BAB 49 - Romansa Hartigan dan Dhara - TAMAT

3.4K 197 6
                                    

Dhara di bantu oleh Warni menyiapkan seluruh keperluan acara makan malamnya. Acara makan malam akan dilakukan di aula istana Antawirya dan dilanjutkan dengan pesta dansa di halaman luas rumah pondok. Dhara menentukan akan diletakkan di mana semua dekorasi pesta malam nanti. Dekorasi penuh dengan bunga dan lantai dansa di tengah halaman. Prasmanan lengkap dengan meja kecil dan kursi untuk diduduki.

"Nona Dhara, piringnya ingin bermotif bunga bewarna ungu atau putih?"

Dhara berpikir sejenak, melihat kedua piring itu dengan seksama. "Ungu lebih baik, sebaiknya gunakan piring ini untuk di meja prasmanan kue."

"Baik Nona Dhara," jawab Warni ia lalu memrintahkan pelayan lain untuk mengambil piring yang serupa.

"Nona Dhara, kuenya ingin kue kering atau kue basah?"

"Kue kering untuk pesta dansa, kue basahnya bisa diletakkan di makan malam." Warni mengangguk dan melaksanakan tugasnya.

"Yang Mulia, lukisannya ingin diletakkan di mana?" tanya Saka yang sedang membawa lukisannya dengan Hartigan beberapa waktu lalu.

"Ditengah saja, Saka. Di dekat karangan bunga di sana." Dhara menunjuk tempat yang akan diletakkan lukisan itu. Lukisan yang jelas, dirinya dan Hartigan.

Dhara tersentak ketika tangan kekar Hartigan memeluknya dari belakang. "Hei, jangan terlalu sibuk," bisiknya tepat di telinga istrinya.

"Apa yang kamu lakukan? Mereka semua dapat melihat kita," tolak Dhara menjauhkan Hartigan darinya.

Pria itu menggeleng, "aku tidak peduli. Ini kerajaanku, aku yang berkuasa." Hartigan mencium tengkuk Dhara sehingga wanita itu geli.

"Raden Mas!" Dhara terkekeh dan Hartigan mengangkat sebelah alisnya. "Kamu suka dipanggil dengan sebutan itu bukan?" Dhara menatap mata hitam itu dengan dalam lalu berkata, "aku membacanya. Kamu senang dipanggil dengan sebutan Raden Mas, karena ibu memanggilmu begitu. Kamu tidak kenal ibumu, karena kamu tidak lama melihatnya. Jadi sosok ibu bagimu adalah ibunya Arya. Dan dia adalah orang pertama yang memanggilmu Raden Mas Hartigan."

Hartigan tersenyum getir ada perasaan senang dan juga sedih dalam bersamaan, perasaannya bercampur. "Kamu membacanya? Kamu melihat suratku? Ini cukup memalukan." Hartigan tergelak dan memeluk istrinya dengan erat.

"Aku akan memanggilmu Raden Mas, Yang Mulia. Aku ingin kamu mengingat panggilan itu dengan baik beserta dengan kenangan indahnya."

***

Jamuan makan malam begitu mewah, dengan bistik java sebagai hidangan pembuka ditutup dengan perawan kenes. Semuanya menikmati jamuan makan malam dengan santai sambil bincang-bincang hangat.

Dhara menghampiri meja keluarganya, ia memberikan minuman kepada ibunya. "Mama cantik sekali malam ini, apa Mama sedang bahagia?" tanya Dhara memeluk ibunya.

"Tentu saja sayang, kamu akan menjadi seorang ibu. Mama sangat bahagia. Dan juga..." Haniya menatap Caiden dan berkata, "Caiden telah memiliki calon istri!"

Dhara turut merasakan kebahagiaannya. Ia memukul bahu Caiden. "Selamat, kakak!"

Caiden dengan malas mengangguk mengiyakan.

"Siapa calonnya, Mama?"

"Cut Keumala Saad."

"Nona Saad?" ulang Dhara dan menonjok lagi bahu keras kakaknya.

"Dhara..." keluh Caiden dans meminum bir javanya. "Dia adalah wanita muda yang cukup baik, jadi yah..."

"Selamat Caiden, kamu akhirnya akan menikah," ucap Dhara dengan nada mengejek.

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang