BAB 38 - Tanpa Paksaan, Tanpa Kepentingan, Tanpa Sebab

1.4K 114 0
                                    

Ratu Isyana melempar surat kabarnya dan disaat yang bersamaan sepupunya yaitu Pangeran Radjendra masuk ke dalam aula singgasana dan menunduk hormat kepadanya. Wanita itu mendengus dan mengusir semua pelayannya hanya dengan kibasan tangannya. Wajahnya sangat kesal dan penuh urat kemarahan.

"Aku minta izin untuk kembali, Yang Mulia."

"Kembali? Pangeran yang benar saja, kamu telah menyiakan gadis paling berpengaruh di Batavia. Perjuangka dia," ujar Ratu Isyana dengan nada meninggi.

"Bagaimana bisa aku memperjuangkan perempuan yang memperjuangkan pria lain, Ratu Isyana."

Ratu Isyana mendesah, "Sepertinya kamu harus naik tahta secepatnya. Melihat Raden Mas Hartigan yang sudah secara resmi menggantikan posisi saudaranya sebagai Raja." Ratu Isyana menggeram, "Kamu terlalu lambat mengambil tindakan. Sehingga tertinggal dalam perebutan tahta. Sudahlah kalau begitu, mau bagaimanapun kamu tetaplah Pangeran yang bergelar dibawah Raja."

Pangeran Radjendra tertawa pelan mendengar semua omelan sepupunya yang terlihat lucu baginya. "Baik, Ratu Isyana. Aku sebenarnya akan pergi ke kamp penampungan untuk perjalanan selanjutnya. Aku harap aku bisa membantu banyak orang di sana."

Pintu besar dengan ukiran kuno itu terkeuk lalu seorang pelayan masuk dan membisikkan sesuatu kepadanya. Mata Sang Ratu terbuka lebar.

"Benarkah?" Pelayan itu menganggu. "Siapkan semuanya, aku akan mengunjungi priaku di sana." Dengan senyum lebarnya Ratu Isyana tidak sabar untuk menerima pinangan kali ini. Walaupun usianya tidak lagi muda, tetapi banyak di luar sana penguasa yang ingin menjadikannya istri.

Tanpa berpikir panjang Ratu Isyana mengibaskan tangannya dan menyuruh Pangeran Radjendra pergi secepatnya karena ia sangat kesal kepada pria baik itu. Ia terlalu baik sampai dibodohi oleh semesta sendiri.

Pangeran Radjendra kembali masuk ke dalam ruang bacanya dan meminta maaf kepada Kieran Alatas karena telah menunggungya.

"Nona Alaatas, maafkan aku. Sepertinya yang kamu katakan waktu lalu, keberangkatan kita ke kamp penampungan dilakukan esok hari ketika matahari terbit. Aku harap kamu telah mempersiapkan semuanya sehingga tidak ada terjadi hambatan ketika kita pergi nanti."

Kieran sangat senang, jantungnya berdebar kencang karena ia tidak sabar untuk bertemu dengan semua anak-anak di kamp penampungan. "Terimakasih Pangeran Radjendra, aku sangat beterima kasih."

"Berhubung kita akan berangkat menggunakan kapal militer, apa ada permintaan khusus darimu, Nona Alatas?"

"Oh, kita akan naik kapal? Heum.. bisakah kamu menaruhku di tempat dimana orang lain tidak dapat menemukanku? Maksudku, aku ingin terhindar dari orang-orang yang mengenalku, sehingga ketika aku sampai di sana aku tidak perlu memikirkan keluargaku ataupun orang yang aku kenal," jawab Kieran menggaruk tenkuknya yang tidak gatal. Kieran tidak tahu apakah perjalnannya ini akan dapat berhasil atau kapal mugnkin saja dapat tenggelam dan para penjajah membom mereka atau bahkan menembak mereka, Kieran tidak tahu dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Baiklah kalau begitu, aku senang sekali kamu sebagai perempuan Batavia mau pergi ke sana. Karena kamu tahu sendiri mereka hanya memedulikan pesta dan pernikahan." Pria itu tertawa diikuti oleh Kieran.

"Kamu benar, Pangeran Radjendra. Bukannya aku tidak ingin menikah, hanya saja aku ini masih muda, umurku masih bisa digunakan untuk melakukan hal-hal hebat di luar sana daripada mengurus anak dan rumah tangga. Kamu mengerti? Seperti membersihkan rumah, mencuci, menyusui anak, memberi mereka makan dan segalanya. Itu bukan untukku, jika pun aku menikah nanti, anak adalah nomor sekian. Yang terpenting aku dan suamiku bahagia bersama, melakukan hal-hal yang belum pernah kami lakukan sebelumnya tanpa terhalang oleh mengurus anak," kata Kienan dengan lugas sehingga membuat Pangeran Radjendra menatapnya dengan takjub. Ia baru berjumpa dengan perempuan yang berbeda.

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang