BAB 13 - Pacuan Kuda

1.3K 164 2
                                    

Lapangan pacuan kuda di Senopati terlihat ramai, semua pengunjung mengantre untuk membeli tiket dan masuk ke arena pertandingan. Dhara bersama Warni menduduki tempat duduk mereka yang berada tepat di depan besi pembatas. Warni memegang payung untuk majikannya, sementara Dhara masih mencari kakaknya yang telah membuat janji untuk menonton pacuan kuda bersama. Caiden masih belum menampakkan batang hidungnya, pelatuk siap ditarik dan sebentar lagi tembakan itu akan menggema dan semua kuda dan jokinya akan berpacu untuk merebut kemenangan.

Caiden tidak merasa bahwa ia memiliki janji hari ini. Sudah dua malam ia menghabiskan waktu bersama wanita simpanannya, Ratna. Caiden mencium wanita itu dengan rakus, tidak dibiarkan udara mengikis jarak mereka. Ratna meremas rambut hitam legam itu dan membuat Caiden semakin bergairan untuk menciumnya.

"Tuanku, ayo selesaikan ini segera. Pacuan kuda akan segera dimulai," desah Ratna di sela ciuman panas mereka.

"Tidak perlu, kita akan berpacu di sini, Ratna."

Setelah bercinta dengan wanitanya, Caiden memakai kemeja sutra putihnya. Mencium pucuk kepala Ratna dan memeluk wanita itu dengan hangat.

"Kamu akan terus bersamaku kan, Tuanku?"

Caiden menyisir rambut Ratna dengan pelan. "Tentu saja, Ratna. Hanya aku yang kamu punya."

"Kamu akan menjagaku kan, Tuanku?"

Caiden tersenyum dan mencium pipi Ratana dengan gemas. "Tentu saja, Ratna. Pria mana lagi yang akan menjagamu selain aku."

"Kamu telah berjanji dengan mendatangiku, berarti kamu sudah siap untuk menikahiku?"

Caiden terbatuk dan berdeham. "Menikah? Tentu saja, kita bisa pergi dari Batavia dan membangun keluarga kecil kita," ucap Caiden tulus mengecup pucuk kepala wanita itu. Mengingat rencana kecil mereka yang akan menikah lari.

Caiden membuka arlojinya. "Pacuan kuda... oh tidak, Dhara." Caiden bergegas mengenakan pakaiannya dengan lengkap dan cepat. "Ratna, aku akan kembali. Aku berjanji akan melihat pacuan kuda bersama adikku. Oh tidak, aku terlambat." Caiden mencium Ratna di bibir ranum wanita itu dan segera memacu kudanya agar sampai di Lapangan Pacu Senopati dengan cepat.

Dhara sangat gembira melihat kuda-kuda itu berpacu dengan cepat di depannya. Tanpa ia sadar seseorang kini mendekatinya, Letnan Mahaprana.

"Nona Dhara, kamu menghadiri pacuan kuda juga?" tanyanya tidak percaya Dhara akan menyukai pacuan kuda. Ia pikir wanita seperti Dhara mungkin akan menghadiri pesta minum teh atau sanggar tari untuk menghabiskan akhir pekannya.

"Tentu saja, Letnan Mahaprana. Aku sangat menyukai pacuan kuda. Lihat disebalah sana, itu Joko, kuda favoritku," tunjuk Dhara kepada kuda yang bewarna hitam, gagah dengan urat-urat di kakinya yang seperti berotot.

Letnan Mahaprana tertawa kecil dan berkata, "Sungguh wanita idaman."

Dhara mengangkat kedua alisnya dan tertawa. "Apa kamu sering melihat pacuan kuda, Letnan Mahaprana?"

"Tidak sesering dirimu," jawab Mahaprana menoleh ke arah kuda-kuda itu yang baru saja melewati mereka dengan kecepatan tinggi.

"Itu kudaku, Nona Dhara," tunjuknya kepada kuda putih yang sangat gagah dan terlihat indah.

"Cantik sekali," puji Dhara.

"Namanya Laila, ia kuda betina yang tangguh. Aku pikir satu-satunya betina di pacuan ini adalah dia."

Dhara menggeleng, "Tidak, Letnan Mahaprana. Semua kuda pacu berjenis kelamin betina. Karena mereka berlari lebih kencang."

Letnan Mahaprana membulatkan matanya. "Joko?"

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang