ingin keadaan menjadi begini. Jimin ingin menyiapkan makanan untuk Jungkook, ingin mencucikan bajunya, berbaring di sampingnya, bahkan melupakan malam itu dan kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Tapi, Jungkook tidak memberinya kesempatan.

Jimin meringkuk dekat jendela. Di luar sana salju tidak turun lagi, padahal masih musim gugur. Rasa ingin tahunya terhadap salju juga sudah sirna.

Inilah hidup. Cinta bisa memudar, hati juga memudar, bahkan benda berharga yang pernah ada seiring dengan waktu juga akan memudar.

Apa perasaan Jungkook terhadapnya juga telah memudar? Apa dia harus sadar dan meninggalkan Jungkook secepatnya?

Jimin membenamkan kepala di antara lututnya dan membiarkan celananya basah karena air mata.

Semula Jimin mengira dia tidak akan menangis, tapi akhirnya dia menangis juga demi sebuah perasaan yang tidak dapat dianggap sebagai cinta.

Tiba-tiba bel berbunyi, apa itu Jungkook?

Jimin menghapus air matanya kasar, ia segera berlari ke arah pintu sambil tersenyum, lalu membukanya.

Seketika senyumannya menghilang. Saat pintu terbuka, ternyata ada William, Arthur, dan beberapa teman sekampus Jungkook.

“Kami kira kau tidak ada di rumah.” Arthur memeluk Jimin.

“Hei, kau berani memeluk si manis Jimin. Kalau ketahuan Jungkook, yakinlah detik itu juga Jungkook akan membunuhmu.”

“Jungkook sangat aneh. Apa Jimin tidak lelah punya kakak seperti itu?”

Jimin menggeleng sambil tersenyum.

“Ada adik yang pintar memasak, aku akan sangat melindunginya. Kalau adikku ditipu orang lain, aku akan sangat sengsara.” seru William sambil tertawa.

“Benar juga. Si manis Jimin, kalau mau pacaran, aku mau daftar ya” ucap Arthur mendekati Jimin, saking dekatnya hingga hembusan nafasnya terasa di dahi Jimin.

Firasat Jimin mengingatkannya untuk mundur. Dia tidak terbiasa dekat dengan orang lain.

William menarik kerah belakang baju Arthur untuk menjauh dari Jimin.

Only You [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang