Bukan tempatnya, melainkan momen dan dengan siapa kita menghabiskan senja.
_Renata Fernandes_
***
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
"Eh kalian sudah datang, ayo masuk dulu."
Maia dan Arya mengangguk, mereka masuk kedalam kediaman Fernandes setelah sebelumnya di undang kesana.
"Mamah, papah." panggil Renata, berhambur kedalam pelukan kedua orang tuanya.
Winda tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah menantunya, karena beberapa saat sebelumnya wajah Renata terlihat sendu seperti tengah memikirkan sesuatu. Tapi bukan Renata namanya jika mau berbagi dukanya dengan orang lain, karena sejak dulu Renata lebih suka memendam semuanya sendiri.
"Mah, pah." sapa Devan, mengecup punggung tangan kedua mertuanya.
"Mertuanya disuruh duduk dulu Van," ucap Putra mengingatkan.
Devan nyengir kuda "Ah iya, duduk dulu mah, pah." ujarnya tak enak hati.
Maia dan Arya mengangguk bersamaan, mereka duduk tepat disamping Renata. Sedangkan Devan duduk di sofa single, berhadapan langsung dengan Putra dan Winda.
Berhubung ini adalah acara khusus bagi para tetua, maka Devanka dititipkan bersama Alika dan Arjuna. Sedangkan Juan harus pergi ke kantor.
Devan berdeham, untuk memulai pembicaraan "Jadi begini, maksud Devan dan Rena meminta kalian kemari untuk membicarakan soal Marsel dan keluarganya."
"Papah juga mau menanyakan hal itu," ujar Arya, mendapat anggukan setuju istrinya.
"Kenapa pah?" tanya Renata.
"Begini, tadi pagi orang tua Marsel datang kerumah. Mereka bilang Marsel masuk ke rumah sakit karena ulah Rena, itu nggak bener kan?"
"Mana mungkin Rena mampu membuat Marsel terbaring di rumah sakit." Putra menjelaskan.
"Mereka ngomong apa aja pah?"
Arya menatap Renata dalam, kemudian menggeleng dengan seulas senyum.
"Cuma itu,"
"Jadi ada masalah apa?" tanya Winda penasaran.
"Aa..."
Devan menggeleng kearah Renata, kode untuk istrinya agar berhenti bicara dan membiarkan ia yang menjelaskan semuanya sendiri. Jadi jika ada sesuatu, keluarga mereka akan bertanya pada Devan. Bukan Renata.
Renata yang mampu menangkap maksud Devan, menganggukkan kepalanya.
"Hmm... jadi gini mah, pah."
Devan menarik nafas panjang, lalu di hembuskannya perlahan.
"Jadi Devan yang bikin Marsel kritis,"
"APA?!" pekik para tetua, memekakkan telinga.
Putra menggeleng "Wait! Pasti ada alasannya sampai kamu bisa lepas kendali,"
Devan mengangguk membenarkan, dengan cepat matanya menajam.
"Sudah lama Devan memendam amarah pada bajingan itu, pertama dia sudah berani menodai Rena."
"Kedua, Marsel menghina Rena dengan panggilan dan kata-kata kotor."
"Ketiga, dari informasi yang Gio dapat. Kemungkinan Marsel datang untuk mengambil Devanka dari kami,"

KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (END)
Ficción General❗GANTI JUDUL ❗ Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimu...