BAB 41 - Aku Menginginkanmu

2.5K 154 0
                                    

Setelah acara selesai, Dhara mengantarkan keluarganya untuk pulang ke Batavia karena ia akan tinggal di Akkadimadjantara bersama Hartigan. Mereka akan menetap untuk waktu yang cukup lama di kerajaan ini, mengingat Hartigan adalah seorang Raja sekarang.

"Aku pasti akan merindukan kalian semua," ucapnya memeluk satu persatu kakaknya.

"Termasuk aku?" tanya Caiden.

"Termasuk kamu." Caiden mencium pipi adiknya. Dan Dhara memeluk kedua adik bungsunya. "Eknath dan Fulmala, jangan sering bertengkar, mengerti?" Kedua anak kecil itu saling membuang pandang dan naik ke atas kereta kuda mereka.

Dengan berat hati, Dhara menatap ibunya, ia tidak akan menangis. Ia tidak ingin kesedihannya malah membuat ibunya tidak ingin melepaskannya.

Dipeluknya dengan erat wanita itu. Sampai aroma melati memenuhi Indra penciumannya. Dhara sangat menghormati ibunya, ia juga tidak dapat untuk berkata lain selain, "Surati aku jika Mama sudah sampai," ucap Dhara. Karena jika ia mengucapkan kalimat panjang, kemungkinan besar ia akan menangis.

"Tentu saja, sayang. Kamu juga jangan lupa menyurati Mama," balas Haniya mencium pipi putrinya. Dhara mengangguk melepas kepergian keluarganya.

Dhara menatap kepergian mereka dengan sendu. Setelah semua kereta kuda itu menjauh, Hartigan meminta Dhara untuk mengikutinya. Dhara belum berjumpa secara resmi dengan ibu suri, dan ia begitu penasaran dengan wanita itu.

Sementara itu Ibu Suri tengah menyesap teh hangatnya bersama menantunya, Larasti dan wanita itu langsung memperbaiki posisi duduknya ketika kedua pasangan itu memasuki ruangan.

"Yang Mulia," sapanya sopan.

"Tidak perlu," kata Dhara memegang bahu Larasati yang akan memberikan penghormatan kepadanya.

"Anda pasti Ibu Suri, ibunya mendiang Yang Mulia Arya," ucap Dhara menunduk hormat. "Aku Abrata Dhara, istri Sang Raja. Aku sangat mengharapkan banyak pembelajaran darimu, Yang Mulia."

Tanpa senyum di bibirnya, Ibu Suri hanya mengangguk. "Larasati," panggilnya kepada menantunya. "Sepertinya aku harus kembali ke rumahku. Antawirya bukan tempatku lagi."

Dhara menatapnya heran dan berkata, "Anda bisa tetap tinggal di sini Yang Mulia. Lagipula sayap barat akan di peruntukan untuk Anda."

"Aku tidak perlu berbagi atap dengan anak sial ini," desisnya tajam. Ia menatap Dhara dengan sinis. "Sayang sekali nasibmu, menikahi kesialan."

"Ibu," gumam Larasati kepada mertuanya yang menurutnya sangat kejam.

"Kami hanya ingin menyapa, bukan mengusirmu," kata Hartigan dingin.

"Aku tidak perlu diusir. Aku tahu diri," balas Ibu Suri. Ia berdiri dan meminta semua pelayannya untuk meninggalkan istana bersamanya. Dhara menatap aneh kepada mereka semua dan memilih untuk diam.

"Larasati," panggil Hartigan. "Kalian akan selalu di terima di istana ini. Sayap barat, kalian bebas menggunakannya. Dan aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di daerah ini lagi. Aku mengetahui tempatku."

"Aku mengerti, Yang Mulia. Terima kasih atas kerendahan hatimu." Larasati tersenyum, "aku harus mengikuti mertuaku. Lagipula ia sudah tua, tidak ada yang mengurusnya," bisiknya menambahkan.

Larasati menghela napas mengelus bahu Dhara. "Selamat atas pernikahanmu Yang Mulia. Surati aku kapan saja, karena rumah Karsadjati tidak jauh dari sini."

"Tentu saja," jawab Dhara dengan canggung.

Dhara menatap Hartigan dengan aneh. Sesudah mereka keluar dari ruangan Ibu Suri, pria itu diam seribu bahasa. Dhara ingin sekali bertanya, ada apa dengan hubungan mereka. Kenapa Hartigan tidak pernah menceritakan orang-orang yang berada di istana Antawirya. Belum lagi tadi ia melihat banyak sekali saudara perempuan pria itu yang memenuhi aula besar Antarwirya. Mereka tengah membuat sabun pikirnya. Dan kenapa banyak sekali perempuan, ia sangat penasaran.

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang