BAB 35 - Mencintainya

1.2K 129 0
                                    

Kienan Alatas menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Abrata Dhara dan Hartigan Bajradakawirya berciuman di dalam kereta kuda keluarga Abrata. Kienan menggeleng pelan, tetapi sudut bibirnya terangkat. Wanita itu melirik kepergian Dhara dan kemudian bersembunyi di balik kereta kudanya disaat Hartigan turun dengan was-was dan disaat yang bersamaan Kienan terperanjat karena seseorang menutup mulutnya.

"Ssst, Nona Kienan aku harap kamu dapat bersikap dewasa. Aku akan memberikanmu apapun asalkan kamu tutup mulut."

"Baiklah, lepaskan tanganmu terlebih dahulu," ucapnya masih dengan mulut yang tetutup.

"Maafkan aku."

"Tuan Abrata, kamu benar akan memberikanku apappun? Hal tersulit sekalipun?"

"Demi adikku, aku akan melakukan apa saja."

"Baiklah, beruntung sekali hanya aku yang melihatnya." Kienan tersenyum sinis lalu matanya melirik sekilas ke arah Hartigan yang masih bingung di depan kereta kuda keluarga Abrata.

"Cepat katakan keinginanmu," ucap Caiden menggeraam. Saat ini ia ingin sekali menonjok Hartigan dan menghabisinya.

"Aku menginginkan Pangeran Radjendra."

"Baik, Pangeran Radjendra," gumam Caiden. Ia kemudian berjalan cepat dan secepat kilat menonjok Hartigan yang masih dengan tatapan kosongnya setelah mencium adiknya yang suci? Caiden sangat marah. "Lagipula ia tidak akan menikah dengan pangeran," sambungya kecil.

"Kurang ajar! Aku tahu kamu adalah seorang bajingan tetapi aku tidak tahu kamu akan mengambil kesempatan kepada adikku, Hartigan." Pria itu terlihat sangat terkejut dengan pukulan Caiden tidak berhenti disitu Caiden terus menghujamnya dengan sumpah serapah yang tidak ingin dia dengar.

"Abrata!" geram Hartigan menghentikan temannya.

"Kamu harus menikahi adikku," tunjuk Caiden kepada pria itu. "Secepatnya."

Hartigan menggeleng lemah, "Aku tidak bisa."

"Aku tidak percaya seorang Raja akan berbuat hal yang sangat tidak bermoral kepada gadis lugu yang bahkan belum mengenal cinta. Betapa kejamnya kamu menodai adikku yang suci. Ini bukan masalah gelarmu siapa, Yang Mulia." Caiden berusaha sebisa mungkin menghormati temannya. "Ini mengenai martabat dan kamu telah menodai adikku kamu telah menghina seluruh keluarga Abrata."

Hartigan terdiam.

"Kamu harus segera menikahi adikku, ya atau tidak. Jawabannya akan tetap sama, ya. Aku memerintahkanmu, tidak ada pilihan." Caiden kemudian berbisik. "karena bukan hanya aku yang melihatnya."

Hartigan tersadar dan melirik ke arah kereta kuda keluarga Alatas dimana terdapat bayangan seorang perempuan disana. Hartigan mneyugar rambutnya pasrah. "Jika begitu mau seperti apalagi." Ia kemudian teringat sesuatu, "tetapi adikmu telah dilamar oleh Pangeran Radjendra."

"Dia belum menerima lamarannya," jawab Caiden cepat.

"Dia belum menerimanya?" ulang Hartigan. "Tetapi cincin itu?"

"Cincin di jari manisnya? Itu hadiah dari pangeran karena ia telah melukai Jokowati di adu kuda. Dhara sangat kecewa karena kuda kesayangannya terluka. Cincin itu adalah permintaan maaf dari Pangeran Radjendra." Caiden menjelaskan dengan emosi. "Secara teknis, belum ada yang melamar adikku. Dan kamu," tunjuk Caiden lagi. "Akan menikahinya dalam waktu dekat."

"Caiden, kamu tahu peraturan."

"Peraturan apa? Bukankah kamu sekarang seorang Raja, Hartigan? Peraturan apa yang kamu maksud?"

"Bukan peraturan dari kerajaanku, Caiden. Melainkan peraturan atau kalian menyebutnya tradisi. Tradisi keluargamu yang mengharuskan keturunan pertama haruslah seorang laki-laki." Caiden terkejut dengan perkataan Hartigan, darimana pria itu mengetahui tradisi keluarganya yang mengharuskan setiap anak pertama haruslah laki-laki. "Aku tidak bisa memberikannya," desah Hartigan.

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang