BAB 5 - Pria Sempurna

2K 222 4
                                    

Sudah beberapa hari setelah debutnya, Abrata Dhara masih belum mendapatkan pelamar yang diinginkannya. Semua calon pelamar akan mundur hanya dalam dua belas detik pertama mereka hadir di ruang tamu keluarga Abrata. Hal itu dikarenakan tidak lain dan tidak bukan, kedua kakaknya yang sangat selektif terhadap calon pelamar adiknya.

Seperti hari ini, Dhara sudah sedari pagi menunggu calon pelamarnya bersama ibu dan adik-adiknya. Kedua kakaknya yaitu Arsya dan Caiden juga tidak mau kalah untuk ikut menunggu datangnya calon pelamar yang pantas untuk adiknya itu. Haniya dan Dhara sudah bersiap dengan buku di tangan mereka, duduk dengan elegan menanti pintu besar mereka akan di ketuk.

"Sepertinya, Kienan akan menikah dalam waktu dekat," desah Dhara dengan mata yang melirik keluar.

"Mungkin tahun ini adalah keberuntungannya sayang," ucap Haniya dengan lembut.

"Menagapa aku tidak memiliki calon pelamar, Mama? Bukankah aku sudah mencuri perhatian mereka?" tanya Dhara sedikit kesal.

"Kita tunggu saja Dhara, dalam waktu dekat akan ada calon pelamar untukmu," kata Caiden menyesap teh paginya.

Dhara mendengus dan menghiraukan Caiden. Pintu besar itu terbuka, reflek semuanya berdiri dan menatap kepala pelayan laki-laki mereka, Turan yang sedang berdiri di sana.

"Nyonya Abrata, Tuan Abrata. Sayyid Oemar Al-Bahar ingin bertemu Nona Dhara," ucapnya.

"Baik Turan, suruh ia masuk." Haniya dan Dhara kembali duduk seakan mereka tengah membaca buku mereka.

Haniya melihat Sayyid Oemar berbalut thawb putih lengkap dengan guthrah nya. Membawa serangkai bunga-bunga indah telah memasuki ruangan duduk elegan mereka dengan gugup. Haniya lalu menutup bukunnya dan mempersilahkan pria keturunan arab itu untuk duduk bersama mereka.

"Silahkan duduk Tuan Oemar," ucapnya ramah mempersilahkan pria itu untuk duduk.

Baru saja pria keturunan arab itu duduk, Arsya mengangkat koran paginya. "Seorang pria pasti akan bersedia berdiri untuk menghadap wanita yang disukainya, bukan begitu Caiden?"

Caiden menyesap tehnya dan membalas Arsya, "Tentu saja. Apalagi mengingat pertemuan pertama adalah penentu jalan atau tidaknya pertemuan selanjutnya."

Arsya bangkit lalu berdiri di depan Sayyid Oemar. Ia berdeham, "Kamu menduduki kursiku, Tuan Oemar."

Sayyid Oemar seketika berdiri dan meminta maaf. Ia kemudian menghadap Dhara yang sudah tidak tahu harus berbuat apa karena ulah dari kakak-kakanya.

"Nona Dhara, terimalah bunga ini." Sayyid Oemar memberikan buket bunganya kepada Melati Sucinya.

"Terimakasih, Tuan Oemar."

Fulmala yang sedang asyik memakan cokelatnya, menyipitkan matanya. "Oh, bukankah kamu ayah dari Saida? Kenapa kamu melamar kakakku? Bukankah kamu sudah mempunyai istri?"

Semuanya terdiam, tak terkecuali tuan rumah Abrata yang terlihat terkjeut dengan perkataan anak bungsunya. "Fulmala," bisiknya.

"Aku pernah melihatnya ketika hari Ayah, ia membawa ibu Saida dan menggendong Saida bersamanya. Jika tidak percaya bisa tanyakan Bhalendra," ucapnya lagi dengan mulut penuh cokelat.

"Fulmala, jangan asal berbicara. Kamu baru berjumpa dengannya hari ini. Bisa saja itu orang yang mirip dengannya," jawab Eknath yang duduk di depannya.

Fulmala menggeleng, "Tidak aku sangat mengenalinya. Karena Saida selalu bercerita kepadaku dan dia orang yang mudah di kenali apalagi dengan hidung dan pakaiannya."

Haniya dengan canggung bertanya, "Apa benar, Tuan Oemar?"

Sayyid Oemar hanya dapat tersenyum dengan paksa. Dirinya telah terpojokkan karena tuduhan dari mulut anak kecil. "A-aku.. Sepertinya aku harus pergi Nyonya Abrata. Dan Nona Dhara, kamu benar-benar cantik. Sama seperti yang orang-orang katakana. Permisi," pamit Sayyid Oemar buru-buru.

"Melihat dari tingkah lakunya. Perkataan Fulmala pasti benar," ucap Caiden sambil mengacak rambut adik kecilnya itu dengan gemas. "Kamu pintar sekali mengingat, Fulmala."

"Lihat adikku, bukan kami tidak memberikan izin. Tetapi, calon pelamarmu tidak ada yang memenuhi kriteria kita. Pria sempurna haruslah unutuk wanita sempurna. Pria seperti Sayyid Oemar dan beberapa pria lain yang tidak serius itu, mereka bukanlah pria yang sempurna untukmu," jelas Arsya menyesap teh dan membuka koran paginya lagi.

Caiden menyetujui perkataaan kakanya dan menimpali, "Kelinci jantan tidak akan pernah puas hanya dengan satu kelinci betina. Jadi, jangan berharap lebih dengan pria yang suka bermain wanita."

"Mungkin cukup untuk hari ini, Mama. Aku akan beristirahat." Dhara menghela napas kemudian pergi ke kamarnya.

"Bukankah ini terlalu berlebihan, nak? Setidaknya biarkan adikmu sendiri yang merasakan lalu memutuskannya," ucap Haniya kepada anak pertama dan ketiganya.

"Mama, sudah tugas seorang kakak untuk melindungi adiknya. Apalagi Dhara adalah wanita pertama di keluarga kita yang sudah layak untuk menikah. Kita harus benar-benar memilih dan memilah dengan benar. Salah sedikit, keluarga kita akan terhina dan aib akan tersebar. Ini juga berpengaruh terhadap calon pelamar Fulmala nantinya," balas Arsya serius.

"Mama hanya tidak ingin adik kalian kembali mengurung diri di kamarnya berkutat dengan buku yang belum juga berakhir itu." Haniya terlihat gelisah, semenjak suaminya meninggal dunia. Ia merasa anak-anaknya menjauh, ajang perjodohan ini yang membuat mereka kembali dekat dan kembali bersama. Jika tidak Dhara hanya akan mengurung diri berkutat dengan buku-bukunya.

"Aku akan memastikan itu tidak terjadi. Aku memiliki seorang yang pantas untuk adikku. Dia pria yang baik, catatan hutangnya bersih, dan ia memiliki beberapa bisnis di Batavia, Mama." Caiden memegang bahu ibunya agar ia tidak perlu khawatir lagi terhadap Dhara.

"Benarkah? Kapan ia akan kemari, Caiden?" tanya Haniya bersemangat.

"Tidak lama lagi, Mama. Musim perjodohan telah di mulai, dan kita pasti akan menemuinya di pesta-pesta elit Batavia."

***

bersambung...

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang