BAB 36 - Urusan Kehormatan

1.2K 123 0
                                    

Di dalam temaram, kamar pesinden Senopati. Caiden menggeliatkan tubuhnya, menatap Ratna yang tengah duduk memunggunginya.

"Aku tidak mengerti," ucap Ratna membalikkan badan. "Aku tidak mengerti Tuanku. Kenapa kamu kembali?"

Caiden mendekati wanita itu, ia mencium setiap jengkal tengkuk Ratna dengan penuh cinta. "Maafkan aku, Ratna. Aku tidak berpikir panjang ketika mengatakan hal itu kepadamu beberapa waktu lalu."

Ratna ingin sekali membalas ciuman Caiden tetapi ia telah memutuskan untuk tidak terlibat lagi bersama pria itu. Tadi malam ia memutuskan untuk terakhir kali bersama dengan Caiden.

"Aku tidak bisa lagi, Tuanku. Ini terakhir kalinya kamu aku terima disini."

"Ratna," bisik Caiden lemah.

"Jangan memohon, kamu bisa pulanng sekarang."

***

Di ruang makan keluarga Abrata, semuanya tengah sarapan pagi di meja mereka masing-masinng. Nyonya Abrata sibuk menyuapi cucunya yang tidak ingin makan. Sementara Sang Kepala Keluarga melihatnya dengan khawatir. Semenjak kedatangan ketiga anak kembarnya, Arsya sama sekali belum menyentuh ketiga anaknya. Keadaan lampau membuatnya tidak sanggup menyentuh mereka atau bahkan melihatnya. tetapi ibunya terlihat kesusahan mengurus anak-anaknya. Belum lagi Bhalendra yang berusaha memainkan peran ayahnya kepada ketiga anak itu.

"Archie, lihat kemari. Buka mulutmu, kereta api akan masuk, tut..tut.."

"Arbhie, sekarang giliranmu. Aaaa ..."

Keduanya terlihat menikmati sarapan bubur mereka, kecuali yang tertua, Arahie yang terlihat terus menutup mulutnya. Bahkan Haniya sudah mencoba cara Bhalendra tetap saja anak tiga tahun itu tidak mau membukanya.

"Rai buka mulutmu sayang," kata Dhara juga ikut berusaha membujuk anak kecil itu untuk makan.

Haniya mendesah pelan, meletakkan sendok di atas meja dan memanggil Wati, pengasuh ketiganya di Pendjaringan. "Wati," panggilnya. "Tolong bawa Rai makan diluar. Ajak dia bermain sambil disuapi." Itu merupakan hal yang seering dilakukan Wati ketika Arahie tidak ingin makan.

"Baik, Nyonya." Pengasuh itu mengambil Rai kemudian membawa juga mangkuk buburnya. "Den Rai, kita main diluar ya. Tapi harus mau makan."

Arsya yang sedari tadi diam, berdeham lalu berkata, "Aku telah selesai makan." Ia bangkit dan bergegas dari ruang makan. Bhalendra yang baru saja selesai menyuapi suapan terakhir kepada Arbhie dan Archie melihat kakanya dengan pandangan aneh.

"Yuni, Uti, tolong mandikan Arbhie dan Archie. Semua bajunya terkena tumpahan bubur." Bhalendra memanggil kedua pengasuh Arbhie dan Archie yang akan mengurus keduanya disaat Wati sibuk mengurus Arahie.

"Baik, Tuan." Keduanya dengan sigap menggendok masing-masing anak dan membawa mereka mandi.

Eknath berdada ria kepada anak-anak itu dan ketika ia melihat piring nasinya, sepotong tempe goreng telah hadir disana. Eknath dengan geram melirik adik kecilnya lalu berkata dengan tajam, "Siapa yang menaruh tempe goreng ini di atas piringku?"

Fulmala menatap Eknath engan mata polosnya mengangkat bahunya tidak tahu.

"Mama," keluh Eknath mengadu kepada ibunya. "Aku alergi dengan kedelai dan Fulmala meletakkan tempe gorengnya." Eknath mendesah karena menangkap basah Fulmala yang diam-diam meletakkan lauk pauknya yang tidak ingin dia makan di piring Eknath.

"Upsiee..."

Eknath menarik napasnya dalam, dan menghentakkan sendoknya di atas meja lalu bergegas pergi.

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang